26. aku melamarmu ❤️💍

15 2 0
                                    

Namat a'yuni yauma
Namat wal haninu nama
Rohat tahtawini
Ru'yat ya Rasulallah

∆∆ typo bertebaran ∆∆

Author POV

Pelataran rumah Jihan telah di datangi 2 unit mobil. Ada Syeh disana. Orang tuanya ikut serta, kakak perempuannya dengan balita, serta adik bungsunya.

Turut juga sahabatnya Raihan, Umar. Iya, mereka kembali berbaikan setelah Umar ngotot memohon pada ustadzah Dela untuk membantunya.

Plesbek

"Plis Us Bantuin saya ya. Ini demi kebaikan Syeh dan Raihan Us". Kata Umar memohon pada ustadzah Dela di serambi masjid.

"Kalian kan udah besar to. Bisalah diurus sendiri".

"Nggak bisa Us. Kalo udah masalah cewek mah mereka kayak batu. Bantuin ya us, ya. Plisss".

"Baik. Saya bantu. Tapi kan Raihan udah balik ke pesantren utama, terus gimana?"

"Nanti sore mau kesini Us. Ngembaliin bukunya ustadz Handy. Nah nanti saya yang ngajakin Raihan kesini. Ustadzah ngajakin Syeh kesini".

"Baik. Panggil saya ya kalau Raihan sudah kesini".

Dan akhirnya didudukkan lah mereka berdua, di temani ustadz Handy dan ustadzah Dela.

"Raihan, Syeh. Kalian nggak ngerasa bersalah gitu persahabatan kalian merenggang kayak korset?" Tukas ustadz Handy. Ia baru tau ternyata Santri didiknya ada yang seperti itu.

"Enggak tuh. Aku b aja".

"Astaghfirullah. Syeh, nggak baik loh mendam unek unek kaya gitu".

"Siapa yang mendem Ustadzah. Dari awal kan dia duluan yang menjauh. Saya tidak tau letak salah saya dimana".

"Nah Raihan. Kamu ada unek unek apa?"

"Saya merasa tidak fair bersaing dengan Syeh, ustadzah. Apa si yang dibanggakan dari Syeh sehingga Jihan lebih memilih dia dari saya? Bukankah saya lebih layak untuk Jihan dari dia?" Raihan nampak melirik Syeh.

"Astaghfirullah. Raihan, itu namanya riya' dan hasad. Kamu menyombongkan diri kamu atas apa yang sudah Allah berikan padamu. Pasanganmu telah ditentukan jauh sebelum dunia ini diciptakan. Untuk apa merebutkan takdir orang lain?"

"Ya tapi kan jodoh juga perjuangan Us. Saya sudah berjuang di sepertiga malam saya, memantaskan diri sebaik mungkin. Dan, saya mendapat malu atas penolakan itu Us".

"Yang nolak kan jihan, kok marahnya ke Syeh?" Tanya ustadz Handy.

"Sebab dia yang dipilih Jihan. Hebatnya dia apa coba?",

"Emang lu hebatnya apa si? Ngerasa Gedhe banget".

"Yang jelas aku lebih dari kamu".

"Sudah sudah. Masalahnya hanya menerima takdir. Jihan bukan untuk kamu Raihan, mau sekuat apapun kamu mencoba kalau dia bukan untuk kamu, ya sudah. Allah pasti gantikan ia dengan yang lebih baik. Allah patahkan hatimu sebab ia ingin kamu lebih mencintai-Nya dulu sebelum mencintai hambanya". Tutur ustadzah Dela.

"Dengerin tuh".

"Syeh". Ustadz handy.

"Raihan sudah besar to. Pastilah tau maksud ustadzah tadi".

"Mereka juga nggak jenguk jengukan Us waktu sakit". Adu Umar

"Masyaa Allah benar itu?"

Raihan dan Syeh mengangguk.

"Kenapa sampai begitu?"

"Waktu Syeh sakit, di pesantren utama sedang ada acara Us, jadi nggak sempat jenguk. Karena Syeh pikir Raihan sengaja nggak jenguk, terus akhirnya pas Raihan sakit Syeh nggak mau jenguk." Jelas Umar.

"Betul begitu Syeh?"

"Na'am ustadzah. Kan impas Us, dia nggak jenguk, saya juga".

Ustadzah dela menghela napas pelan.

"Kalian tau ada berapa kewajiban muslim atas muslim lainnya?"

"5 Us." Jawab Syeh.

"Salah satunya?"

"Menjenguk dan mendoakan yang sakit". Kali ini Raihan yang menjawab.

"Nah, kalian tadi seperti itu tidak?"

"Tidak us".

"Dibenarkan tidak?"

"Tidak us".

"Maka dari itu, untuk masalah kalian yang pertama maupun yang terakhir. Ayo maaf maafan".

Hening.

"Salim gini, terus bilang, maafkan saya Fulan". Ustadz handy mengambil tangan kanan Raihan dan syeh kemudian menjabatkannya.

"Ayo bilang".

"Maafkan saya Raihan"

"Maafkan saya Syeh".

"Nah, gitu kan lebih baik".

Plesbek off

Dan berakhirlah mereka sekarang di rumah Jihan. Bermaksud menepati janji Syeh dengannya setahun yang lalu.

"Saya tuh kaget, kok tiba tiba ada mobil parkir di depan. Eh, ternyata pak Agus sama Bu Nur".

"Iya pak. Sehat to? Maaf tidak mengabari dulu".

"Nggak papa. Kebetulan toko saya titipkan ke mbak Yas. Oh iya, perlu dengan Jihan to? Tadi sudah saya telpon untuk segera balik. Ndak Taulah dia sampai mana".

"Tidak apa".

"Eh, minumnya lho, keburu dingin".

"Iya pak".

"Maaf pak, saya mau numpang kamar mandi hehe". Kata Syeh pelan pada ayah Jihan.

Pak Agus mengikut syeh pelan, mengisyarat kan bahwa itu tidak sopan.

"Oalah Monggo. Lurus saja ke dapur, nanti noleh ke kiri, ada pintu kamar mandi, nah disana".

"Ngapunten nggeh pak, nuwun sewu".

Menujulah Syeh ke dalam. Sembari memandangi pernak pernik rumah. Rumah yang sederhana, cukup untuk keluarga Jihan yang beranggotakan 4 orang termasuk Jihan dan adiknya.

Terpajang foto Jihan di salah satu pintu kamar yang diduga kamar Jihan. Foto ketika Jihan masih kecil sekitar 2 tahunan, tersenyum lebar manampakkan giginya.

'cantik' gumam Syeh kemudian bergegas ke kamar mandi.

Cklekkk.

Syeh keluar dari kamar mandi dan terkejut melihat seseorang yang berdiri di depannya.

"Jihan?"

"Mas syeh?"

To be contined

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang