Ana uhibuka fillah
Kumencintaimu karena Allah
Jika dia yang terbaik untukku
Dekatkanlah hati kami Ya Allah∆∆ typo bertebaran ∆∆
Semua santri di pesantren cabang Al falah sudah kembali ke pesantren sejak seminggu yang lalu. Dan hari ini nampaknya bertambah santriwan yang nyantri di sana. Siapa mereka?
"Nah, Raihan, Umar sama Syeh kamarnya disini. Ini kamar baru, jadinya belum ada banyak pernak perniknya. Nanti saya panggilkan teman baru disini buat nemenin kalian".
"Syukron ustadz". Kata Raihan kemudian meletakkan tas ranselnya.
"Afwan. Saya tinggal dulu ya, tak panggilkan temennya dulu".
"Baik ustadz."
"Assalamualaikum".
Sepertinya ustadz Anam, Syeh langsung melukar sarungnya dan membuangnya asal.
"Haduh, gerah bet dah. Nggak biasa gue pake sarung". Kata Syeh sembari duduk di tumpukan kasur.
Umar yang meletakkan tasnya di lemari pun berujar "Baru sejam Syeh, nanti tiap hari kamu kudu pake sarung ama peci, pake baju panjang juga. Untung aja gelang sama rambut kamu yang kayak poni kuda itu udah nggak ada. Nanti di potong ustadz baru tau kamu".
"Mumpung belum kesini, beresin aja yuk. Sekalian". Kata Raihan.
"Iya. Beresin Syeh, malah tiduran. Heh". Umar menarik kaki syeh yang tidur telentang.
"Weheh. Anjir, lepasin woi! Iya gue bantu".
"Nah gitu dong. Yuk lah".
Bebereslah mereka bertiga, membersikan lantai, lemari, kasur dan tak lupa mengepel. Setelah selesai, kemudian mereka menuju kamar sebelah. Berkenalan.
*****
"Han, katanya ada santriwan baru". Kata Karin. Sisterlillah sedang berada di depan kamar, mengamati santriwati lain dari lantai 2 gedung asrama itu.
"Oh ya? Syukurlah. Semoga nggak bikin masalah lagi".
"Iya. Nggak penasaran gitu Han?" Tanya Dinda yang sedang duduk di bangku.
"Enggak. Toh, nggak ada hubungannya denganku kan?"
"Kali aja penasaran. Btw, pelajaran nanti di suruh bawa kamus bahasa Arab kan? Udah pinjem belum?" Tanya Dinda.
"Belum si. Mau pinjem sekarang? Perpus kayaknya sepi tuh".
"Kuy la"
Sisterlillah menuju perpustakaan di sebelah gedung asrama. Sekelebat ekor mata Jihan melihat sesosok santriwan yang tidak asing di matanya.
"Hah, itu mas Raihan bukan sih?" Kata Karin yang berhenti tiba tiba. Jihan pun melihatnga. Iya, itu Raihan, dengan sahabatnya Umar, dan satunya lagi si Syeh, sedang berjalan di halaman madrasah yang terdapat pohon cemara.
"Tuh kan, emang ya, semesta tuh adil. Ustadz Handy hilang gantilah yang baru, awww" ujar Dinda gemas.
"Tapi ngapain mereka disini? Bukannya mas Raihan itu di pesantren utama ya?" Tanya Jihan.
"Jangan jangan si santriwan baru itu ya mas Raihan dkk. Masa iya?" Karin nampak menggelengkan kelapanya, heran.
"Weseeeh. Jalur langit bertindak, subjekpun mendekat. Terimakasih ya Allah.". Ujar Dinda menengadahkan tangannya.
"Udah yuk ke perpus aja". Kata Jihan
"Yen Gusti ngrestui, semesta bisa apa". Dinda bersenandung riang.
Entah akan jadi bagaimana selanjutnya. Entah akan baiklah, atau justru yang lain.
Entahlah. Yang jelas Raihan menerima permintaan dari Syeh karena ingin memastikan, apakah niat Syeh nyantri disini untuk sungguh sungguh menimba ilmu, ataukah karena ada seseorang yang ingin ia taklukan hatinya.
Yang jelas, benih itu telah bersemi di ladang Jihan. Benih yang tumbuh dari kebiasaan bersapa, mendengar ceritanya dari orang lain, dan sesekali menyaksikannya sendiri.
Benih itu, Jihan simpan rapat.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang kehidupan seorang santriwati yg memiliki keunggulan luar biasa dibanding santriwati lainya. Dia banyak membuat laki-laki dari kalangan pesantren jatuh cinta padanya, karena kecantikan, kecerdasan, serta kesholihahanya...