1. sisterlillah👌

38 4 0
                                    

Persahabatan bagai kepompong. Mengubah ulat menjadi kupu kupu. Kenapa harus mengubah ulat? Kenapa nggak ngubah sapi jadi kambing aja?

∆∆ typo bertebaran ∆∆


"mbak sis Jihan. Saya mau pinjam buku catatan pengajian semalam boleh?" Tanya seorang santriwati dari tempatnya duduk menghadap meja dan buku yang saling terbuka.

Merasa dirinya dimintai tolong, segera ia mencari bukunya dan menyerahkannya "ini Rin. Kalau sudah di kembalikan ke meja saja ya, aku mau ke kamar mandi".

"Mau mandi tah?" Tanya santriwati lainnya yang tengah duduk beralaskan tikar dilantai sembari mengunyah cemilan.

"Ada panggilan alam." Kata Jihan untuk kemudian berlari menuju kamar mandi di pojok gedung asrama.

Eh iya, baru ingat belum kenalan. Assalamualaikum, selamat datang di kamar 1. Kamarnya Santriwati lanjutan, dan telah menyelesaikan sekolah tinggkat Madrasah Aliyah di bawah naungan yayasan ponpes Alfalah tercinta ini.

Di kamar 1, ada 10 santriah yang memang di khususkan untuk angkatannya melanjutkan ngaji di ponpes ini. Meski begitu, ruangannya cukup luas untuk di tempati beserta pernak pernik ruangan, seperti lemari baju, rak buku, gantungan baju, sebuah kaca besar dan peralatan kebersihan.

"Din" panggil Karin sembari menaruh buku bukunya di rak. Sudah tidak mood belajar sepertinya, melihat isi buku catatan pengajian yang di tulis dengan huruf arab.

"Halem" Jawab Dinda yang sedang melahap cemilannya.

"Astaghfirullah. Aku ngga di tawarin tah?" Karin kemudian mendekat pada Dinda, bergabung ngemil.

"Assalamualaikum." Sapa seorang santriwati dengan sarung dan baju putih panjang serta jilbab kuning kunyit di pintu kamar.

"Wa'alaikumussalam. Eh, Ning Ainun tah. Masuk masuk" Karin berdiri menyambut kedatangan putri bungsu Kyai Salim, sang pendiri pesantren.

"Ngga usah mbak. Disini aja, mbak Jihannya ada?"

"Lagi di kamar mandi Ning. Kenapa? Di cari Nyai?" Tanya Dinda.

"Iya mbak. Nanti kalo udah balik suruh ke ndalem yah, di tunggu sama Abah juga".

Dinda mengangguk "Iya, nanti saya sampaikan ke Jihan"

"Syukron mbak. Ainun pamit, assalamualaikum"

Selepas Ning Ainun pergi, Dinda kembali mengambil cemilannya dan kembali ngemil.

"Jangan jangan mau dilamar lagi ya Nda" ujar Karin yang kembali duduk di samping Dinda.

"Iya ya. Semester ini dipanggil ke tiga kalinya ini lho, kok aku engga ya Rin" Dinda kemudian melipat plastik bungkus cemilannya yang sudah habis menjadi kecil untuk kemudian di buangnya ke tempat sampah.

"Eh eh. Kemarin lusa lho, aku liat akang santri pas keluar pondok".

Dinda kemudian kembali duduk. "Dimana?"

"Kan aku mau beli hi-tech kan di koperasi pondok, eh, ketemu akang santri , MasyaaAllah ganteng". Ujar Karin yang sepertinya menghalu.

"Ah masa?" Mata Dinda menyipit menyelidik.

"Ish beneran deh, tanya Sa'ir, dia bareng aku pas beli hi-tech".

"Gantengan juga ustadz Handy. Uwuwww, calon suami masa depan" kali ini Dinda yang menghalu sampai tersenyum senyum sendiri.

"Halu terus. Tapi iya bener si hehe" kata Karin menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab putihnya meskipun tidak gatal.

"Jihan kok belum nongol ya. Sembelit apa?"

"Nggak tau. Iya kali"

"Assalamualaikum" pucuk dicipta, ulatpun tiba. Jihan masuk kamar sembari memegangi perutnya yang masih terasa sakit.

"Lama bener Han, sembelit kamu?"

"Enggak. Kemarin kan makan seblak pedes, mules, ini perutnya masih sakit". Ujarnya mendekat dan duduk di depan rak buku.

"Tadi kamu ditimbali Nyai suruh ke ndalem." Kata Karin. Jihan bergegas berdiri hingga tubuhnya menggerakkan rak buku dan-

Duakkk!

"Innalillahi! Aduhhh" Jihan memegangi kepalanya yang kejatuhan buku.

"Udah lama Rin?" Tanyanya masih mengusap usap kepalanya, dipungutnya buku sampul batik itu ke tempatnya semula.

"Belum sih. Gih sana, di tunggu Kyai juga" Usir Dinda.

"Oke. Aduh mules".

"Pusing Han, itu kepala bukan badut" Karin menyeletuk.

"Perut kali ah" Jihan menimpali sembari berjalan keluar.

"Lamaran kali ah" sahut Dinda.

"Iya lho Han, jangan jangan mau dilamar lagi". Kata Karin.

Jihan berhenti di ambang pintu dan berbalik "Plis deh jangan ngungkit itu. Aku pusing jadinya"

"Owww, semangat Jihan"

"Go to pelaminan" Dinda mengepalkan tangannya ke udara.

Karin pun ikut ikutan juga dengan kedua tangannya "Gooooo....."

"Hahahaha" Jihan tertawa sumbang kemudian segera pergi ke ndalem.

Iya, Jihan. Perempuan 19 tahun yang sudah 2 kali dalam 3 bulan ini di tawari menikah oleh Kyai Salim. Bukan sebab apa apa, memanglah Jihan penuh dengan kesempurnaan.

Menurut Dinda dan Karin, Jihan adalah magic of perfect. Otak yang cerdas dan berwawasan luas, akhlak yang baik dan sopan, muslimah yang taat aturan, serta gadis berparas cantik dan tubuhnya yang proporsional. Beeeuuuhhh, auto melting jika saja menemukan senyum menawan Jihan, kata Karin .

Tanya saja nama Jihan pada salah seorang santriwan maupun santriwati. Pastilah mereka menjawab 'ooh, mbak cercan itu'. Iya cercan, cerdas dan cantik. Beken sekali namanya di seantero ponpes. Bukan di kalangan santri saja, di kalangan gus, dan ustadzpun pasti tau yang mana Jihan.

Ya pokoknya Jihan itu... Another word of perfect.

To be continued...

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang