TF || Bagian Duapuluh

452 49 1
                                    

Hhhh, hai???
wkwk maap yak, ⚠18+





𓃬 trapped friendzone 𓃬







Jeno berbohong akan dia yang ada maksud untuk mengatakan sesuatu ke gue. Dari lamanya perjalanan sampai tembus ke kota sebelah, Jeno masih belum menunjukkan sesuatu yang akan diomongkan itu apa.

Kita sudah sampai di salah satu kafe Surabaya, threelogy coffee. Jeno memarkirkan motornya seraya membantu melepaskan helm gue.

Begitu helm kita sama-sama terlepas, gue memukul lengan kanannya dengan keras. Arah pandang gue pun tak luput buat menoleh ke kanan kiri.

"Sakit, bego! Kenapa sih?" Keluh Jeno seraya memegangi lengan kanannya.

"Ini lo motoran sampe nembus surabaya? Beneran?"

"Ya bener. Yok dah masuk."

Gue masih celingukan kanan kiri sambil mencubit tangan gue berulang kali. Hal itu membuat Jeno merasa gemas dan menyeret gue agar cepat masuk ke dalam.

"Biasa aja mukanya."

"Lagak lo kek hapal jalan. Ntar pulangnya nyasar gimana njir?"

"Kan ada elo. Lo kan duta google maps." Balasnya ngawur dengan tangannya memegangi kedua bahu gue, menuntun gue agar mencari tempat duduk terlebih dahulu.

"Mau pesen apa? Gue pesenin."

"Mau yang seger, ada esnya. Terus makannya gue ngikut lo." Gue masih melihat ke sekeliling yang membuat Jeno reflek menarik dagu gue agar menghadap ke arahnya.

"Udah anjir, nggak usah ngelihatin begitu. Ntar dikira kita bukan orang sini."

Gue menggeplak kepalanya pelan, "ya emang bukan orang sini. Lagian lo nekat banget sampe ridingnya pindah kota gini Jen. Ya Allah gue nggak mau ya pulang kemaleman."

"Santai, ada gue." Sahutnya sembari mengusak rambut gue gemas, "jangan ditekuk dong bibirnya."

"Kenapa? Gue imut ya?"

"Dih najis, kepedean lu!"

Dan selanjutnya Jeno pergi ke arah kasir buat pesen makanan dan minuman.

Begitu gue ditinggal sendiri di kasir, gue celingukan lagi sembari mengambil satu foto sebagai kenang-kenangan kalau gue pernah kesini.

"Hah...capek banget." Ucap Jeno seraya merebahkan dirinya di sofa. Iya, kita ambil kursi yang model sofa, empuk terus spotnya juga bagus. Jauh dari orang yang berlalu lalang alias jauh dari pintu.

Gue memperhatikan Jeno sesaat, kemudian tangan gue terulur mengusap keringatnya yang mengalir di sekitaran pelipisnya. Jeno tersentak begitu tangan gue mengusap lembut pelipisnya.

Rasa kasian gue ke dia pun tiba-tiba muncul, "Siniin tangan lo."

Jeno tersenyum tipis kemudian tanpa berpikir panjang, ia menyerahkan tangannya ke gue. "Mau dipijitin kan?"

"Iya."

Setelah itu baik gue ataupun Jeno sama-sama terdiam menikmati aktivitas yang kita lakuin. Jeno meresapi setiap pijitan gue di tangannya. Sedangkan gue berusaha konsentrasi dengan memijit tangannya penuh hati-hati. Gimana ya, nih tangan isinya otot semua.

"Jen, tangan lo kok bisa berurat-urat gini dah. Di kampus jadi kuli lo?"

"Ngegym, Rey. Bukan nguli."

TRAPPED FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang