16. Pilihan

5.9K 354 7
                                    

Dukung author dengan vote 😀 terimakasih

Author Point of view

Kriett

Pintu kamar mandi yang terbuka membuat Bian menoleh ke belakang lalu terkejut mendapati Alden bersender di pintu itu.

Pria itu memakai kemeja putih kuliah dan celana bahan hitam. Sepertinya memang baru pulang dari kampus langsung ke rumah Bian.

"Al ngapain?" tanya Bian berusaha tenang.

Dia sedang telanjang bulat sabunan menggosokkan badan tiba-tiba Alden masuk menatapnya seolah dia tersangka utama kejahatan dunia.

"Kita bicara habis ini ya, aku mandi dulu sebentar," kata Bian pengertian namun pacarnya tetap bergeming.

Saat ini memang bukan pertama kalinya Alden melihat Bian mandi bahkan lebih dari mandipun sudah pernah mereka lakukan. Tapi tetap saja Bian malu.

"Aaal please aku malu jangan diliatin," Bian berjongkok dia mengkerut malu.

"Sini aku shampoo in," detik berikutnya pria itu melumuri rambut Bian dengan shampoo stroberi yang dibelinya. Isi nya masih banyak karena Bian jarang memakai dia ogah sekali jika wangi rambutnya macam anak-anak TK.

Lama-kelamaan seragam putih Alden basah terkena cipratan air. Selagi menyampokan, pria itu juga melijat pelan kepala Bian.

"Ahh enak banget, terus ah,"

Dialog macam apa wkwk.

Setelah itu Alden menyalakan shower membilas tubuh bersabun Bian. Meluruhkan air membuat tubuh itu begitu jelas dimatanya. Cupang Alden sudah memudar, perlukah dia membuat lagi?

Selanjutnya Alden mengelapi Bian seperti anjing pudel yang kehujanan sehabis bermain. Dia menghanduki Bian sampai tubuh itu kesat dan wangi sabun menguar. Membuatnya ingin mendekap tubuh Bian semalaman.

"Stop there, aku bisa pakai baju sendiri," Bian yang masih memakai handuk sepinggang mundur ketika pria itu hendak memakaikannya baju.

Alden duduk di ranjang menaruh baju Bian dan menarik pemuda itu berhadapan dengannya. Menyatukan dahinya ke perut rata pacarnya menghela nafas berat di sana.

Bian mengelus rambut Alden lembut, entah apa yang dipikirkan pacarnya sekarang. Dia juga tidak menolak ketika Alden mulai mengecupi kulit perutnya intens.

"Bian," panggil Alden.

"Yaa,"

Alden menatap wajah bersinar Bian di atasnya. Pemuda yang selalu ada di sisinya susah dan senang selama lima tahun belakangan. Mengelus egonya dengan lembut membawa tenang memberikan nyaman. Tanpa Bian, dia bisa apa?

Alden merasa Bian rumahnya ketika pemuda itu menatapnya dengan binar teduh penuh penerimaan. Seperti sekarang.

"Ayo kita coming out ke Mama kamu," tetapi Bian melotot dan seketika mundur.

Alden mencelos ketika rumahnya menjauh. Kali ini Bian yang menatapnya seolah tersangka. Beberapa saat hanya ada hening, Bian masih berharap ini prank. Tapi manusia seperti Alden tidak mungkin nge prank.

"Let's do that. Kita udah lima tahun, Mama kamu pasti menerima aku," kata Alden.

"Mama mungkin menerima kamu, tapi apa Mama menerima aku? Anaknya gay? Aku anaknya, satu-satunya dan anaknya gay?" Bian menatap penuh sakit. Coming out ke Mamanya ada di urutan terakhir hubungannya dengan Alden.

Bagaimana perasaan Mamanya ketika tahu anak laki-laki satu-satunya gay?

Bian tidak sanggup. Di dunia ini dia hanya punya Mama, satu-satunya, Mamanya.

Alden mengelus jemari Bian menyadarkan pemuda itu dia disisinya. Alden akan ada di saat Bian juga jatuh. Mereka akan jatuh bersama.

"Aku gak sanggup," suara Bian terdengar kecil. Alden masih mengelus punggung tangannya tanpa suara.

"Mama kamu akan ngerti, ini hanya soal waktu,"

"No! Kamu enak bilang begitu aku yang ngehadepin. Aku anaknya Al, dia Mama aku. Aku gak mau ngecewain Mama," kata Bian dengan air di pelupuk mata.

"Lalu kamu mau ninggalin aku?"

Bian langsung mendongak menatap Alden. Tidak, bukan begitu maksudnya.

"Enggak gitu.."

"Selalu ada jalan Bian. Suatu saat, cepat atau lambat Mama kamu akan tahu,"

"Aldeeen don't make me choose," Bian kembali mundur ketika Alden mendekatinya. Dia tidak suka situasi di mana dia harus memilih. Kedua pilihan yang sama-sama penting.

Alden mendapatkan tubuh Bian dalam dekapannya dia lalu mengelus pipi Bian sayang, "Pelan-pelan kita kasih Mama Gina tanda ya. "

Jantungnya bergetar kencang membayangkan bagaimana Bian tidak mungkin menghabiskan hari tua bersamanya. Mama Bian tidak merestui hubungan mereka misalnya.

Bian seperti akan menolak lagi tapi Alden segera melumat bibir merah yang menjadi candunya. Melumat seakan tidak ada hari esok. Melumat Bian dengan segala ego dan cintanya.

Alden mengecup dahi Bian dengan sayang menekan segala kekhawatiran, matanya terpejam. Mereka akan bersama selamanya.

Dukung author dengan vote 🥺 terimakasih

18 Januari 2022

Posesif: Alden x Sabian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang