Happy Reading
Hari ini adalah hari senin yang menurut sebagian siswa hari terberat karena harus rela berjemur di lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Melakukan upacara sebagai bentuk penghormatan saja anak-anak sekarang sudah merasa keberatan apalagi harus berjuang untuk mempertahankan bendera kebangsaan mereka.
Jujur, aku termasuk kedalam jajaran siswa tersebut. Yang lebih memilih berdiri diantara orang-orang yang tingggi. Terkadang aku bakal rebutan buat berdiri diantara Sinta dengan teman-teman yang lain. Karena, Sinta memiliki tingggi badan diatas rata-rata anak perempuan lainnya.
Beda hari ini, aku lebih memilih berdiri di depan. Bukan untuk mengikuti upacara dengan hikmat. Melainkan untuk mengagumi kakak kelas dua belas yang berdiri di bagian ujung kiri anak kelas sepuluh.
Matanya menatap fokus jalannya upacara menjadi fokusku. Sesekali dia juga ikut menanggapi omongan teman yang ada disebelahnya.
“Ya Tuhan... dosa gak aku mengagumi makhluk ciptaanmu,” batinku.
***
Sesudah upacara aku langsung menuju ke kelasku. Aku duduk dengan diam sambil mendengar Sinta bicara dengan Feli dan Nadin yang duduk di depan bangku kami.“Ca, menurut kamu siapa aja di kelas kita yang bakal jadi saingan terberat buat dapat juara?” tanya Feli padaku.
“Fel, kita gak bisa ngukur kemampuan seseorang tuh. Siapa tau aja, meski dia gak pintar-pintar amat malah bisa dapat juara. Kan, yang ngasih penilaian itu guru bukan kita. Apalagi, sekarang jamannya pasang tampang manis aja keguru terus kita bisa akrab sama tuh guru so pasti, Aca malah yakin banget dia bisa dapat juara. Apalagi yang orang tuanya juga guru disini, ini mah Aca udah 100% yakin. Dia bakal dapat nilai bagus dibandingkan siswa yang memang berprestasi dibidangnya.”
“Nepotisme mah emang mantap Ca. Jujur ya Ca, Nadin sendiri masuk sekolah ini juga lewat orang dalam biar gak banyak diuji Ca.”
“Iya, betul banget tuh. ada orang dalam semuanya aman, lancar, dan terkendali. Apalagi masalah nilai kebanyakan guru sekarang main nepotisme,” ujar Sinta berapi-api membuat seluruh kelas hening jadinya. Lalu, suara tawa pun menggelegar di dalam ruangan kelas MIPA 3 tersebut.
Sinta menutupi wajahnya dengan buku karena malu apalagi pas kami bertiga ngeledekinnya dia malah menyalahkan kami karena tidak mengingatkan bahwah bukan hanya kami saja berada di dalam kelas.
“Kebiasaan kamu malu-maluin tuh kapan hilangnya sih Sin?” tanya Nadin.
“Udah tau di kelas masa kamu bisa gak sadar Sin. Mikirin apaan kamu Sin? sampe bisa berapi-api gitu semangat ngomongnya, jangan-jangan kamu korban nepotisme ya?” iseng Feli nanya pada Sinta.
“Iya, Nta pernah jadi korban nepotisme ngapa emangnya?” mendengar jawaban Sinta yang terdengar baper membuat kami tertawa terbahak-bahak dibuatnya sehingga menambah kekesalan Sinta.
“Apes amat deh, Nta hari ini. Jangan-jangan, sekarang hari sial Nta gara-gara durhaka sama abang Nta tadi pagi.” mendengar ucapan Sinta yang diucapkan dengan pelan tapi masih bisa kami dengar makin membuat kami tertawa terbahak-bahak dibuatnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Takdir
General FictionSeorang gadis yang bermimpi dapat mengangkat derajat kedua orang tuanya. Ia berharap dengan keberangkatannya ke pulau Jawa dan meninggalkan pulau Sumatera ia bisa mengubah takdir hidupnya. Jika perlu ia rela menyebrangi lautan dari negara satu ke ne...