26. Dosen 2

3.9K 256 16
                                    

Dukung author dengan vote 😆 terimakasih

Author Point of view

Melihat Bian yang marah dosen itu malah tersenyum geli. Bian yang sedang marah terlihat manis sekali tidak menakutkan sama sekali. Sudah gila dosen ini.

Bian merangsek maju mencoba mendorong dosen itu dari pintu. Memanfaatkan kesempatan, Pak Gusti memeluk tubuh Bian, dia dengan gila langsung mengendus-endus leher pemuda itu dan meremas bokongnya.

Bian mengerang dia tidak terima dilecehkan.

''Sekali aja Bian, sekali aja. Mau nilai bagus? Liat tuh si Beni saya katrol nilainya,'' Pak Gusti  mendorong Bian hingga terduduk di mejanya. Kertas-kerta dan pulpen berjatuhan.

''Lepas atau saya teriak!'' ancam Bian dengan suara tegas dia menahan dada Pak Gusti di depannya untuk berbuat lebih jauh.

Dosennya terdiam lalu malah tertawa terbahak-bahak. Gila.

Dengan cepat tanpa bisa Bian cegah Pak Gusti mendorong dada pemuda itu hingga dia rebah di atas meja. Dia menjilat bibir, mahasiswa kali ini sexy sekali. Tidak salah pilih kali ini dia mengincar Bian.

Mencegah Bian bergerak menghindar tangan Pak Gusti meraba perut Bian sementara tangan yang satu lagi meremas gundukan di balik celana jeans pemuda itu.

Bian mencoba duduk lalu mundur dia mengambil apa saja di meja itu contohnya buku tebal Pengantar Biologi dan mendampratkannya ke wajah Pak Gusti. Pria itu mengerang, merebut buku itu melemparkannya ke lantai, terdengar bunyi bedebum keras.

Lihatlah Bian yang masih meronta dibawahnya, sexy sekali.

Pak Gusti menaiki meja dan melebarkan kedua kaki jenjang Bian kemudian menurunkan tubuhnya. Bian dengan jantung bergemuruh masih menampar-nampar wajah Pak Gusti, mendorongnya menjauh yang ingi menciumi wajah Bian. Namun tenaga pria itu sama kuatnya.

Pria itu berhasil mengecup-ngecup pipi mahasiswanya lalu menjilat pipi Bian. Seketika Bian meremang jijik, ada rasa tidak terima bergumul di dadanya. Pikirannya saat ini tertuju pada Alden, sedang apa prianya sekarang.

''Rileks Ok? Gak akan sakit. Bukannya kamu juga pernah? Ya Tuhan kamu ganteng Bian beruntung banget pacar kamu dapetin kamu. Nah, sekarang saya dapetin kamu ummuach,'' Pak Gusti mengecup pelan bibir Bian yang memerah.

Air mata Bian sudah di pelupuk siap meluncur kapan saja. Dia tidak mau menghianati pacarnya meskipun demi nilai. Tidak, bukan demi Alden tetapi untuk dirinya sendiri. Hanya dia yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri.

Plakk!

Bian menampar wajah Pak Gusti di depannya.

Bughh!

Satu tonjokkan kuat di perut Pak Gusti. Pasti ungu.

Dia harus melawan tidak mau dilecehkan begitu saja. Bian tendang wajah mesum itu dengan kakinya. Pak Gusti mendapat hadiah tambahan, ada tai kucing di sepatu Bian.

Pak Gusti mengerang kesal, mahasiswa ini masih bisa melawan sementara yang terdahulu hanya pasrah sebelum selanjutnya mendesah.

Tidak bisa dibiarkan. Kemarahan sudah bergumul dalam hati Bian. Bejat sekali dosen ini pada mahasiswanya.

Kali ini tenaga kuat dalam satu sentakan, Bian mendorong Pak Gusti ke belakang. Berhasil lepas.

Bian segera membuka pintu langsung berlari tidak pernah menengok sekalipun. Pemuda itu mengusap pipi yang basah dengan rasa jijik luar biasa. Tujuannya Fakultas Ekonomi.

🦴

Dalam sekali tatap, Alden langsung tahu ada yang tidak beres dengan Bian. Sekarang, siapa sialan yang mengganggu pacarnya.

Tadi mereka bertemu di Fakultas Ekonomi bertepatan dengan kelas Alden yang baru saja bubar. Mereka langsung ke parkiran untuk pulang. Di perjalanan Alden beberapa kali melirik, pacarnya diam saja, wajahnya terlihat shock dan pucat.

Pemuda itu mengelap pelan keringat di pelipis Bian, dia tahu pacarnya berusaha keras menekan ketakutan.

Begitu sampai di apartmen Bian tidak tahan lagi menumpahkan perasaannya. Dia di dada Alden, terisak memeluk pacarnya erat. Seberapapun Bian mencoba kuat tetap saja dia shock baru saja dilecehkan.

Pemuda itu terguncang, takut. Alden mengelus-elus pucuk kepala Bian memberikan nyaman dan aman. Dalam hati mulai memikirkan beberapa nama yang ada dibenaknya untuk dihabisi.

Tidak ada yang boleh membuat Biannya menangis. Tidak boleh, seorangpun.

''Siapa?'' tanya Alden.

Bian sudah lelah menangis tetapi masih sesenggukan sekarang tengkurap di dada Alden. Mata anak itu masih menerawang jauh kejadian tadi, dia takut namun dendam juga mulai tumbuh.

''Gusti,'' jawab Bian datar.

Alden hanya butuh satu nama. Cukup satu nama dan orang itu berhasil dia genggam.

Dua hari kemudian Pak Gusti dipecat secara tidak hormat dari Fakultas MIPA. Dia juga di blacklist dari kampus lain se-Indonesia dengan tuduhan Pelanggaran Akademis, plagiasi disertasi, dan penggelapan dana lab Fakultas MIPA.

Selain itu desas-desus pencabulan kepada mahasiswa juga mulai tersiar. Lelaki itu menunduk lesu dan malu mengambil barang-barangnya dari kantor pribadi. Dalam dua hari, pak Gusti menjadi orang yang problematik.

Di parkiran dosen dia bertemu Bian dan Alden. Mereka bertatapan sebentar.

Bian dengan tatapan datar dan puas sementara Pak Gusti memelas. Alden menyeringai dia mengecup pipi Bian posesif kemudian mereka berlalu melewati dosen itu.

Di dalam rumah Pak Gusti sudah ada sepuluh tukang pukul berwajah sangar yang mendobrak masuk. Mereka menyeringai mengayunkan kayu sambil mengelus pangkal paha yang menggunduk tegang. Mereka tidak akan menyewa PSK selama seminggu, dosen tampan ini saja akan cukup.

''Ahh, ah, aaahh stop, stop anusku akan hancur, tolong jangan, tolong, hiks.. hiks..''

''Rasakan bajingan, begini rasanya disodomi, begini rasanya para mahasiswamu digauli. Rasakan Dosen sialan,''

Alden menyeringai, maka sebagai hadiah para tukang pukulnya boleh menyentuh bajingan itu. 

Tidak ada yang boleh menyentuh Biannya. Tidak seorangpun.

Dukung author dengan vote 😆 terimakasih

End script 31 Januari 2022

Posesif: Alden x Sabian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang