Surat dari ChaCha (7)

79 9 2
                                    

Untukmu anak kedua/anak tengah

Diasha pernah bilang gini,

Aku tidak pandai bersosialisasi, cenderung fokus sama diri ku sendiri. Karena bergabung dengan kalian--aku tetap diabaikan kan?

Aku tahu kamu itu anaknya paling lain dari adik sama Kakak,kamu.  Sankin anehnya kamu itu cuek sama lingkungan sekitar.

Merasa terasingkan, tidak ada yang pedulikan hingga kamu ga  mau cerita masalah kamu sama orang rumah.

Isi kepala rasanya mau pecah tapi harus terlihat baik-baik saja. Topeng kamu melekat banget ya:)

Kamu susah banget diatur, maunya hidup seperti yang kamu inginkan. Blak-blakan kalau ngomong sampai kamu ga sadar kalau ada orang yang kamu lukai perasaannya dari sepenggal ucapan.

Sakitnya,aku tahu kamu mudah nangis tapi kamu kuat banget. Orang ga ada yang tahu kalau kamu itu cengeng, mereka melihat apa yang ingin mereka lihat.

Bukan yang sebenarnya. Kamu berbeda hingga berbagai peran bisa kamu mainkan dalam satu pertunjukan.

Baperan banget, mudah sakit hati dan kalau udah benci sama orang, bencinya dibawa mati.

Aku tahu karena aku ada di posisi kedua.  Aku  memiliki tekad yang kuat dan tujuan yang lebih tinggi untuk diriku sendiri.

Meski terkadang aku suka overthinking dan takut banget sama kegagalan, aku bertahan.

Satu hal yang bisa menjatuhkan aku adalah omongan orang apalagi keluarga. Rasanya sakit banget, kalau aku udah nangis berarti memang sesakit itu.

Dianggap sepele, dianggap sombong, dianggap remeh bahkan dianggap sebagai sebuah kesalahan.

Aku terlalu kuat untuk dibeda-bedakan namun aku terlalu lemah jika dibanding-bandingkan.  Cinta untukku tidak sebesar cinta untuk adikku dan harapan untukku tidak setinggi harapan untuk kakakku.

Dipaksa sempurna, dipaksa bisa banyak hal namun akhirnya ga ada yang peduli. Memotivasi diri sendiri karena tidak ada yang memberi motivasi.

Terkadang dituntut jauh lebih baik daripada diabaikan. Mereka ingin aku sukses tapi mereka ga peduli, mereka menyuruhku untuk peduli terhadap lingkungan tapi mereka sendiri tidak memperdulikan aku.

Kepribadian ku redup, redup ditutupi oleh Kakak dan adikku. Jika bukan pemarah dan pendiam maka diantara keduanya.

Anak kedua cenderung sensitif namun dilain sisi mereka suka ketenangan.

Diasha merasakan semuanya. Aku menangis membaca buku harian anak itu, ternyata memang sesakit ini berada di posisinya.

Pakaian bekas diberi padaku karena aku anak kedua.

Aku menghormati Kakak dan menyayangi adikku.

Aku dipaksa dewasa oleh ketidakadilan.

Aku dimarahin karena aku tidak sehebat kakakku.

Aku direndahkan karena tidak penurut seperti adikku.

Aku, Aku dan aku. Ayah bilang kalau aku tidak berarti kalau ga bisa pintar. Ayah juga bilang aku itu bodoh.

Satu hal yang Ayah tidak pernah bilang adalah dia menyayangiku sama seperti Kakak dan adikku.

Diasha bertahan cukup lama. Fokus pada tujuan membuat aku buta akan dirinya. Diasha menderita sendiri,aku bahkan tidak pernah menyangka kalau dia merasa dirinya tidak pantas.

Sepenggal kalimat diakhir tulisannya Diasha menulis,

Kenapa aku tidak sehebat Kakak? Kenapa Kakak tidak mau mengajari? Dan kenapa Kakak tidak mau memberiku ruang untuk berkeluh-kesah.

Karena aku bodoh? Mungkin juga, aku tidak pantas berbaur dengan orang hebat.

Diasha, ragamu tidak ada lagi disini kini tinggal tulang-belulang yang sudah membusuk di lihang kubur.

Tapi--

Kenapa sesakit ini kenangan yang engkau tinggalkan?

Kupikir hanya nama saja yang abadi ternyata kenangannya juga.

Maafkan kakakmu ini, kamu tidak bisa mewujudkan mimpi untuk menjadi seorang psikiater. Mengerti perasaan orang lain namun perasaan sendiri kamu ABAIKAN.

Selagi ada, dijaga ya.







Surat dari ChaCha (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang