Happy Reading
Dari wajah Brian dapat kulihat kalau dia menyukai Tessa teman satu karyawan dengan kami di pabrik. Malah awal aku kerja di sini aku sudah mengetahui fakta itu lebih dulu. Dilihat dari tingkah Brian yang suka curi pandang pada Tessa tapi sepertinya cinta Brian bertepuk sebelah tangan karena Tessa telah memiliki kekasih.
“Tessa itu si biang gosip di pabrik. Kok bisa Brian suka sama dia Ca? Mending kamu kemana-mana dari dia, malah jika kalian berjodoh pasti keluargaku bakal setuju,” ungkap Briana padaku.
“Yana, Brian itukan saudara kembar kamu. Harusnya kamu bisa memahami dia. Apalagi dilihat-lihat Tessa lumayan baik kok. Lagian perasaan itu tidak dapat kita atur, kita cuma bisa mengarahkannya. Jika perasaan kita jatuh pada orang yang tepat, kita bisa lanjut. Tapi jika pada orang yang salah, mungkin ya sampai di sana aja udah cukup.”
“Kamu pernah mengalaminya Ca?”
“Disebut mengalami enggak juga. Aku hanya sekedar mengagumi, aku tidak berani bertindak. Dia aja mungkin gak tau namaku. Cuma aku sendiri yang mencari tau tentangnya,” jawabku sambil mengingat dia orang yang kukagumi di masa putih abu.
“ngenes amat cerita cinta kamu Ca. Kamu sih, suka itu sama orang yang tau sama kita. Kalau dia aja gak kenal sama kamu, ya gimana dia tau kamu suka sama dia.” ledek Briana padaku yang kubalas dengan dengusan.
“Dasar, kamu sih gak pernah ngalami. Coba aja kamu yang ngalaminya. So, pasti kamu bakal ngerti.”
“Iye-iye Ca,” balasnya padaku.
***
Banyak hal yang kusyukuri selama bekerja di pabrik. Merasakan apa yang namanya bekerja keras sampai tak ada waktu untuk tidur hanya demi mengejar bonus yang tak seberapa nilainya bagi mereka. Masalah gajilah yang menjadi permasalahanku. Antara ingin bertahan atau pergi itulah yang menjadi buah pikiranku saat ini.
Jika bertahan, kapan adanya perubahan? Tapi, jika pergi mencari yang lain apa itu mungkin?
Mencari pekerjaan di masa sekarang itu sulit. Ini saja membutuhkan waktu yang lama aku mendapatkannya. Masa aku lepas? Apa itu akan sebanding dengan yang aku dapat nanti?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang berputar dalam pikiranku selama bekerja sehingga setiap ada yang mengajakku bicara aku tidak menyadarinya. Karena fokusku bukan di sini lagi, fokusku sudah bercabang-cabang setelah bicara dengan salah satu teman sekampungku juga tetanggaku di kampung.
Flashback
“Ca kalau boleh tau gaji kamu berapasabulan kerja di pabrik itu?” tanya Monik tetanggaku di kampung.
“Gaji di sini kecil Mon,” jawabku padanya.
“Iya kecilnya berapa Ca?”
“Gak sampai dua,” jawabku jujur.
“Bukan mau sombong aku ya Ca. Mending kamu ke Karawang aja kerjanya Ca. Aku bantuin ntar cari-cari lowongan yang gajinya lumayan gede dibanding di sana,” tawar Monik padaku membuatku tergiur mendengarnya. Tapi aku teringat kalau mencari kerja tidak segampang itu.
“Aku pikir-pikir dulu Mon. Lagiankan kamu tau, kalau cari kerja gak segampang itu. Kamukan tau, aku itu pendek jadi susah cari kerja yang gajinya kayak kamu.”
Dia terdiam selama beberapa saat setelah mendengar perkataanku. Aku tau maksudnya itu baik menawarkan aku kerja di Karawang. Dia tau bagaimana perekonomianku. Hal itu mungkin yang membuatnya berani menawarkan hal itu padaku.
“Ya udah Ca. Dipikir matang-matang aja dulu. Jika kamu berubah pikiran hubungi aja aku nanti. Aku tutup sambungannya ya,”
“Iya Mon. Makasih,” jawabku padanya lalu suaru telpon dimatikan pun berbunyi yang membawa sajuta kegundahan padaku.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Takdir
General FictionSeorang gadis yang bermimpi dapat mengangkat derajat kedua orang tuanya. Ia berharap dengan keberangkatannya ke pulau Jawa dan meninggalkan pulau Sumatera ia bisa mengubah takdir hidupnya. Jika perlu ia rela menyebrangi lautan dari negara satu ke ne...