Author Point of view
"Mamaaa, Bian pulang," teriak Bian menggelegar baru pulang kuliah. Dia lalu melepas kaos kaki dan sepatu.
"Mamaaa, Alden juga pulang," kata Alden ikut-ikutan.
Perempuan itu sedang di dapur membuat nastar melongok tersenyum sepasang anak kembarnya datang. Mereka yang sudah membuat hidup Mama Gina berwarna.
"Bian, Alden, malem terus pulang kuliahnya udah makan malem belum?" tanya Mama Gina dari dapur.
"Hehe maaf Ma tadi pulang kuliah mampir ke rumah aku dulu soalnya Mama Priska nanyain Bian terus jadi aku bawa deh,'' kata Alden tidak enak.
''Enggak papa Alden, asal Bian sama kamu Mama tenang,''Mama Gina mengedip pada Alden. Pemuda itu terdiam, sinyal apa ini?
''Aku udah makan di rumahnya Alden Ma, Tante Priska ngajak aku makan malam bareng di sana," jawab Bian mencium pipi Mamanya.
"Wah makasih loh Alden. Bi, besok bawain Tante Priska nastar ya sekalian," kata Mama Gina. Dia sudah mengenal keluarga Alden dan berhubungan baik karena anak mereka.
"Oke siap Mama. Bian ke atas dulu ya mau mandi," lalu anak itu naik ke atas menuju kamarnya di lantai dua.
Alden tersenyum mengangguk pada Mama Gina. Perempuan ini sudah seperti Ibu kedua baginya sejak dia mengenal Bian. Wajah Mama Gina teduh penuh penerimaan. Apakah Mama Gina masih bisa tersenyum lembut jika dia tahu Alden berpacaran dengan Bian?
"Mama Gina, ini ada bingkisan dari Mama," Alden menyerahkan sebuah paper bag besar di atas meja.
"Ya ampun Al keluarga kamu ngasih hadiah terus Mama jadi enggak enak loh,''kata perempuan itu. Memang benar dia tidak enak. Sering sekali Priska- Mama Alden memberikan dia dan Bian bingkisan, hadiah, atau oleh-oleh.
Dan harganya tidak main-main sudah pasti mahal.
Mama Gina hanya takut tidak bisa membalasnya. Dia juga takut semua pemberian ini membuat Bian terbeli oleh mereka, seperti ada tanggungjawab untuk menyerahkan Bian kepada keluarga Alden.
''Gak papa Ma, aku juga sering nginep, makan, mandi, ngerusuh disini. Keluarga kita juga berhubungan baik. Jangan ngerasa gak enak, Mama Gina juga mama Alden sendiri,'' Alden memang juaranya mengambil hati calon mertua. Ya, apapun agar restu itu turun dari bibir perempuan ini.
Mama Gina juga takut bahwa dia luluh kepada Alden. Menyerahkan Bian kepada pemuda ini.
Perempuan itu lalu mengelap tangan setelah menyimpan nastar di oven. Kali ini menatap penuh pada Alden yang duduk di hadapannya. Sudah berapa lama anak ini berteman dengan anaknya, ah tidak, sudah berapa lama mereka berpacaran.
''Mama boleh meminta tolong sesuatu sama kamu? Soal Bian?''tanya Mama Gina serius dia melirik ke arah tangga sekilas memastikan Bian tidak turun mendengarkan pembicaraan mereka.
''Boleh Mama, apapun kalo soal Bian,''Alden menjawab bulat ada keseriusan di matanya dan hati Mama Gina merasa hangat melihat pemuda ini tekun menyayangi putranya.
''Tolong bantu Mama jaga Bian, Alden. Bantu Mama menyayangi Bian, tolong jangan sakiti anak Mama... Mama, percaya sama kamu,''perempuan itu menggenggam tangan Alden yang bertumpu di meja dengan mata yang berkaca-kaca.
Alden tertegun tidak percaya. Apa ini artinya Mama Gina sudah tahu?
''Ma, Mama udah tau?'' Alden masih shock dia tiba-tiba diliputi rasa takut walaupun tadi mendengar perkataan perempuan itu.
Mama Gina mengagguk dengan tatapan penuh arti. Senyum lembut itu masih terpatri di wajah cantiknya. Tidak ada hinaan, bentakan, bahkan penolakan yang bertahun-tahun sudah siap Alden dengar. Mama Gina menerima hubungan mereka.
''Gimana bisa Mama gak tahu, orang kalian jelas banget,'' kata Mama Gina mengerling usil, Alden jadi tersipu.
''Terimakasih Ma, terimakasih. Alden janji akan jaga Bian,'' kata Alden pada perempuan itu.
''Jangan berjanji tapi buktikkan. Buktikan kalian akan tetap bersama di saat susah dan senang,''kata Mama Gina.
Alden mengaguk, wajahnya cerah. Perempuan itu lalu menyerahkan kotak kado kecil berwarna merah dan terbungkus pita ke hadapan Alden. Pemuda itu menatap Mama Gina meminta penjelasan.
"Hadiah buat kalian, buka aja,"Mama Gina tersenyum simpul.
Alden dengan berdebar-debar membuka kotak kado itu. Dia lalu tercengang melihat dua bungkus kondom di sana. Ya ampun Mama Gina. Wajah Alden memerah malu.
"Jadi kamu tersangka yang selama ini buat anak saya susah jalan," kata Mama Gina main-main. Bian hanya nyengir mengusap wajahnya malu.
"Inget jangan sex bebas. Kalo sampai ketahuan sex bebas, Mama gantung kalian,"peringat Mama Gina seram.
🦴
Begitu menutup pintu kamar Bian, Alden tidak bisa menyembunyikan senyum lebar. Dia segera memeluk erat Bian yang sedang memainkan ponsel diatas ranjang. Membawa Bian berguling-guling senang lalu mengecup-ngecup pemuda itu sampai pipinya basah.
''Ini apaan sih? simpan ilermu untuk diri sendiri young man,''Bian mengelap pipinya yang ada jejak basah tetapi Alden yang sedang senang malah mengecup-ngecup lagi menambah basah pipi Bian.
Bahkan kini Alden menyedot pipi Bian dengan gemas. Ketika dilepas ada bekas merah tua disana seperti lebam. Tapi kita itu bekas cipokan. Dia hanya sedang senang karena hubungannya sudah direstui kedua belah orangtua.
Saat Alden akan beralih mengecup lehernya, Bian sudah menahan mulut itu. Kalau Alden sudah main leher, minimal dia membuat dua. Tidak boleh di leher, besok dia kuliah nanti satu rombel gonjrang-ganjreng godain Bian habis main sama siapa.
''Aku lagi seneng banget Bi,''kata Alden dengan mata berbinar menatap pacarnya.
''Seneng karena?''
''Hahahaha ada deeeh, kepo ya? kepo kepo kepo kepo aaaaah,''pemuda itu mencubit gemas pipi Bian sampai melar.
Sumpah Alden kalo lagi alay, alay banget. Tapi dia alay begini cuma ke Bian doang. Orang-orang taunya dia cool, ganteng, sama cerdas padahal ada aja timing bobroknya kayak sekarang.
''Gak jelas,'' Bian melengos malah memeluk bantal guling di sampingnya. Daripada peluk pacarnya dia berselingkuh sama guling.
Tapi sekilas dia melihat Alden membawa bungkus kondom. Haduh, jelas banget niatannya, tapi Bian lagi malas soalnya. Bentar deh, kapan dia terakhir kali 'main' sama Alden. Udah lama juga tiga minggu lalu.
Alden tidak terima, dia membuang bantal guling itu dan membawa Bian ke dalam pelukannya. Merengkuh pemuda itu dalam dekapannya, dia mencium pucuk kepala Bian senang dan melingkarkan kaki ke pinggang.
Mereka kembali berguling-guling senang di ranjang.
''Kamu boleh peluk-peluk aku asal-'' Bian menengok ke belakang untuk menatap Alden. Mata mereka bertatapan.
''Asal apa?
''Asal jangan keras,''kata Bian datar.
Terlambat, Alden nyengir ganteng ke Bian tapi dia sudah keras gimana dong. Sekarang dia lagi ngerayu Bian buat lemesin yang keras ini.
''Gak mauuuuuuu''
Dukung author dengan vote 😆 terimkasih
End script 3 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif: Alden x Sabian [END]
Novela JuvenilI told you, he is mine. Pacarku gila. Dia memiliki aku hanya untuk dirinya sendiri. Tidak boleh ada orang lain. Selalu curiga, egois, cemas, dan abusive. Tapi kenapa aku tetap mencintaimu? "Hidupku adalah kamu," Alden berbisik di depan bibirku suatu...