Surat dari ChaCha (9)

60 8 1
                                    

Diasha 17 tahun

Hadiah terindah di hidupku adalah hadirnya  sosok ibu yang hebat dalam banyak hal.

Wanita tangguh dan pantang menyerah.

Wanita sederhana namun cukup mampu membuat anak-anaknya bahagia.

Wanita miskin harta tetapi kaya iman, Wanita itu adalah Ibuku. Ibuku yang hebat.

Baru-baru ini Ibu sakit yang mengharuskannya dioperasi.

Kronologis kejadian nya sederhana. Sepulang dari sawah sekitar jam 18:25, tiba-tiba saja perut ibu sakit.

Tentu aku sangat khawatir, melihat peluh bahkan air mata yang mengenangi kelopak mata wanita baik itu, aku dicabik-cabik rasanya.

Ayah membawa ibu kerumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Kata dokter,ibu menderita Usus buntu yang sudah terlalu akut.

Jika Ayah tidak sigap membawa ibu kerumah sakit mungkin tidak ada kata selamat untuk ibu. Usus buntu itu sudah mengeluarkan nanah dan membengkak.

Saat itu juga sekitar pukul 23:20, Ibu harus dioperasi. Karena kami menggunakan BPJS kesehatan saat itu, pihak rumah sakit tak mengijinkan lebih dari dua orang untuk menjaga jadi hanya aku dan Kakak.

Ayah pulang menjaga adik karena kebetulan adik ditinggal dirumah sendirian.

Mau ku beritahu dua sisi yang paling menyakitkan dari kemalangan yang ibuku rasakan?

Terlebih dahulu kukatakan sekarang aku sudah menangis menulis ini, sungguh.

Tanganku gemetar rasanya. Mengingat wajah wanita yang paling kucintai terbaring lemah menunggu gilirannya di operasi. Ibu sangat kesakitan,ia memegangi perut sebelah kanannya dan sesekali meringis pelan.

Jika Kakak ada untuk menyemangati ibu maka aku ada hanya untuk memalingkan wajah. Tiada guna hadirku disana, aku keluar dari ruangan itu bukan semata-mata aku tak peduli tetapi aku tidak sanggup.

Tidak sanggup menahan air mataku lebih lama lagi. Diluar aku menumpahkan segalanya, segala kesedihanku.

Tuhan, kenapa harus Ibuku? Angkat penyakitnya, biar aku saja yang merasakan sakit itu. Jangan ambil dia, berikan dia hidup. Jika memang takdir maka biar aku saja yang menerima takdir itu.

Entah dari mana aku bisa berkata selantang  itu tapi percayalah aku sungguh-sungguh mengatakannya. Aku tidak bisa hidup tanpa ibu dan jika kematian adalah takdir maka biar aku yang pertama jangan Ibu.

Aku ingin mati sebelum Ibu, satu kebenaran yang ku pegang sampai saat ini. Apalagi aku bertahan karena dia juga kan?

Saat kembali keruangan tak sengaja aku mendengar perbincangan Ibu dan Kakak. Pedih, ini adalah konfliknya.

"Jaga adik-adikmu nak, jangan biarkan mereka kalaparan. Nanti jika Papa menikah lagi, jangan membencinya cukup sayangi adik-adik mu,ya. Kamu adalah ibu untuk mereka"

"Ibu ini ngomong apa!! Ini hanya operasi kecil, jangan berkecil hati. Ibu harus semangat, katanya pengen lihat kakak pakai toga wisuda!! Semangat dong"

Kakak adalah orang terkuat yang pernah aku temui setelah Ibu. Entah seperti apa Tuhan membentuk hatinya, lihatlah ia begitu santai dengan ucapannya. Demi Tuhan aku yakin hatinya sedang menangis sekarang tapi matanya begitu lihai menunjukkan kebohongan.

"Mama takut Cha, bagaimana jika Mama mati? Mama masih ingin hidup, Mama ingin melihat anak-anak Mama sukses tapi Mama ga yakin. Sakit Cha, sakit disini" Ibu menangis sambil menunjuk perutnya.

"Mama pasti sembuh, percaya sama ChaCha. Mama bisa lihat ChaCha, Diasha sama Frey sukses jadi orang-orang hebat kebanggaan keluarga."

"Semoga ya Cha, doain Mama. Tapi jika Tuhan berkehendak lain Ingat pesan Mama, jaga adik-adikmu sayangi mereka seperti kamu menyayangi Mama. Jangan pikirkan Papa atau keluarganya jika sewaktu-waktu mereka mencampakkan kalian saat Mama telah tiada. Berjalan kedepan tunjukkan kalau kamu bisa menjadi Kakak sekaligus ibu untuk Diasha dan Frey."

"Ah---Mama kok gitu ngomong nya--" Aku tersenyum tipis walau tak dapat ku pungkiri air mataku mengalir deras. ChaCha menangis,ya!! dia tak bisa bersembunyi kali ini.

"Kalau kalian udah sukses, Mama sih ga masalah kalau mati, toh Mama juga udah tua, ga ada lagi yang mau dicari di dunia ini."

"Jangan ngomong mati--- terus, temen ChaCha operasi usus buntu sebulan lalu udah sehat-sehat aja kok. Mama ga usah lebay, mati bukan perkara masuk tanah terus kubur, sakit lho itu--"

"Ih--jangan nangis Kakak lah,Mama cuma becanda juga"

"Mama sih,becanda nya ga asik!! Tahun depan Kakak wisuda lho, Kakak marah kalau Mama ga ada lihat ChaCha wisuda"

"Iya nak, Mama selalu ada. Mimpi Mama kan melihat anak-anak Mama sukses,dapat pekerjaan yang layak, dapat jodoh yang baik, biar nanti kalau Mama pergi sudah tenang pikirannya. Ga ada beban lagi" Ibu terkekeh walau ChaCha tak menggubris ucapannya.

"Diasha mana Cha?" Tanya Ibu tiba-tiba

Saat itu secepat kilat aku melarikan diri, bisa panjang urusannya jika mereka tahu aku menguping pembicaraan dan ikut menangis dibalik pintu yang terbuka tak sampai setengah.

Jadi selanjutnya aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Setelah itu kulihat ruangan ibu dimasuki oleh perawat dan juga dokter.

Mereka keluar membawa ibu, ibu harus segera dioperasi.

Kehilangan itu bukan perkara sederhana. Jika sudah tidak ada,yasudah ikhlas kan saja. Kalau nangis,ga mengubah takdir kan?

























Surat dari ChaCha (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang