25. Dosen

3.9K 230 9
                                    

Dukung author dengan vote 😆 terimakasih

Author Point of view

Bian menatap nanar lembar jawaban di tangannya, ada nilai D tercoret di sana. Hanya nilai UTS tenang saja tapi pikirannya sudah jauh. Bagaimana jika beasiswanya dicabut jika nilai IP semester ini tidak memenuhi standar?

Bian melongok pada kertas jawaban teman-temannya. Rata-rata mereka mendapatkan nilai B dan B+. Sepertinya hanya Bian di sini yang dapat nilai jelek. Padahal pemuda itu yakin sudah menjawab benar dan teliti. Lihat saja Beni, pinteran juga Bian daripada dia.

''Bagi mahasiswa dengan nilai UTS dibawah minimal harap ke ruangan saya sehabis jam perkuliahan,'' kata Pak Gusti dosen Mikrobiologi.

Bian menghela nafas.

🦴

Tok

Tok

Tok

''Permisi Pak saya Sabian Erlangga dari rombel 6A maaf mengganggu saya yang tadi nilai UTS Mikrobiologinya di bawah KKM,'' Bian berdiri di depan ruangan pribadi Pak Gusti. Dosen itu sedang mengetik sesuatu dilaptop.

''Ya masuk, tutup pintunya,'' kata Pak Gusti lalu Bian menurut masuk dan menutup pintu.

Ruangan jadi agak remang karena jendela ruangan itu kecil dan gorden jendela besar dibiarkan tertutup. Bian agak bergidik, suasana ruangan ini tidak enak.

''Ya, silahkan Bian,'' kata Pak Gusti sekarang menatap penuh pemuda di depannya. Dia menatap tertarik pemuda ini, Bian tersenyum canggung.

Pak Gusti adalah dosen muda berusia 35 tahun yang masih lajang. Beliau mengampu sebagian besar mata kuliah tingkat atas contohnya Mikrobiologi ini. Beliau juga kepala lab Mikrobiologi, jadi kedudukannya penting.

Jujur saja Bian kagum pada dosen ini karena pengetahuannya yang luas, luwes dalam mengajar, dan mampu menjawab pertanyaan mahasiswa dengan baik.

''Kenapa nilai saya dibawah standar ya Pak? Padahal saya yakin, jawaban saya menjawab semua pertanyaan,'' kata Bian memulai komplain.

''Saya juga heran sama kamu, kenapa bisa nilai kali ini rendah. Kamu anak beasiswa kan? Kalau nilai semester ini jebrot gimana? Mikrobiologi 3 sks loh,''kata Pak Gusti.

Bian meneguk ludah, mata kuliah ini memang penting dan wajib jika dia tidak lulus disini akan berpengaruh besar ke IP semester.

''Tolong saya meminta keringanan Pak, apa masih diperbolehkan jika saya remedial?''Bian menanyakan opsi.

Dia ketar-ketir melihat Pak Gusti mengelus dagu sedang berfikir.

''Hmm bagaimana ya? Jika saya kasih kamu remedial nanti pilih kasih dong sama yang lain. Kamu enak bisa remedial sementara mereka belajar mati-matian lulus sekali ujian,''kata Pak Gusti.

Bian menunduk, benar juga. Tapi dalam satu kelas cuma dia doang yang remedial, aneh banget. Apalagi si Beni, aneh banget dia gak ngulang. Apa mungkin jawaban mereka ketuker?

Bergulat dengan pikiran, Bian tidak sadar Pak Gusti sudah berdiri dari kursinya mendekati pemuda itu. Bian baru sadar ketika sebuah tangan kasar mengelus pipinya.

Bian terperajat, dia mundur. Kenapa Pak Gusti ini?

''Atau saya bisa memberikan pilihan lain Bian,'' Pak Gusti tersenyum mesum menatapnya lalu membelai bibir merah pemuda itu.

Bian refleks menepis tangan itu dia masih kaget dengan sikap asli dosennya.

''Halah munafik kamu, katanya mau nilai bagus? Ya ini juga caranya dapet nilai bagus,'' kata dosen itu jumawa.

Bian merasa ini sudah tidak benar, dia bangkit dari kursi dan hendak berlari menuju pintu keluar. Namun sayangnya posisi Pak Gusti lebih dekat dengan pintu, pria itu sudah di sana berdiri menghalangi. Tersenyum mesum pada Bian.

''Ayok sebentar aja kok Bian, pakai mulut aja. Cuma lima menit, habis itu kamu boleh pergi dan saya bakal katrol nilai kamu. Aman, gak akan ada yang tau,'' kata Pak Gusti masih mengambil hati.

''Gak, saya gak mau. Tolong buka pintunya,'' Bian berkata tegas tangannya sudah mengepal keras.

Tidak ada yang lebih penting dari harga dirinya sendiri. Nilai bisa di cari, tapi jika harga diri sudah hilang mau cari kemana?

''Aduh, aduh, saya mau ketawa. Kamu pikir saya gak tau, kamu homoan sama anak Manajemen itu yang selalu jalan sama kamu? Ayok sepong aja sebentar, kayak kamu nyepong pacar kamu itu, rasanya sama kok,'' Pak Gusti masih merayu.

Bian menatap tidak percaya. Dosen yang selama ini dia hormati dan kagumi bisa berkata senonoh seperti itu. Hilang sudah respect Bian.

''Sekali lagi saya bilang, minggir Pak. Saya mau keluar!''Bian menatap nyalang.

Dukung author dengan vote 😆terimakasih

End script 31 Januari 2022

Posesif: Alden x Sabian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang