7. Well

8.2K 449 2
                                    

Dukung author dengan vote 🥺 terimakasih

Author Point of view

Alden berhasil meloloskan celana hingga paha dan menatap segitiga penutup terakhir kekasihnya..

Bi...

Suara kembali muncul dan Bian tersadar bahwa telepon masih tersambung. Sungguh ia ngeblank jadinya.

''Yyaa ya?''

Entah mengapa Bian bisa merasakan bahwa Barli di seberang sana tersenyum.

Mungkin ini terdengar gila, tapi aku suka sama kamu

Mau gak jadi pacar aku?

Tutt..

Telepon terputus.

Langsung saja Alden melumat bibir itu menyesapnya seakan tidak ada hari esok, memijat nipplenya dengan gemas lalu mengecup disana sebelum akhirnya mengemut seperti bayi yang haus. Bian berteriak meronta dan semakin menjadi ketika pusakanya di remas dengan gemas, ia sungguh tidak tahan.

Kenikmatan yang menyiksa nafas nya putus putus saat Alden bergerak bersamaan tangan kanan memijat nipplenya lalu tangan kiri aktif meremas pusakanya. Bian memang jarang memainkan miliknya/pusakanya hanya Alden sejauh ini yang sudah bermain-main dan selalu menyentuh disana.

Menikmati tubuhnya. Bian pasrah. Memang sejak dulu pasrah. Bukan karena merelakan tubuhnya untuk Alden tetapi karena ia juga mencintai pria itu.

Sudah lima tahun berlalu sejak mereka pertama kali melakukannya tetapi Bian masih saja takjub dengan ukuran senjata Alden. Luar biasa. Beberapa waktu ia jadi minder dengan ukurannya sendiri dan mencari alternatif pembesar penis yang langsung ditertawakan Alden.

Bian diam terlentang mengenaskan di ranjang. Rambutnya acak-acakan dengan kancing kemeja yang terbuka memperlihatkan dada dan perutnya yang berwarna kecoklatan. Seksi sekali. Lalu tatapan sayu itu dan bibir merah yang membengkak karena ciuman kasarnya terbuka memanggil untuk segera dilumat kembali. Sukses membuat senjata Alden menegang seketika.

Bian melotot, takjub sekian kali.

Suasana kamar semakin panas. Bulir keringat dan desahan Biab sungguh memancing Alden untuk terus bergerak menggoda prianya. Bian masih berupaya memberontak ia sedang tidak ingin melakukannya.

Seharian ini jadwal kuliah padat dan ia lelah ingin istirahat tetapi jika Alden memaksa tamat sudah. Mereka saling melumat lidah, saling membuai membuat hanyut satu sama lain.

''Al.. ah, aku capek. Jangan sekarang nghhh..'' Bian berusaha menjauh dari bibir itu di lehernya yang sensitif dan mendorong dada itu agar menjauh. Alden menurut, ia berhenti sejenak dan menduduki perut itu hanya untuk melihat Bian yang terengah-engah mengambil nafas dengan wajah memerah.

''Please.. aku capek. Jangan sekarang, '' Bian mencoba bangkit duduk ia memohon dengan tatapan sayu

''Oke.'' Entah ada angin apa Alden setuju. Ia turun dari ranjang dan mengambil kemeja di dalam lemari.

Bian sendiri sudah duduk dan setengah linglung karena ia berhasil lepas dari nafsu kekasihnya biasanya Alden tidak mendengarkan rengekannya dan lanjut terus wkwk.

''HP kamu aku sita, '' dan kata itu bagai mimpi buruk bagi Bian.

Posesif: Alden x Sabian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang