16. nobar 🎥

8 2 0
                                    

Ya Allah Yang Maha Besar
Hamba takut kalau melanggar
Takkan ku cari pacar
Ada yang cocok langsung kulamar

Eaaakkk

∆∆ typo bertebaran ∆∆

"pemenang pertama lomba LCC hari santri ialah, pesantren cabang Al Falah !" Suara MC menggema pada sound system' di lapangan itu. Sontak saja, sisterlillah yang sedari tadi tak sabar menunggu menghamburkan pelukannya satu sama lain.

Jihan kemudian maju untuk mewakili timnya menerima hadiah. Piala berukir gunungan dan piagam ia terima dengan senang hati dari juri wanita. Tersenyum dan bersalaman kemudian diabadikannya oleh juru kamera.

"Nggak nyangka aku loh, kita dapet poin sebanyak itu". Kata Karin yang menggandeng tangan Jihan. Mereka tengah berada di Arpusda kota, di bioskop kecil, dan tengah menuju tempat duduknya di tengah barisan.

Merekapun segera duduk.

"Kan ada mbak cercaan ini loh. Masa kalah sama pesantren utama". Dinda berbisik bisik karena sudah ramai santri dan film yang akan segera diputar.

"Kalah pun ngga papa asal ngalah sama mas nganu".

"Siapa?mas Raihan itu to? Mending mas Umar," kata Dinda.

"Opo kok, Umar cungkring gitu. Tapi si Mayan lah".

"Kaaan. Awas loh ntar suka sama mas Umar. Udah tak gebet dari doa loh, jalur langit ini".

"Ustadz Handy nggak jadi toh?" Tanya Jihan menggoda Dinda.

"Nggak deh. Aku terlalu astaghfirullah untuk dia yang masyaa Allah. Nggak kuat aku".

"Sstttt. Filmnya mau mulai". Karin menepuk tanganku.

Layar lcd itu mempertontonkan film islami berjudul Sang Kyai. Kisah tentang penjajahan Jepang Tahun 1942 yang melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia Raya dan memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan Sekerei. Tokoh besar agamis saat itu KH Hasyim Asyari, menolak melakukan Sekerei karena tindakan itu menyimpang dari aqidah agama Islam. Sebagai umat Islam hanya boleh menyembah kepada Allah SWT. Karena tindakan berani itu, KH Hasyim Asyari ditangkap Jepang. Salah satu santri KH Hasyim Asyari, Harun, menghimpun kekuatan santri untuk melakukan demo menuntut kebebasan KH Hasyim Asyari. Tapi cara tersebut malah menambah korban berjatuhan*.

Namun, nampak seorang santriwan di belakang sana mengamati satu persatu hijab santriwati dari jauh. Celingukan. Memastikan gadis itu menepati janjinya nanti.

****

Film telah usai. Para penonton meninggalkan tempat, termasuk pula sisterlillah, yang masih tergugu menyaksikan film itu.

Raihan melambaikan tangannya saat Jihan tidak sengaja melihat Raihan. Mengkode untuk bertemu.

"Anterin ketemu mas Raihan yuk". Kata Jihan pada kedua sahabatnya.

"Kuy. "

Dan akhirnya mereka bertemu di taman samping gedung Arpusda, taman dengan kolam dan pohon yang rimbun, rumput hijau dan pohon bambu kecil di sekeliling pagar yang membatasi Arpusda dengan gereja katolik di sebelahnya.

Raihan tengah duduk menunggu dan berdiri begitu Jihan dkk datang.

"Assalamualaikum". Kata Jihan menyapa. Raihan dan Umar menjawabnya dengan senyum.

"Saya mau mengambil buku saya". Kata Jihan.

Raihan kemudian mengambil buku itu dari saku dalam jas pesantrennya.

"Ini, tidak saya baca isinya. Hanya mencari info dari pemiliknya". Raihan menyodorkan buku itu dan langsung di ambil oleh Jihan .

"Jazakallahu Khoir".

"Kalian langsung pulang?"

"RAIHAN!" seorang pemuda berambut poni panjang, kaus pendek Kumal dengan celana jeans sobek sobek itu melambaikan tangannya dari sisi seberang kolam yang tidak jauh dari tempat Raihan berdiri.

"Oi! Sini!" Raihan melambaikan tangannya.

Jihan dan Dinda menatap pemuda itu sekilas dan menunduk tidak suka. Sedangkan Karin justru mencuri curi pandang dengan Raihan yang tersenyum lebar melambai ke temannya itu.

"Weeeh, dah selesai ya nontonnya?" Kata pemuda itu menyalami akrab sabahatnya.

"Udah".

"Eh, ada ukhty, kenalin Napa Han, santri di tempatmu?"

"Ooh. Bukan. Ini tadi aku ngembaliin bukunya Jihan yang tengah ini, hijab marun ini Dinda, dan hijab krem ini Karin, mereka dari pesantren cabang Al falah".

"Hai, gue Afriansyah awali, panggil aja syeh. Salken yak". Pemuda bernama syeh itu melambaikan tangannya ceria , untuk kemudian terdiam menatap wajah Jihan yang menunduk.

"Karena sudah selesai. Kami pamit dulu, assalamualaikum". Sisterlillah meninggalkan tempat. Mereka (Raihan dkk) justru mengekor ketiganya pergi.

Syeh menyandarkan tangannya di pundak Raihan menatap Jihan, begitupun pemilik pundak itu, sedangkan Umar menatap Karin.

Entah mengapa Syeh meraba dada kirinya, berdegup kencang.

'apa ini?'

"Lagi ngapain kamu disini?" Tanya Raihan begitu sisterlillah sudah pergi dari pandangan.

"Eh? Kebetulan lewat sini abis nganter barang. Btw, lu ngapain di Arpusda?"

"Ini acara harlah pesantren utama, nobar".

"Wih, asek nih. Gua kagak diajak".

"Makanya mondok aja. Banyak kegiatan seru, nih kayak nonton tadi. Ampe mewek si Raihan". Kata Umar.

"Dih, cowok mewek. ". Syeh mengerutkan dahinya menatap Raihan.

"Di kasih air mata tuh digunain. Buat apa kalo di kasih malah di empet terus nggak digunain.".

"Yee, boy tuh nggak boleh cengeng, cengeng cuma buat girl".

"Nggak. Aku nggak setuju".

"Gue yang setuju kok".

"Main ke pesantren yuk Syeh". Ajak Umar.

"Yok. Nanti dikasih empan ya".

"Yeee, ples ilmu yang bermanfaat deh kalo sekalian nyantri". Tukas Raihan.

"Ogah. Banyak banget peraturan, nggak suka gue. Nggak biasa ".

"Nanti juga terbiasa".

"Eh, btw, itu cewek tadi nyantri juga?"

"Ya kan aku bilang nyantri di pondok cabang.".

"Cakep juga ya".

"Giliran yang bening aja gercep kamu". Kata Umar mengacak rambut panjang Syeh.

"Eits. Rambut anak ganteng. Gosah colek colek".

" Si bocah. Kamu abis ini langsung balik?" Tanya Raihan.

"Iyo. Gue ditungguin Abang di parkiran Deket rumah makan. Gue duluan ya, Babay". Melambaikan tangan.

"Salam dulu dong. Anak ganteng masa Babay". Kata Raihan agak berteriak karena Syeh yang tiba tiba saja pergi.

"Samlekom". Kata syeh yang melambaikan tangannya dengan berlari menjauh. Raihan hanya menggelengkan kepala.

"Sohib ku kok gini amat yak'.

To be continued

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang