Happy Reading
“Lihatnya biasa aja Ca,” tegur kak Nadia padaku saat aku menatap si dia tidak berkedip.
“Risa, ini sepupu kakak namanya Adrian. Yan ini Risa adiknya Arya,” ucap kak Satria saat memperkenalkan kami.
Hari ini terlewati dengan begitu cepat setelah perkenalan tadi. Aku berharap, waktu dapat membeku pada saat-saat seperti ini.
“Aca udah kenal sama kak Adrian Kak. Kak Adrian senior Aca waktu SMA,” kataku pada kak Satria.
“Berarti masih satu daerah kalian dong. Berarti benar, dunia gak seluas yang kita kira. Kamu kenal gak sama Aca Yan?” tanya kak Nadia pada kak Adrian.
“Jujur, aku belum pernah lihat kamu Ca sewaktu SMA.” pengakuan kak Adrian membuatku ingat. Bahwah ada perbedaan jauh antara diriku dengan dirinya.
Melihat wajahku yang tadinya berseri menjadi redup membuat bang Arya mengganti topik pembicaraan. Tapi sepertinya kak Adrian menunggu jawabanku sehingga aku pun menjawab pertanyaannya.
“Aku... Hmmm... Gimana ngejelasinnya ya Kak. Intinya, aku semasa SMA tuh punya dunia sendiri dan pergaulanku hanya sebatas teman sekelas aja.”
“Tapi kenapa kamu bisa tau sama Adrian Ca?” tanya kak Satria.
“Itu... Kak Adriankan termasuk siswa populer di kalangan para siswi. Banyak anak perempuan di kelasku yang membicarakan kak Adrian. Jadi dari situ aku tau kak Adrian,” alasanku.
“Berarti banyak fan’s kamu semasa SMA Yan?” tanya kak Nadia.
“Aku sendiri gak terlalu peduli Nad. Mau ada fan’s atau apa pun. Intinya gak ganggu aku, ya silahkan aja. Sama kayak Risa aku juga termasuk siswa yang cuek perihal begituan.” jawaban kak Adrian membuatku yang tadinya menunduk berani menatap padanya.
Dia tersenyum padaku yang kubalas dengan senyuman juga. Entah siapa yang memulai topik pembicaraan? Intinya pembicaraan kami mengalir terus. Dari bercerita siapa saja guru yang kurang disuka dan disuka semasa SMA, lanjut perihal wisata baru di tempat kelahiran kami, lalu topik pembicaraan kami mengarah ke hal pribadi.
Kami tidak sadar kalau kami telah di tinggalkan berdua oleh kak Satria, kak Nadia, dan bang Arya karena keasikan bercerita.
“Berarti di Karawang ini kamu bekerja? Selalu semangat ya Ca,” ucap kak Adrian padaku yang membuatku tersenyum lagi padanya.
“Iya, Kak. Kakak juga semangat kuliahnya. Jangan di sia-siakan, belajar yang rajin biar cepat dapat gelar sarjana.”
“Iya. Tadi kamu bilang iri sama Kakak karena bisa kuliahkan. Kakak juga iri sama kamu, di usia kamu yang baru 18 tahun kamu sudah bisa berpenghasilan sendiri. Udah bisa ngasih orang tua kamu meski gak seberapa kata kamu tadi. Lihat Kakak, usia udah 21 tahun masih minta jajan sama orang tua.”
“Kakak mah cuma ngehibur aku karena itu bilang gitu,” ucapku padanya.
“Benaran. Kamu itu perempuan tangguh, jadi jangan berpikir diri kamu itu lemah.” perkataannya Lagi-lagi membuatku tersenyum.
Malam ini adalah malam yang membuatku sering melukis senyum karena dia. Ucapannya, senyumannya, semuanya membuatku terkesan.
Tidak tau bagaimana hubungan kami nantinya, intinya impianku semasa SMA untuk dapat mengenalnya secara langsung dapat terkabul. Bagaimana kedepannya, itu urusan Tuhan. Jika jodoh pasti kami akan bertemu, tapi jika hanya sebatas ini pertemuan kami aku akan mengenang saat-saat ini. Saat-saat dimana kami dipertemukan secara langsung oleh Tuhan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Takdir
General FictionSeorang gadis yang bermimpi dapat mengangkat derajat kedua orang tuanya. Ia berharap dengan keberangkatannya ke pulau Jawa dan meninggalkan pulau Sumatera ia bisa mengubah takdir hidupnya. Jika perlu ia rela menyebrangi lautan dari negara satu ke ne...