"Ucapkan terimakasih atas segalanya dihari ini. Hari esok mungkin saja engkau sudah pergi, setidaknya berucap syukur untuk terakhir kalinya"
Diasha 13 Juli 2015
Kalian pernah tidak merasa bahwa hidup kalian itu ga ada gunanya?
Merasa bahwa semuanya tidak adil?
Atau merasa bersalah karena pernah terlahir?
Hari ini aku berada diposisi itu. Terkadang aku merasa kesal kenapa aku ada di dunia ini dan kenapa aku masih bertahan padahal jelas-jelas dunia itu jahat banget sama aku.
Aku down tiap hari,aku nangis tiap hari, mentalku rusak, depresi namun orang-orang di sekitarku seolah buta!!
Seolah aku hanya berpura-pura dan berharap dikasihani.
Tidakkah mereka pernah mengalami fase ini sebelumnya?
Tapi kenapa mereka masih tetap sama saja.
Berkali-kali aku dipatahkan oleh keluarga, berkali-kali aku disakiti oleh sebuah cinta, berkali-kali juga aku menghalau semua itu.
Aku memang menang diluar namun apa kabar dengan hatiku?
Siapa bilang aku tidak menangis?
Bahkan sedikit ucapan jahat telah mengungkit jiwa-jiwa lemah didalam tubuhku.
Orangtuaku saja tidak bisa mengerti dengan perasaanku. Mereka seolah paham dengan melihat tingkah ku, caraku bicara, caraku tersenyum, caraku marah dan caraku mengeluarkan banyak umpatan.
Ya!! Attitude telah menghilang dari kamus kehidupan ku.
Aku tidak punya sopan santun, aku berbicara seolah semua orang seumuran dengan ku.
Lihatlah, aku begitu buruk kan?
Jangan berbohong, aku memang buruk.
Ayolah!! Seorang anak remaja harusnya tahu pada siapa ia bicara. Tidak baik bertingkah seolah-olah ia selalu benar dan faktanyapun orangtua tidak akan pernah salah walau mereka salah!!
Kuperjelas, Ayah selalu benar!! Ya,dia tidak pernah salah.
Hati ku menolak untuk membencinya namun mulutku selalu mengumpat banyak kebencian padanya.
Dia mengatakan kalau aku itu bodoh.
Dia mengatakan kalau aku itu tidak berguna.
Dia mengatakan kalau aku itu pembawa sial.
Dia mengatakan kalau aku itu tidak akan bisa sukses.
Dia mengatakan kalau aku itu harusnya tidak pernah ada.
Jika suatu hari nanti dia mengatakan kalau dia menyayangiku, kenapa kata-katanya harus sesakit ini?
Jika ia hanya berniat mendidik,begitukah cara seorang Ayah mendidik anaknya?
Jika aku mengatakan kalau aku sudah terlanjur membencinya akankah dia marah?
Sesulit itu untuk sebuah kebahagiaan.
Berkali-kali dipatahkan, aku masih bertahan bahkan aku berharap semoga badai ini akan segera berakhir.
Hingga saat ini belum, tidak tahu kalau nanti.
Atau mungkin setelah aku mati.
"Pantaskan kau kubandingkan dengan Kakak mu? Kau itu anak penuntut segala hal, semua kehendak mu adalah mutlak hingga tanpa kau sadari semua orang mulai membencimu"
Begitu kata Ayah dulu,masih ku ingat jelas kata-katanya.
Andai saat itu aku mempunyai keberanian untuk bertanya seperti ini padanya__
"Apakah menuntut sebuah cinta adalah KESALAHAN, Ayah? Aku tidak pernah meminta apa-apa padamu, kamulah yang selalu berharap lebih padaku. Padahal sudah jelas aku ini tidak bisa apa-apa tapi kau selalu saja seperti itu"
Aku dan Ayah sama-sama egois. Egois dalam bidangnya masing-masing, merasa paling benar hingga tanpa disadari kami sama-sama melukai.
Aku menyakiti ayah dengan segala bantahan begitu juga dengan ucapanku dan ayah tak jauh beda,saja ia juga merusak mentalku.
Dia tidak merasa bersalah saat memukuliku, dia juga tidak merasa bersalah setelah berucap keji tentangku.
Dia selalu benar dan ia memang benar.
Semua yang ia katakan adalah fakta tentang diriku yang sebenarnya.
Walau begitu aku sakit hati, sakit hati karena yang mengucapkan kata itu adalah Ayah, orangtua ku.
Intinya kamu jangan menyerah Apapun alasannya. Berjanji padaku!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat dari ChaCha (TAMAT)
Teen FictionBagian sederhana dari kehilangan. Karena kata mereka, kehilangan yang paling menyakitkan adalah kehilangan yang dipisahkan oleh kematian. Tapi pernahkah kalian berpikir,saat seseorang sudah menghembuskan nafas terakhirnya, apakah orang itu sudah b...