05

0 0 0
                                    

Happy Reading 

   Waktu terus bergulir, Melewati kerikil maupun batuan besar dalam kehidupan. Hidup diantara orang-orang bermuka dua, membuatku sadar bahwah kita tidak boleh percaya dengan manusia tapi percayakanlah sesuatu pada sang maha pencipta. Di depan kita bisa saja mereka bersikap manis. Tapi, di belakang kita siapa yang tau? 

    Aku terus bertanya-bertanya. Tidak tau, kapan setiap pertanyaanku terjawab.

   Bulan ini, aku akan melaksanakan ujian sekolah. Masih teringat olehku apa saja yang telah terlewati. Dari setiap pengalaman yang ku alami membuatku tau hidup itu keras. 

    “Aca, kamu nanti milih jurusan apa?” tanya Sinta padaku.

   “Belum tau Nta. Rencananya mau milih Sastra Indonesia tapi Siska kelas sebelah juga milih itu. Lagian Aca juga gak terlalu mikirin jurusan Nta, lulus pun Aca belum tentu bakal kuliah.” 

   “Ca, kamu itu gak boleh pesimis! Kamu harus optimis buat ngeraih mimpi kamu! Belum berperang aja kamu udah menyerah Ca. Gimana Tuhan mau bantu kamu Ca, kamu aja gak mau berjuang.” 

   “Nta... Gimana Aca mau berjuang. Kamu mah mending lahir di keluarga yang mampu. Nah, aku buat makan aja dapat itu udah bersyukur banget. Meski katanya kuliah ada beasiswa dari pemerintah tapi tetap saja itu belum cukup. Belum biaya kos, biaya makan, biaya jajan, dan biaya lainnya. Emang uang dari pemerintah cukup buat semua pengeluaran?”

   “Mungkin dari yang kamu jabarkan tadi memang gak cukup buat pengeluaran semasa kuliah. Tapi, jika ada kemauan pasti ada jalan Ca.” tekan Sinta padaku. 

   “Ta, kita bicara secara realita aja ya. Dari banyak alumni dari sekolah kita ini hanya anak yang orang tuanya mampu saja yang dapat menyelesaikan kuliahnya Ta. Sedangkan yang kurang mampu, diawalnya berjalan lancar. Nah, makin ketengah yang ada makin sulit perjalanan yang harus dilalui Ta. Dan akhirnya, kuliah mereka pun berakhir di tengah jalan. Itu yang bikin aku pesimis buat kuliah Ta, aku takut kuliah ku berakhir di tengah jalan.” 

   Mendengar penuturanku membuat Sinta terdiam. Beruntung kami datangnya pagi sehingga tidak ada siswa yang mendengar perdebatan kami. 

   “Terus kalau gak kuliah, kamu kerja kemana Ca?” tanya Sinta mengalihkan pembicaraan kami dari masalah tadi ke yang lain karena siswa lain sudah mulai berdatangan. 

   “Belum tau, Ta. Aku belum kepikiran mau kemana. Lagian prinsipku sekarang, jalani aja. Gak usah masalah kecil diperbesar dan masalah besar jangan dibikin tambah besar.”

   “Pusing jadinya dengar jawaban kamu Ca. Harusnya langsung aja jawab ke intinya. Nah, kamu berbelit-belit mirip ular ngomongnya.” ledekan Sinta membuatku melotot padanya. Tapi Sinta tetaplah Sinta yang kepekaannya terhadap sesuatu sangatlah minim. Dia malah mengedikan dagunya padaku seolah bertanya Ada apa? Dan aku menjawab sambil menggelengkan kepala padanya. 

TBC

Mengejar Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang