2. lamaran?💢

27 3 0
                                    

Selamat hari lamaran. Minal aidin wal faizin🙏

∆∆ typo bertebaran ∆∆

Jihan begitu terburu menuju ndalem yang agak jauh dari asrama, tersekat satu gedung madrasah dan perpustakaan pesantren.

"Jihan" panggil seorang pemuda di depan perpustakaan.

Jihan menoleh lantas menundukkan kepalanya "dalem gus" katanya kemudian mendekat pada Gus Nur, putra ketiga Kyai Salim.

"Ditimbali abah lho dari tadi" Gus Nur menyimpan kedua tangannya di belakang tubuhnya, menatap hijab yang di kenakan si empu yang menunduk.

"Iya Gus, saya mau ke ndalem. Maaf saya pamit, assalamualaikum" Jihan kemudian melanjutkan berjalannya menuju ndalem lewat pintu depan.

"Assalamualaikum" salamnya begitu sampai di ndalem.

"Wa'alaikumussalam. Masuk ndhuk" kata nyai Sidur yang menggeser tempatnya duduk untuk jihan.

Dan terpampanglah di hadapan Jihan, 3 orang pemuda, 2 orang tua dan anak kecil. Kyai Salim lantas tersenyum.

"Ini lho Jihan. Murid nomor 1 seantero pesantren. Murid kebanggaan saya" turur kyai Salim dengan senyum yang merekah.

"Jihan" panggil kyai.

"Dalem kyai".

"Ini lho ustadz Hanafi, pengajar pondok cabang an-nur, sebelahnya itu adiknya, bapak ibu ini orang tuanya ustadz Hanafi, dan yang kecil itu keponakan ustadz Hanafi. Kalo yang pojok ini pasti sudah kenal to?" Kata kyai menepuk pelan pundak lelaki di samping kanannya.

"Sampun Kyai".

"Sopo?"

"Ustadz Handy". Kata jihan tanpa sekalipun memandang Kyai ataupun tamunya, sekilas tadi untuk memastikan perkenalan dari Kyai.

"Nah, ndhuk. Kedatangan ustadz Hanafi kesini bukan lain bermaksud mengkhitbah kamu. Saya mung menjadi perantara ketemunya kalian, masalah keputusan 100% ada di Jihan. Monggo".

Jihan menghela napas sejenak "Sebelumnya Kyai, terimakasih telah memberitahu Jihan mengenai maksud Kyai memanggil saya. Kemudian Mengenai maksud ustadz Hanafi yang ingin mengkhitbah saya dengan membawa keluarga pastilah baik". Ustadz Hanafi dan si bapak mengangguk takzim.

"tapi saya minta maaf ustadz, bukan maksud saya menolak dengan cepat tanpa memikirkan terlebih dahulu,  tapi memang karna saya belum berkeinginan untuk menikah. Saya belum siap untuk membina rumah tangga bersama ustadz. Sekali lagi saya minta maaf" kata jihan yang masih menundukkan kepalanya.

Hening, ustadz Hanafi nampak menghembuskan napasnya berat.

"Jika itu keputusan Jihan, maka sayapun tidak memaksa. Memang sudah resiko untuk siap menerima penolakan, sebab laki laki yang mencari, kalau bukan padanya pastilah ada pada orang lain". Kata ustadz Hanafi yang berusaha menetralkan detak jantungnya yang seperti tidak dialiri darah.

Disampingnya ustadz Handy yang sedari tadi memandangi Jihan menghembuskan napas lega. Seperti mengisyaratkan pada wajahnya 'alhamdulillah, mungkin dia jodoh saya'.

Mungkin, mungkin saja.

++++++++

Jihan tengah berjalan sendirian menuju asrama putri. Sembari bersenandung sholawat untuk mengusir pikiran tentang kejadian di ndalem barusan. Sudah 3 kali dalam 2 bulan ini ia dikhitbah oleh ustadz ustadz kenalan Kyai nya. Bahkan ia sempat mendengar rumor bahwa Gus Hafidz, putra Kyai Salim yang ke dua juga menaruh hati padanya.

"Jihan?" Panggil seorang perempuan dengan jilbab lebarnya di belakang Jihan. Jihanpun menoleh.

"Ustadzah, assalamu'alaikum" sapanya mendekat dan menyaliminya.

"Darimana mau kemana?" Tanya Ustadzah Dela yang membawa buku pelajaran dan sekotak spidol.

"Dari ndalem mau ke kamar ustadzah. Biar saya bantu bawa us" kata jihan mengambil kotak dan buku di tangan ustadzah Dela.

"Jazakillahu khoir. Saya mau kepo nih, ada perlu apa ke ndalem? Di timbali Kyai lagi?"

"Iya Us. Saya di khitbah lagi". Ucap Jihan dengan lesu.

"MasyaaAllah. Di khitbah kok lesu gitu? Menolak kah? Terus alasannya belum siap?"

"Iya us. Bingung saya. Saya kan bukan siapa siapa, tapi di tanyain terus sama ustadz, Kyai, sama Gus Nur juga. Apa saya kena mantra ya us?"

"Hus, ngga boleh su'udhon. Wajar, kan Jihan pinter, cantik. Santriwan juga manggil Jihan kan mbak cercan to?"

"Cercan apa lagi us?"

"Cerdas cantik. Uuuh, kalo di kantor ustadz ustadz pada ngomongin anak didiknya yang mau nitip salam buat Jihan. Malah ada lho anak anak fans nya Jihan."

"Ah masa si us?"

"Iya. Tadi ustadz Anam cerita di kantor".

"Aduuuh. Derita lulus Aliyah nih. Ditanyain terus". Kata Jihan dengan raut sebalnya.

"Eh, Jihan tau nggak?" Tanya ustadzah dela yang tiba tiba berhenti.

"Tau apa us?"

"Ha???" Jihan terdiam begitu ustadzah Dela membisikkan sesuatu di telinganya. Ada rasa bahagia disana, tapi disisi lain ada juga rasa bersalah, tidak enak dan perasaan campur lainnya.

To be continued

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang