06

0 0 0
                                    

Happy Reading 

   Pertama kali menginjak  lantai kapal membuatku menghela napas. Selama perjalanan dari pelabuhan Bekauheni menuju pelabuhan Merak kuhabiskan waktuku dengan diam. Mataku menatap sendu ke arah belakang tempat yang tadinya berisi kapal sekarang sudah lenyap membawa diriku pergi jauh dari pulau kelahiranku. 


   “Ca, ngapain di sana berdiri? Sini duduk!” ajak bu Mira yang berada di sisi lain bagian kapal. 


   “Ya, Bu.” aku berjalan menunduk ke arah bu Mira. Aku dititipkan pada bu Mira oleh orang tuaku. Bu Mira adalah tetangga satu desaku, ia sudah lama menetap di pulau Jawa dan sehabis lebaran ia selalu pulang kampung.  Nanti bu Mira yang akan mengantarkanku ke rumah bunda Nia yaitu adik dari mamaku. 


   Masih teringat olehku detik-detik penerimaan hasil SNMPTN dan aku dinyatakan tidak lulus. Meski sebelumnya aku sudah menekankan pada diriku.


    ‘apa pun hasilnya aku akan berlapang dada. Lagian kalau pun lulus aku juga gak bakal kuliah.’ 


   Itulah ucapanku sebelum melihat hasilnya. Namun reality tidak sesuai ekspektasi. Hasil yang kuterima membuatku susah tidur dan juga menangis meratapi nasibku. 


   Harusnya aku tidak nekat memilih jurusan 

yang sama dengan Siska. 


   Harusnya aku memilih jurusan yang jarang dipilih siswa lain. 


   Harusnya aku mendengarkan kata teman-temanku untuk tidak memilih jurusan itu. 


   Harusnya.... 


   Harusnya.... 


   Dan harusnya lainnya....


   Kalimat itulah yang selalu berputar dalam ingatanku. Aku termenung pada waktu itu di lantai kamarku yang dingin. 


   ‘Meski dari awal aku tidak berharap lolos. Tapi, kenapa setelah menerima hasilnya tetap saja aku bersedih? Apa selama ini aku membohongi diriku sendiri dengan mengatakan hal tersebut?’


   “Ca, ayo turun ke lantai bawah! Kita sudah sampai di pelabuhan Merak.” 


   Aku mengikuti langkah bu Mira dari belakang dengan pelan agar tidak jatuh dari lantai tangga yang licin. Kami menuju ke ujung sudut kapal tempat bus kami berada. Dingin itulah yang kurasakan pertama kali masuk ke dalam bus. Mungkin Karena AC dalam bus menyala.


   “Tidur aja Ca! Ntar ibu bangunin kalau udah sampai ke pemberhentian bus. Kemungkinan malam kita sampai di Bandung Ca. Kamu tidur aja, ntar muntah lagi,” 


   Aku memejamkan mataku, sudah hampir dua hari aku berada di bus. Seharian kemarin aku mengalami muntah sebanyak lima kali dan itu mengurus energiku. Meski sudah memakan antimo tetap saja aku mengalami mabuk perjalanan. 


   Selama di bus mungkin hanya beberapa jam aku tertidur. Mataku dan pikiranku tidak mau berkompromi untuk tidur. Di saat akan tertidur ada saja yang membuatku terbangun. Orang berjualanlah, pengamenlah, juga bu Mira yang memaksa aku untuk makan.


   Melihat para pengamen bernyanyi untuk mencari nafkah membuatku sedih. Apalagi ada anak-anak yang harusnya menginjak bangku sekolahan malah mereka bekerja membantu keluarga mereka. Syukur, aku terlahir bukan diantara mereka. Meski tidak menginjak bangku perkuliahan setidaknya orang tuaku dapat menyekolahkanku sampai tamat SMA. 


   Kebanyakan para pengamen yang aku lihat dari televisi maupun artikel mereka adalah para perantau yang berniat untuk mencari kerja tapi kesulitan mencari pekerjaan membuat mereka memilih menjadi pengamen. 


Bagaimana dengan diriku nanti? Apa aku dapat membahagiakan orang tuaku?’


    Melihat para pengamen bernyanyi membuatku bercermin. 


   Apa nasibku akan sama seperti mereka? 


   Apa aku akan menjadi gelandangan disini? 


   Apakah aku akan dapat pekerjaan yang layak?


   Pertanyaan-pertanyaan itu selalu berputar dikepalaku setiap ada pengamen yang datang. 


   ‘Menjadi pengamen bukanlah keinginan setiap orang. Tapi, kesempatanlah yang memaksa mereka untuk menjalaninya.

TBC

Mengejar Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang