21. pacar🐼

8 2 0
                                    

Sholli 'alannabi wit tabassam
Dannanabi tabassam wit tabassam
Dannanabi
Allahumma sholli'alaih

∆∆ typo bertebaran ∆∆

Acara selapanan itu berlangsung lancar. Karin dan Dinda selalu mengapit Jihan di tengah, takut takut di serempet lagi kata Dinda. Padahal Jihan sudah berulangkali mengingatkan untuk tidak berlebihan menjaganya.

Netra Syeh mengekor Jihan dari depan madrasah santriwan. Nampak tersenyum karena melihat pipi Jihan yang tertempel plester. Pede saja bahwa itu plester darinya.

"Senyam senyum. Ngeliatin siapa si?" Tanya Raihan yang tetiba saja nongol.

"Calon pacar".

"Pacar? Yang mana mau jadi pacar kamu?" Raihan turut mencari mana kiranya perempuan yang dimaksud syeh.

"Itu yang paling cantik".

"Santriwati cantik mana mau diajak pacaran".

"Yee, siapa juga yang berani nolak cowok seganteng Syeh Andhika Pratama, auto bahagia hingga akhir hayat, terjamin ama gue mah". Katanya masygul.

"Sampai surga nggak?"

"Ya... ya... ya sampe. InsyaAllah".

"Langsung khitbah aja kenapa si. Pake pacaran segala. Udah tau kan kalo pacaran tuh dosa?".

"Iya tau.".

"Nahhh udah tau. Masih mau pacaran?"

"Masih lah".

"Ehh??"

"Becanda. Oke deh. Gue cabut dulu, samlekom". Syeh pergi dengan riang.

*****

Luka di badan telah mengering, namun tidak dengan hutang berterimakasihnya pada seseorang yang telah memberikan obat luka.

Lepas pengajian subuh, Jihan dan Dinda menunggu Syeh keluar dari masjid di tangga.

"Mas Syeh!" Panggil Dinda. Ia melambaikan tangannya. Begitu melihat Jihan, Syeh langsung datang mendekat.

"Aku tunggu di sana ya Han". Kata dinda menunjuk anak tangga ke pelataran masjid.

"Hai Jihan, eh, maksudku assalamualaikum".

"Wa'alaikumussalam. Maaf mas mengganggu waktunya sebentar".

"Ooh. Nggapapa, buat kamu apa sih yang enggak. Hehe. Gue, eh aku dengan senang hati dengerin kok".

"Saya cuman mau bilang jazakallahu Khoir, untuk obat luka dan plesternya waktu itu".

"Ooh. Itu. Santai aja lah. Sebagai cowok yang punya perasaan kan khawatir kalau pujaan hatinya kenapa Napa".

"Perasaan?"

"Iya Han. Sebenarnya gu-aku ada perasaan sama kamu. Rasa suka, sayang dan cinta.". Syeh nampak menaik turunkan alisnya dan tersenyum.

Jihan hanya diam.

"Maaf kalo gamblang banget bilangnya. Tapi ya emang gu-eh aku orangnya ya gini. Gimana? Kamu terima nggak perasaanku?".

"Maaf mas, tapi saya tidak mau terlibat perasaan kecuali dalam ikatan halal".

"Halal? Nikah?"

Jihan mengangguk.

"Iya si. Terus laki laki seperti apa yang kamu mau?"

"Saya?"

"Iyalah".

"Kalau boleh menyebutkan kriteria, saya ingin dia yang soleh, pandai mengaji, cinta Alquran, dan khatam alfiyah".

"Aliyah anaknya pak haji?"

"Bukan, kitab Alfiyah mas".

"Ohh. Harus banget gitu?".

"Harus yang mananya ya?"

"Harus banget khatam anaknya pak haji? Eh, kitab alfiyah?"

"Kan kriteria to".

"Han, udah belum". Panggil Dinda yang nampak gelisah.

"Sebentar!. Saya sekali lagi cuman mau bilang terimakasih untuk obat lukanya. Saya pamit dulu assalamualaikum".

'kriteria yang mudah. Gue juga bisa'. Batin Syeh dan tersenyum masygul. Mengekori Jihan yang berlalu pergi.

To be continued

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang