Mughrom...
Qolbii bihubbika mughrom
Ya musthofa al-mukarram
Ya Rasullallah∆∆ typo bertebaran ∆∆
"kok bisa keserempet ndhuk. Gimana ceritanya?" Tanya nyai Sidur.
"Jadi seperti ini nyai. Saya tadi hendak menyebrang ke sisi jalan. Karena ada mobil yang melaju kencang jadi saya tunggu lewat. Saat itu suasana sedang lengang, tidak banyak orang, tapi ada gerobak dari arah berlawanan. Mungkin menghindari kecelakaan, jadi mobil itu mepet ke sisi jalan dan tidak sengaja menabrak dek ini". Cerita si bapak. Jihan hanya meringis mengangguk.
"Begitu. Njenengan putranya pernah nyantri disini to?"
"Betul nyai. Tepatnya saat asrama pengajar dibangun.".
"Ooh iya. Matur nuwun nggeh pak. Udah nganterin Jihan pulang.".
"Sama sama nyai. Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum". Pergi.
"Sini tak obati dulu. Abis ini kamu ke kamar saja. Istirahat. Pasti syok kan kamu". Nyai sidur mengeluarkan p3k nya, dengan hati hati mulai membersihkan luka di siku tangan Jihan.
"Tidak apa apa nyai. Biar ceper selesai".
"Kamu ini sakit lho ndhuk. Biar di garap yang lain".
"Jihan ikut bantu bantu aja nyai. Sambil bantu packing juga".
"Tapi sambil istirahat lho. Sampe mblondas gini lututnya".
"Nggih nyai".
Dalam 30 menit. Seantero pesantren tau kabar Jihan. Berita bertajuk 'Jihan terluka karena keserempet mobil di pasar' di dengar seantero pesantren. Gemparlah sudah.
Syeh yang saat itu tengah beristirahat selepas menata panggung langsung ngibrit ijin keluar pesantren pasca mendengar kabar Jihan. Umar pun segera mengikuti Syeh saat tau bahwa Jihan pergi dengan Karin .
Mereka berdua terengah engah begitu kembali ke pesantren.
"Karin!" Panggil Syeh yang melihat Karin baru saja keluar dari pintu ndalem. Syeh melambaikan tangannya.
"Syeh, kok aku ditinggal si". Umar dibelakangnya menyusul.
"Afwan. Buru buru". Jawab Syeh begitu Umar sampai disampingnya.
"Ada apa?" Tanya Karin yang berjarak 3 meter di depan syeh.
"Nitip buat Jihan" menyerahkan kantong kresek hitam".
Karin menerimanya "Apa ini?"
"Plester ama salep. Katanya Jihan keserempet mobil kan. Tolong kasihin dia ya".
"Ini juga nih, nitip ya. Buat kalian". Umar menyerahkan kantong plastik putih.
Karin pun kembali menerimanya "Ini apa?"
"Cemilan. Biar nggak bosen. Hehe".
"Jazakallahu Khoir. Nanti saya sampaikan".
"Iya. Makasih juga ya". Syeh.
"Afwan. Saya pamit, assalamualaikum".
Syeh menatap kepergian Karin dengan senang. Ada raut kelegaan disana.
******
1 jam sebelum acara dimulai.
Grup Hadrah tengah menyenandungkan syairnya yang menggema di pesantren itu. Tamu tamu mulai berdatangan. Para santrinya pun sudah rapi dengan baju kebangsaan pesantren, hijau tua dengan selingan motif batik.
Di kamar 1, Karin tengah menunggu Jihan yang sedang membersihkan dirinya selepas packing Snack tadi yang ditambah jumlahnya.
"Wiiih, makanannya siapa nih?" Ujar Dinda membuka kantong kresek putih di rak Karin.
"Eh, iya Nda. Tadi tuh mas Umar nitipin itu.".
"Buat siapa? Aku? Aaa, Mamas ih". Terang Dinda malu malu kemudian mengambilnya.
Karin hanya mengedikkan bahu, kembali memikirkan sesosok santriwan yang sedari bertemu ia tersepona.
'rin, saya boleh tanya?' tanyanya begitu mereka bertemu di masjid selepas pengajian subuh. Jarak mereka tersekat tangga yang menuju lantai 2 masjid, hanya beberapa anak tangga.
'boleh. Mau tanya apa?' tanya Karin. Degub jantungnya sudah tak beraturan sejak tadi. Meskipun ada para santriwati yang tengah membersihkan karpet, ia begitu gugup seperti sedang berdua dengan Raihan.
'apa Jihan sudah ada tambatan hati?' tanya Raihan.
Karin terkejut, untuk apa Raihan menanyakan demikian padanya?
'saya tidak tau mas. Tapi sepertinya tidak, dia tidak menceritakan apapun mengenai perasaannya pada orang lain'.
'syukurlah kalau begitu'.
"Rin?"
"Innalilahi. Kaget Han".
"Ngalamun sih. Di panggil dari tadi juga".
"Manggil aku tah? Kenapa?"
"Katanya tadi ada yang mau dikasih".
"Ooh iya. Sebentar". Karin mengambil kantong kresek hitam pemberian Syeh, dan di berikan pada Jihan.
"Apa ini?"
"Plester, sama apa lah itu".
"Dari siapa?"
"Mas Syeh. Tadi waktu aku mau ngangkatin jemuran, ketemu mas Syeh, sama mas Umar. Terus mereka nitip ini sama cemilan tuh " katanya menunjuk Dinda dengan dagunya.
"Mas Syeh?" Jihan mengeluarkan isi kantong plastik itu di lantai. Ada plester, salep luka, obat merah dan kain kasa.
'perhatian sekali'. Senyumnya.
"Mau di pake? Aku bantu".
"Boleh". Karin mengoleskan salep luka pada pipi dan telapak tangan Jihan, kemudian menempelkan plester.
"Biar aku aja Rin. " Kata Jihan yang meminta salep untuk lutut kakinya.
"Jangan jangan mas Syeh suka sama kamu Han".
"Ah masa? Darimana tau?"
"Yee, dikira aku nggak mergokin mas Syeh curi curi pandang ke kamu apa. Ditambah lagi beliin kamu plester, tadi aja waktu ngasih ini mukanya khawatir banget".
"Ah masa?"
"Ish. Beneran lah".
"Terus kamu sama mas Raihan gimana?"
"Yah gitulah. Nggak ada kemajuan, jalur langit pun kayaknya nggak direstui deh".
"Jangan gitu ah. Nanti malah tau tau kalian nyebar undangan duluan".
"Pinginnya sih gitu. Tapi ya, nggak tau lah".
Jihan selesai memplester lututnya.
"Syukron Rin udah bantu. Aku siap siap bentar, terus turun oke".
"Iya. Aku tunggu di depan".
Jihan menyimpan kembali sisa plester dan salep di lemarinya dengan hati yang berbunga.
'apa aku jatuh cinta?'
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang kehidupan seorang santriwati yg memiliki keunggulan luar biasa dibanding santriwati lainya. Dia banyak membuat laki-laki dari kalangan pesantren jatuh cinta padanya, karena kecantikan, kecerdasan, serta kesholihahanya...