7. lamaran ustadz Handy👳

18 2 0
                                    

Bila putus cinta, ditinggal kekasih
Sudah tak mengapa, janganlah bersedih

~cintadalamistikhoroh

∆∆ typo bertebaran ∆∆

Hari begitu cepat berlalu.

H-29 hari santri.

Di ndalem sedang ada tamu, bukan dari luar , melainkan tamu ustadz pengajar pesantren. Siapa lagi kalau bukan ustadz Handy, ustadz Anam, dan ustadz Miftah.

Bukan lain mereka ke ndalem dengan maksud ingin mengkhitbah santrinya. Siapa yang mengkhitbah? Tentu saja ustadz Handy.

Sedari lama ustadz Handy mengagumi santriahnya. Saat pertama kali berdiskusi dengan Kyai Salim, Kyai menganjurkan untuk memantapkan hati nya, karena sepertinya Santriah incarannya itu belum ada keinginan untuk di pinang, apalagi dengan program lanjutannya yang baru berjalan.

Alasannya sudah tidak diragukan lagi bagi ustadz Handy. Ia mengagumi Jihan karena akhlaknya, Jihan yang bagai permata, mahal, yang pastinya cerdas, berwawasan luas, multitalent dan cantik. Siapalah yang tidak akan terpesona dengan Jihan meskipun sangat dingin jika pertama kali bertemu dengan lawan jenisnya.

"Nah kalau begitu keinginan ustadz Handy, saya sebagai wali yang diamanahi orang tua dari Jihan ,ya tak tanyakan dulu pada anaknya, kan ngoten. Nah perkara nanti diterima atau tidaknya, keputusan ada di Jihan. Nah ini anaknya kok lama to di panggil. Udah di panggil kan ndhuk?" Tanya Kyai Salim pada Ning Ainun yang duduk mendampingi Nyai Sidur.

"Sampun bah. Sebentar lagi datang".

"Assalamualaikum" salam Jihan di pintu.

"Wa'alaikumussalam. Masuk ndhuk. Sini". Jihan kemudian masuk, menyalami Nyai Sidur dan Ning Ainun. 

"Ndhuk. Pancen begja ne santriku yo koyo ngene Iki. Tandanya banyak yang kagum dengan berhasilnya ilmu yang diraih, gitu tho?"

Para ustadz hanya mengangguk.

"Nah Monggo, disampaikan ustadz, keperluan memanggil Jihan kemari. Karena anaknya sudah datang, Monggo.".

Ustadz Handy nampak menghela napasnya pelan. "Jihan, saya mengagumimu sudah sejak lama, bahkan mungkin saat pertama kali bertemu. Saya merasa memiliki perasaan yang saya takut akan tidak baik bila di pendam terlalu lama.

Maka dari itu, Bismillah. Saya Handy Purnomo, pada kesempatan yang baik ini bermaksud melamar untuk diri saya sendiri kepada santri Kyai Salim Jihan Humaira."

"Ngoten jelas ndhuk?"

"Nggih kyai".

"Jawabannya saya serahkan kepada Jihan. Karena dia yang dilamar, bukan saya kan gitu". Kyai Salim terkekeh pelan.

"Bismillah. Sebelumnya terima kasih Kyai atas kesempatannya. Terimakasih ustadz telah mengutarakan niat baiknya untuk saya. Sebenarnya ustadz, saya pun mengagumi ustadz, sudah sejak lama". Jihan berhenti, berusaha mengatur napasnya untuk tidak terburu buru dalam berbicara keputusannya.

"Tapi maaf ustadz, saya tidak bisa menerima lamaran ustadz". Ustadz handy terkejut . Begitupun dengan ustadz Anan dan ustadz Muafik.

"Boleh saya tau alasannya Jihan?" Tanya ustadz handy.

Jihan kembali menghela napasnya ."salah satu sahabat saya mencintai ustadz Handy. Akan menyakitkan baginya jika tau ustadz Handy justru memilih saya. Akan sulit baginya untuk kembali bersahabat dengan saya karena yang dicintainya memilih orang lain. Saya tidak mau persahabatan kami mati hanya karena saya mementingkan cinta saya untuk ustadz. Saya rela melepas ustadz untuk sahabat saya daripada persahabatan kami hancur hanya gara gara ego saya". Terang Jihan.

Ustadz Handy mengangguk . Ia paham betul Jihan dan para sisterlillah itu. Yang bagaikan sebuket bunga, yang salah satunya tidak ada, maka tidak lengkap keestetikanya.

Dan sore itu, Ustadz Handy kembali ke pondok asrama pengajar dengan lesu. Bagaimanalah ini. Persemaian cintanya telah pupus. Patah hatinya. Terbayang sekelebat senyum singkat Jihan kala tak sengaja ia lihat. Sekelebat bayangan debat materi dengan Jihan yang kadang ia sendiri masih memikirkan dalam dalam.

Dan kelebat bayangan Jihan lainnya. Mungkin dirinya harus terjaga malam ini. Demi mengikhlaskan perasaan yang sudah terlanjur pupus. Demi memperbaiki dirinya untuk kembali lagi, jika memang memungkinkan. Atau dirinya yang akan pergi untuk melupakan Jihan .

*****

Dinda POV

Entah apa yang merasukiku sore ini. Rasa hati ingin marah, tapi enggak boleh marah. Kan firman Allah 'jangan marah, maka bagimu syurga'. Terasa hati damai begitu membayangkan Allah berkata demikian kala diri sedang marah.

"Dinda pasti patah hati banget nih".

"Eh bocah, ngagetin aja kamu Za."

"Lagi halu Mamas pasti ya? Beeehhh, kalo tau, kayaknya kamu bakal patah hati si". Zai berkata sangat meyakinkan dengan handuk yang di sampirkan dipundaknya dan raut wajah yang serius.

"Patah hati kenapa?"

"Kamu belum tau yah?"

"Apaan si? Bertele tele banget." Akupun meletakkan keranjang sabunku di lantai, lantas menatapnya.

Zai mendekat ketelingaku "Kemarin lusa ,ustadz Handy melamar Jihan" bisiknya.

"Hah masa?"

"Beneran. Anak anak udah pada tau." Katanya menjauh dariku.

Alisku tertaut "kok Jihan nggak bilang sama aku sih?"

"nggak tau. Mungkin sungkan. Karena kan tau kalo kamu juga suka sama ustadz Handy"

'sahabat macam apa sih Jihan? Dia pasti Nerima lamaran ustadz Handy. Hh, apaan coba? Bisa bisanya di sembunyikan itu dari aku. Aku ini dianggap apa si?'

'jihan bukan sahabat aku lagi'.


To be continued

Dengan 1000 Nadhom Alfiyah, aku melamarmu (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang