07

0 0 0
                                    

Happy Reading 

   Mataku menerawang ke atas. Rasa rinduku pada mama, ayah serta adikku membuatku selalu menangis selama seminggu ini. Di tengah malam, aku menahan isak tangis dengan menutup mulut dengan kain. 

   Dulu aku berpikir kalau berpisah dengan orang tua pasti amatlah menyenangkan. Tidak akan ada lagi yang memarahiku saat aku bermain gadget  sampai larut malam juga tidak akan ada lagi yang mengatur jadwal tidurku. Nyatanya di sini aku amat merindukan masa-masa aku dimarahi oleh orang tuaku.

   Di rumah biasanya aku dapat melakukan apa pun dengan bebas. Tapi, di sini setiap aku bertindak aku harus berpikir terlebih dulu. Karena aku sadar, aku tidak memiliki hak di rumah ini. 

   Setiap di sepertiga malam, aku akan melaksanakan sholat tahajud. Aku selalu berdoa semoga dengan datang ke pulau Jawa ini aku dapat mengubah hidupku juga dapat membalas jasa orang tuaku dengan membahagiakan mereka suatu saat nanti. 

   “Ca, hidup di rumah orang kamu haruslah ringan tangan juga perbanyak bersabar di sana. Namanya merantau ada susah senang yang akan kamu jalani. Tidak mungkin kamu akan langsung merasakan enaknya. Itu semua perlu proses, perjuangan, dan pengorbanan yang berat. Jika kamu sudah tidak sanggup berada di sana, pulang saja ke rumah. Kami tidak pernah memaksa kamu untuk bekerja setelah tamat sekolah. Ini pilihan kamu jadi susah senang kamulah yang akan menjalaninya. Kami di rumah hanya bisa mendoakan kebahagian kamu disana.” 

   Pesan dari mama teringat olehku. Pada saat itu mama menangis menyampaikannya dan aku tau meski ayah tidak mengeluarkan air mata pada saat itu ia amatlah bersedih karena akan berpisah dengan anak perempuannya ini. 

   “Kamu anak pertama juga perempuan. Ayah tau, anak perempuan itu selalu diremehkan. Kami hanya memiliki kamu untuk dapat membanggakan kami, lihat adikmu dia masih kecil dan perjalanannya masih panjang. Itu tugas kamu untuk dapat menyekolahkannya sampai jenjang yang lebih tinggi. Kamu harus bisa membuktikan meski kamu anak perempuan tapi kamu tetap bisa membanggakan kami. Jadi, jalani saja apa yang digariskan padamu. Jangan sia-siakan pengorbananmu ke sana. Jika ingin menangis maka menangislah. Tidak usah malu mengeluarkan air mata. Tapi, ingat pesan Ayah! Apa pun yang terjadi jangan pernah mengeluh. Bersyukurlah, mungkin itu rintangan menuju takdirmu.”

   Berbeda dengan mama, ayah berpesan agar aku selalu kuat menghadapi segala rintangan karena aku masih memiliki tanggung jawab pada adikku. Ayah mengajarkanku untuk selalu tegar. Ia selalu mengangapku istimewa meski aku perempuan ia selalu mengingatkan, ‘Kamu itu anak pertama, jadi kamu itu harus bisa jadi laki-laki. Kamu harus kuat untuk melindungi adik-adikmu.’ 

   Terkadang aku heran, apa ayah menyesal karena tidak memiliki anak laki-laki. Tapi ayah selalu menjawab, ‘Ayah tidak pernah menyesal memiliki anak perempuan. Malah ayah merasa bangga, meski kamu perempuan kamu tidak pernah berlari mengeluh pada kami orang tua setiap kamu bermasalah. Kamu malah menangis dalam diam seperti laki-laki yang tidak mau memperlihatkan sisi lemahnya.’

   Setiap mengingat ayah terkadang aku merasa kuat. Aku terus memotifasi diriku, ‘Bahwah masih ada orang yang harus aku bahagiakan dan banggakan.’ Kalimat itu terkadang cukup ampuh, namun jika aku terlalu larut dalam kesedihan malah pernah aku berniat untuk kabur dari sini.

TBC

Mengejar Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang