Yaa syahidaan 'ala manaa
Ma'nal izzatii waal ibaa'
Narrohu najman saathi'aan
Yatroo' abiil khibriyaa'∆∆ typo bertebaran ∆∆
Raihan sedang membantu Khoirul di kantor membereskan berkas berkas di lemari. Kertas saling bercecer, map map yang bertumpuk, kardus yang hampir penuh dan debu yang berterbangan terkena kemocheng.
"Ustadz, untuk acara pengumuman lomba itu kan di lanjut acara nobar untuk pesantren utama sama cabang to? Undangannya udah di kasih belum?" Tanya ustadz Bowo pada ustadz Rangga yang tengah membantu Raihan membersihkan rak.
"Belum us. Mau dihantar sekarang kah?"
"Nanti sore. Sekalian saya mau mbesuk ustadz Anam, katanya sakit sampai opname".
"Subhanallah, iya kah? Saya ikut mbesuk ya us".
"Boleh. Kebetulan saya bawa mobil, sekalian beli buah tangan."
"Ana ikut boleh ustadz?" Raihan mengangkat tangannya dan menatap ustadz Bowo.
"Ikut? Mmm, boleh. Mau cari Santriah ya?" Tanya ustadz Bowo menaik turunkan alisnya menggoda Raihan.
"Kan silaturahmi ke ndalem terus mbesuk to? Nah, menjalin ukhuwah kan perlu us, biar dapet pahala". Jelasnya tersenyum kikuk.
"Baiklah. Nanti sore ba'dha ashar temui saya disini ya".
"Baik Us. Syukron".
****
Jam 15:47 p.m
"Awal sekali kesini. Ustadz Rangga mana?" Tanya ustadz Bowo yang baru kembali dari asrama, melihat Raihan yang sudah rapi dengan sarung, jas pesantren dan kopyah putihnya.
"Hehe, takut ditinggal"
"Ealah. Yo wes, tunggu di mobil aja Yo. Sek tak ambil kuncinya".
Setelah ustadz Bowo mengambil kunci, mereka kemudian menuju parkiran yang ternyata ustadz Rangga menunggu di sana.
Segera saja mereka menuju pesantren cabang Alfalah. Butuh sekitar 45 menit untuk sampai di sana.
Setibanya mereka di gerbang pesantren, mereka di suguhi pemandangan ala sore hari. Para santri yang baru selesai mengaji berhamburan keluar kelas. Memanglah di pisah antara santriwan dan santriwati. Santriwan berada di sisi kanan lapangan yang mana terdapat 2 gedung, gedung pertama madrasah dan gedung kedua asrama. Begitupun dengan santriwati.
Ndalem Kyai Salim sendiri berada di bagian tepi pesantren, dekat perpustakaan, sedangkan asrama pengajar berada di belakang masjid yang bisa langsung terlihat begitu masuk ke area pesantren.
Raihan celingukan begitu tiba di sana. Mencari sosok pemilik buku yang ia temukan waktu lomba hari santri. Tapi ia tidak menemukannya.
"Ke ndalem dulu ya Han". Kata ustadz Bowo menepuk pundak Raihan yang tengah celingukan.
Ketiga pemuda itu lantas menuju ke ndalem .
"Assalamualaikum".
"Wa'alaikumussalam. Ealah. Monggo ustadz, kok Ndak ngabari mau kesini. Ndhuk, ndamelke unjukan". Kata kyai Salim yang beranjak ke dalam dan kembali lagi.
"Monggo, duduk. Tadi habis ada tamu la terus belum sempat di bereskan. Monggo, ini santrinya?" Tanya kyai Salim saat bersalaman dengan Raihan.
"Nggeh kyai.".
"Cakep toh. Kemarin ikut lomba ya?".
"Nggeh kyai.".
"Yang menang siapa? Nggak mungkin di borong pihak penyelenggara to?". Kyai Salim kemudian duduk, di susul para tamunya.
"Endak kyai. Semua pesantren mengirimkan santrinya yang terbaik. Jurinya sendiri sampai bingung menilainya". Jawab Ustadz Bowo.
"Nah, unjukane datang.". Kata kyai Salim begitu melihat santriwan yang mengantarkan minum.
"Monggo Monggo teh nya".
"Nggeh kyai".
Selepas Kyai dan tamunya menyesap teh, Kyai Salim pun bertanya "Sowan kesini pastilah bermaksud, kan ngoten? Nah, nanti kalo Ndak di tanya malah bingung mulainya darimana . Monggo jubirnya".
Ustadz Bowo nampak mengengatur napasnya "Bismillah, kedatangan kami kesini yang pertama silaturahmi Kyai, yang kedua untuk mengantarkan undangan akhir acara harlah pesantren utama". Ustadz Bowo menyerahkan sebuah amplop.
"Acara apa ini?" Kyai Salim membuka amplop putih itu kemudian membuka isinya.
"Acara nonton bareng Kyai. Rencananya mau di adakan di Arpusda kota yang bisa request film, dan kuota orang yang bisa menampung banyak".
"Oalah iya iya. Kapan? Oh, harlah pesantren ya? Iya iya. Nanti tak bilang ke ustadz dulu. Dari pagi ini?"
"Paginya ada upacara harlah pesantren, dilanjutkan dengan pengumuman lomba, dan apel penutup hari santri. Jadi untuk nobarnya sendiri kami jadwalkan ba'dha dhuhur Kyai.".
"Begitu. Ini semua santri yang diundang, apa gimana?"
"Hanya peserta lomba Kyai, pas untuk kursi nonton nya juga".
"Oalah iya iya".
Dan berbagai percakapan lainnya. Hingga mereka memutuskan untuk kembali karena sudah sore.
Raihan masih celingukan begitu hendak masuk ke mobil, dan melihat seorang santriwati yang tengah berjalan bersama temannya.
"Assalamualaikum. Mbak mau tanya, kenal Jihan?".
"Wa'alaikumussalam. Kenal mas, mau nitip buat mbak Jihan?".
"Iya, saya nitip surat, tolong disampaikan ya"
"Baik mas. nanti saya sampaikan".
"Jazakumullahu Khoir mbak. Saya pamit assalamualaikum.".
'semoga sampai padamu Jihan' batin Raihan berjalan menuju mobil.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)
Novela JuvenilCerita ini menceritakan tentang kehidupan seorang santriwati yg memiliki keunggulan luar biasa dibanding santriwati lainya. Dia banyak membuat laki-laki dari kalangan pesantren jatuh cinta padanya, karena kecantikan, kecerdasan, serta kesholihahanya...