Sultan komplek Arwana

31 4 0
                                    

“Kai, kamu di sini? Sejak kapan?” Ucap Aish yang masih bertahan dalam posisinya.

“Aku kan udah bilang kalo akan selalu jagain kamu. Jadi, dimanapun aku berada, kalo kamu membutuhkan aku, pasti aku akan langsung datang.”

Pipi Aish sudah memerah sekarang. “Apaan sih Kai,” Lalu Aish beranjak dari posisinya karena sadar dirinya sekarang sudah jadi pusat perhatian.

Kai ikut bangkit. Wajahnya berubah, memandang satu persatu pemain basket yang ada di lapangan. “Kalian kalo main gak bisa hati-hati? Kalo gak bisa gak usah main aja sekalian. Kalian membahayakan keselamatan orang lain.”

“Maaf kak maaf itu salah saya yang gak hati-hati. Kak Aish kak Kai, maaf.” Fathur maju karena sadar itu adalah kesalahanya. Ia juga tak mau semua jadi di persalahkan hanya karena kesalahanya sendiri. “Jangan salahkan mereka, ini murni salah saya sendiri.”

Kai memandang malas pada Fathur, bukannya menjawab permintaan maaf itu ia malah berbalik dan membawa Aish pergi dari tempat itu. “Ayo Ai, kita pulang.”

Aish tak bisa menolak karena Kai sudah lebih dulu membawanya pergi keluar lapangan. “Kai kenapa sih? Fathur juga gak sengaja kali. Kenapa kamu malah marah gini sih? Namanya juga main. Aku aja tadi itu yang gak hati-hati.”

Kai masih tak menjawab, tanganya masih menggenggam tangan Aish dan baru benar-benar melepasnya ketika sudah di depan pintu mobil. “Udah, masuk sekarang.” Begitulah kata-kata yang di ucapkannya ketika sudah membuka pintu mobilnya. “Aku antar kamu pulang sekarang.”

Aish hanya bisa menurut. Ia tau persis jika Kai sudah begini, pasti ada sesuatu lain yang membutanya seperti ini. Hampir tiga tahun bersama, rasanya itu sudah cukup membuatnya mengenal laki-laki itu. Mungkin nanti saja, ketika semuanya sudah reda, baru ia bisa membahasnya lagi. Karena sebenarnya ia juga masih heran, kenapa Kai yang tak terlihat, tapi tiba-tiba bisa hadir menolongnya.

“Makasih Bi,” ucap Aish pada bi Inah karena sudah membuatkan minuman untuknya dan Kai.

Bi Inah hanya tersenyum dan pamit untuk meninggalkan Aish dan Kai kembali berdua. Bi Inah adalah pembantu di keluarga Aish sudah lama sekali. Janda tua yang tidak memiliki anak dan keluarga lagi. Bi Inah juga sudah di anggap seperti keluarga sendiri oleh keluarga Aish.

“Kai, kamu tadi kenapa gak ikut main basket? Gak biasanya aja kamu gak ada di tengah-tengah tim kamu kayak tadi. Apa karena tangan kamu sakit ya? Maaf banget ya Kai kalo emang tangan kamu sakit. Itu gara-gara aku, kamu tadi juga jatuh gara-gara aku.” Aish berkata sambil membereskan kotak P3K yang sudah di gunakan untuk membersihkan dan mengobati luka di siku tangan Kai.

“Santai kali sayang, aku gak selemah itu cuman luka kecil gini aja terus gak bisa main basket. Emang sengaja aja kok tadi gak mau ikut main. Takut soalnya, takut makin banyak yang terpesona sama aku kan malah makin bahaya buat kamu. Iya kan?”

“Apaan sih Kai?” Aish beranjak dari duduknya karena ucapan Kai tiba-tiba membuatnya kembali kesal. Andai Kai bisa menjadi cowok yang lebih kalem lagi, pasti akan terlihat lebih keren. Karena Kai juga terlihat tampan jika tidak melihat sifatnya itu. Ralat. Bukan tampan, tapi sangat tampan.

Aish kembali duduk setelah menaruh kotak P3K yang dibawanya tadi. “Kai, udah di obatin lukanya, udah di kasih minum juga, sekarang mendingan kamu balik deh ya. Bentar lagi mama pulang, apa kata mama kalo liat kamu masih di sini jam segini? Lagian, kamu itu udah terlalu keseringan ada di rumah aku deh kayaknya.”

“Iya juga sih, pantesan juga Kei selalu ngomelin aku mentang-mentang aku jarang di rumah.”

“Yaudah makanya pulang sana. Sekali-sekali kamu akur gitu sama Kei emang gak bisa ya? Kasian tau dia pasti kesepian di rumah. Punya abang satu aja sukanya keluyuran. Bunda kan juga jarang di rumah apalagi papa kamu.”

“Yaudah, lain kali kamu aja yang main ke rumah aku ya? Udah lama juga kamu gak main ke rumah. Kei juga udah nanyain, kenapa kamu gak pernah main ke rumah katanya.”

“Seriusan Kei yang nanya?” Aish menatap curiga pada Kai. Sedikit banyaknya, laki-laki itu memang tak bisa begitu di percaya.

Kaisar Adalson. Hanya dua bersaudara dengan adik perempuanya Keisya Adalson. Papanya sibuk begitu juga dengan bundanya. Itu juga yang membuat Kaisar lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya daripada di rumah.

“Udah ah lot, aku pulang dulu. Ditunggu pokoknya, kamu utang main ke rumah.” Kaisar keluar begitu saja bak rumah sendiri. Menuju mobilnya yang segera pulang ke rumah. Sebenarnya, rumah mereka berdua itu tidak berjarah begitu jauh. Bahkan masih komplek yang sama.

Nama kompleknya itu Arwana. Yang mana, siapapun yang memiliki rumah di tempat itu sudah pasti orang kaya. Jangan salah, Arwana bukan nama ikan, tapi tempat surganya para sultan. Hanya bedanya, rumah Aish adalah rumah pertama di situ, sedangkan rumah Kai berbeda 3 rumah saja dari rumah Aish.

“BangKai!!!” Keisya berteriak dengan sekeras-kerasnya melihat abang satu-satunya itu masuk rumah dengan mengendap-endap. Keisya sangat kesal dengan Kaisar, karena lagi-lagi, laki-laki itu melanggar janji.

“Apa sih Kei teriak-teriak aja. kayak di hutan kamu.” Kaisar mengusap-usap telinganya yang sudah berdengung karena teriakan adiknya itu. “Lagian berhenti gak kamu manggil abang kayak gitu? Jelek banget sih bangkai. Tau orangnya ganteng begini.”

Keisya memang sudah biasa memanggil abangnya seperti itu ketika sudah kesal. Meski sebenarnya, Kaisar tak sejahat itu juga pada adiknya. Hanya saja, tadi ia memang benar-benar lupa kalau sudah janji untuk mengantar Keisya ke mall belanja perlengkapan ujian.

Kaisar dan Keisya memang berbeda. Kalau Kai tampak berantakan dan tak pernah benar-benar mempersiapkan apapun meski dia pintar, sedangkan Kei bahkan sangat teliti mempersiapkan semuanya bahkan jauh sebelum mulai bertempur.

“Ya siapa suruh kenapa jam segini baru pulang? Kan udah janji coba mau anter Kei ke mall. Kemana aja ditungguin dari tadi. Gak liat Kei udah siap gini?”
Keisya duduk di kursi ruang tamu, lebih kesalnya lagi ketika Kai dengan mudah ngomong bawah dirinya lupa akan hal itu.

“Emang dasar bangKai nyebelin banget.” Kei merajuk di tempatnya.

“Yah marah. Jangan gitu dong Kei, ini kalo bunda tau abis abang kena amukanya. Lagian orang lupa ya mau gimana lagi. Besok deh ya, besok janji deh gak lupa lagi.”

“Lupa emang manusiawi, tapi kenapa Kei telfonin gak bisa-bisa coba. Sengaja kan? Udah lah, sekalian aja aku aduin sama bunda nanti.”

Bukan apa-apa, Kai bukan takut sama bundanya. Hanya tak betah jika harus di omeli begitu lama. Karena urusan Keisya apapun itu, ia harus selalu siap pasang badan. Itulah amanah papa dan bundanya. Terlebih ketika kedua orangtuanya ini memang selalu sibuk dan jarang sekali di rumah. Keisya memang sangat membutuhkan Kaisar di sampingnya.

“Janji besok gak akan lupa lagi. Besok kita ke mall, abang ajakin kak Aish deh gimana?”

Keisya langsung mengangguk senang mendengar Kai menyebut nama Aish. Kai ini sangat menyayangi Keisya adiknya. Begitupun Keisya yang selalu membutuhkan Kai. Apalagi Keisya ini fisiknya lemah, jantungnya lemah sejak lahir. Maka dari itu juga Keisya terbiasa di manja oleh siapapun.

“Sini peluk dulu.” Kaisar langsung membawa keisya kedalam pelukanya. Kaisar sangat menyayangi adiknya ini meski terkadang tingkahnya itu terlihat sangat mneyebalkan. Bahkan mungkin, dibanding bundanya, Kaisar lebih menyayangi Keisya.

“Makasih abang sayang.” Keisya memeluk abangnya dengan erat.

...

11 Juli 2021
Jangan lupa
Vote and coment nya

Pria As-Syams(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang