TF || Bagian Delapan

441 50 1
                                    

Masih SMA, Kelas 3

...

𓃬 trapped friendzone 𓃬


Gue udah sampai di pendopo dan bergegas turun dari motor Huda.

"Lo beneran nungguin?"

"Yaiya, masa ngebiarin lo sendirian?"

"Halah."

Kita berdua sama-sama terdiam dengan gue berdiri di samping Huda dan Huda yang bersender ke motornya.

Kita berdua sama-sama terdiam dengan gue berdiri di samping Huda dan Huda yang bersender ke motornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Anggep gini ya, si Reya di sampingnya Huda. Susah nyari visualisasi pake keyword apaan)

"Rey."

"Hm,"

"Lo kalau pulang juga kayak gini?"

"Kayak gini maksud lo?"

"Yaa jalan kaki sendiri, nyetop angkot sendiri."

Gue tergelak pelan, "ya enggaklah. Gue juga ada temen kali. Hidup gue nggak sesepi itu."

"Bohong."

Gue terdiam. Huda tau kalau gue bohong.

"Lo kalo capek bilang kenapa sih, gue siap kok nganterin lo sampai sini. Gue juga bisa izin Niken dulu. Dia nggak bakal marah cuma karena hal ini."

"Nggak ah, repot. Gue juga cewek, tau gimana perasaan Niken. Lagian Lo kan nggak bawa motor ke sekolah."

"Idih, Niken nggak bakal marah karena gini doang, Rey. Terus ya lo juga gengsi nebeng orang."

Gue terdiam kembali yang membuat Huda menatap gue lekat, "gue salah ya?"

Gue tertawa sumbang, "emang bener dah omongan temen SMP gue dulu. Kalau jadi orang jangan pinter-pinter, meskipun cantik tapi kalo pinter nggak ada yang mau ngedeketin. Mereka cuma temenan buat ngemanfaatin gue doang. Nggak bener-bener tulus."

Huda tertegun karena nggak nyangka gue ngomong gitu. Sejenak diam terdiam, gue pun sama.

"Lo ngakuin diri lo pinter? Pede amat."

"Gue ngerasa ya njing."

Huda terkekeh pelan sambil tangannya menepuk puncak kepala gue pelan, "nah ini baru, Reya."

"Sialan lo."

"Haha, akhirnya lo senyum juga."

"Bodo."

"Sori ya." Ujarnya tiba-tiba.

"Buat?"

"Udah nuduh lo gengsian."

"Santai aja. Gue emang orangnya nggak suka ribet. Lo bayangin aja harus mohon dulu biar ditebengin, nyari alasan dulu biar mau ngangkut gue seenggaknya sampai lampu merah atau pendopo. Dan menurut gue itu, ribet. Belum lagi mereka yang punya seribu satu cara buat nolak gue. Ngulur-ngulur waktu pulang. Padahal gue pengen segera pulang. Mereka lakuin itu karena nggak enak mau nolak gue. Ya gue sadar diri aja dengan nggak nebeng."

TRAPPED FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang