🍎Bab••18

10.1K 1K 25
                                    

SUARA sepatu pantofel terdengar di ruangan lobi sebuah perusahaan yang megah nan luas, sosok yang menggunakannya berjalan elegan dengan senyum yang siapapun melihatnya akan terpana. Begitupun dengan beberapa karyawan wanita yang sedang lewat di sekitar dirinya, sesekali memberi sapaan ringan atau sebuah senyuman manja ke arahnya. Wajah tampan dengan rambut blonde yang dimiliknya mendambah kadar ketampanannya yang seperti blasteran membawa kesan lembut dan ramah pada dirinya.

Senyumnya semakin mengembang saat melihat laki-laki manis yang kini mendekati dirinya, menunduk membolak-balik lembaran-lembaran yang dibawanya di tangan, dia tidak berjalan dengan benar karena terus menatap dokumennya, membuat rasa khawatir timbul dalam benak Eric, takut-takut sang lelaki manis akan tersandung atau bahkan menabrak seseorang di depannya.

"Hati-hati dalam melangkah." Eric menghentikan pundak sang laki-laki manis membuatnya harus berhenti dan mendongak, menatap sosok yang menghentikan dirinya.

Matanya membelalak.

"Eric!" ucapnya panik, dia seketika menghadap ke samping, ke kiri dan ke kanan. Memantau keadaan, dia memperhatikan sekitarnya dan ternyata Mark tidak ada di ruang bawah.

"Haechan, kau sedang mencari siapa?" Eric ikut mengedarkan pandangannya, yang dia lihat hanya para karyawan yang sedang menatap mereka berdua dengan tatapan menyelidiki. "Mark? Astaga Haechan, tenang saja aku tidak akan mencari keributan di perusahaan kakakku sendiri."

"Hah____kau ini. Kenapa dari awal kau tidak memberitahuku jika kalian ini bersaudara. Kau malah berpura-pura menjadi tetangganya"

Eric tersenyum tertahan.

"Yah, karena hubungan kami tidak begitu baik. Aku yakin Mark pernah menceritakannya padamu."

Haechan sedikit bungkam, dia lupa jika Eric kemungkinan besar adalah anak dari selingkuhan ibunya. Haechan tidak berani menjawab, ia takut jika nanti dirinya hanya membuka luka bagi Eric, Haechan hanya bisa memasang wajah iba dan itu ditangkap langsung oleh Eric yang memiliki kepekaan yang luar biasa pada sekitarnya.

Eric menepuk pelan pucuk kepala Haechan, mencubit pipi gembul itu pelan meninggalkan kemerahan di sana.

"Kenapa memasang wajah seperti itu, sudah. Sekarang lebih baik kau antarkan saja aku ke dapam ruangannya."

"Tidak bisa, aku harus pergi mengecek dokumen-dokumen ini. Perintah langsung dari Mark, tidak boleh telat."

"Hmmm___padahal aku ingin sekali ditemani olehmu. Tapi tidak apa, kita bertemu nanti di lantai atas." Eric sekali lagi menepuk pucuk kepala Haechan sebelum dia melenggang pergi dari sana.

Perlakuan yang diberikan Eric pada Haechan membuat beberapa karyawan wanita yang tadi menggoda Eric seketika merasa kecewa, mereka kembali pada aktivitas masing-masing, dan beberapa dari mereka berbisik-bisik tentang sesuatu hal. Namun itu tidak dihiraukan oleh Haechan, dia lebih memilih pergi dari sana.

Haechan dan Johnny hanya saling melirik, memperhatikan pintu ruangan Mark yang mengeluarkan asap hitam dari celah pintunya. Hawa di sekitar mereka tiba-tiba terasa dingin merayapi punggung hingga belakang leher, tidak ada yang berani berbicara. Tidak ada yang berani berasumsi membayangkan apa yang tengah kakak adik itu lakukan di dalam sana hingga suasana menegangkan sampai menembus ke luar ruangan.

Baru beberapa menit Haechan bertemu dengan Eric di lantai bawah dan saat naik ke atas Johnny sudah menyuruhnya untuk tidak berbicara atau membuat suara yang terlalu keras, dan dia tahu alasan itu saat dia mendudukkan dirinya di kursi miliknya. Bukan mereka yang sedang saling tatap tapi mereka berdua dapat merasakannya.

[08] Wolf Demon and HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang