39. Terkejut👰

150 11 0
                                    

PART 39

TERKEJUT

Hal yang paling indah bagi Yaya adalah ketenangan entah kenapa akhir-akhir ini ia hanya ingin tenang damai. Harta dan kekayaan tidak menjamin jika orang tersebut bahagia bisa saja ia tertekan karena saking banyaknya harta. Canda harta!

Yaya harus membantu teman-teman sepekerjanya untuk membersihkan Café dan menghias untuk membuat perayaan kecil-kecilan. Mengenai Café ini yang berpindahtangan ke siapa mereka juga belum tahu watak sang pemimpin baru. Jadi lebih baik mereka membuat apa yang diperintahkan oleh sang asisten dari sang pemimpin baru.

Tak lama kemudian, acara yang ditunggu-tunggu akhirnya berlangsung. Saat pemimpin baru mulai mengenalkan diri mata Yaya terbelalak, dadanya merasa sesak. Tapi ia berusaha untuk menunduk menghalau air mata yang menetes. Mengingat wajahnya membuat hatinya berdenyut nyeri. Tidak ia tidak selemah itu.

"Perkenalkan ini adalah Bos baru kalian namanya Nash Dirgantara William. Mulai hari ini saya menyerahkan Café ini padanya. Dan terimakasih untuk kalian yang telah bekerja dengan giat di Café ini. Sekian dari saya." Ujar Pemilik Café lama yang bernama Bara.

Banyak decakan kagum yang mengagumi ketampanan bak dewa. Mata tajam nan elang berusaha mencari seseorang dan terdapat gadis yang menundukkan tanpa berkata ia menghampiri nya. Tapi belum sempat ia ingin pergi ke gadis itu, panggilan telepon datang.

"Ya kamu gak apa-apa? Wajah kamu pucet banget." Ujar Carla dengan khawatir bagaimanapun juga hanya Yaya orang terdekatnya.

"Aku gak papa kok, cuman kaget aja." Lirih Yaya.

"Kamu mau pulang apa enggak? Lebih baik kamu pulang aja deh. Aku takut kamu malah pingsan nantinya." Mendengar suara Yaya yang sedikit pelan membuat Carla berpikir apa yang menyebabkan sahabatnya ini pucat dan terlihat seperti cemas.

"Sepertinya aku bekerja setengah hari. Entah kenapa badanku juga tidak enak." Berbohong, walau tak semuanya bohong. Mendadak ia menjadi linglung mungkin ia harus merefreshkan otaknya sekarang.

Yaya segera pergi dan menyetop taksi, beruntung datang lebih cepat Yaya segera mencari tempat untuk sendiri. Ia butuh waktu, setelah sampai disebuah taman yang agak ramai ia duduk dibangku sendirian. Merenungkan nasibnya kenapa untuk bahagia sungguh sulit ada saja ujian, disaat ia mulai melupakan malah datang. Disaat ia akan membuka lembaran baru, melihat orang itu ia mengingat luka yang ditorehkannya.

Apakah ini takdirnya kenapa begitu kejam semuanya tak ada yang berpihak padanya. Ia juga ingin bahagia melihat orang lain bahagia. Menghela napas pasrah berharap ia bisa merubah takdirnya yah setidaknya ia harus berharap.

*

Keesokan harinya pikiran Yaya terlihat lebih fresh, dia harus menjalankan kehidupannya. Ia bekerja di Café bersama Carla. Ia sedikit lesu, tidak seperti hari biasanya ia selalu tersenyum ia hanya tersenyum seperlunya saja.

Tiba-tiba.

"Ya kamu dipanggil sama bos disuruh keruangannya." Ujar Amber. Yaya hanya mengangguk dan mulai berjalan keruangan lantai 2.

Tok tok tok

Tak lama kemudian,"Masuk."

Yaya masuk dengan menunduk kemudian duduk didepan kursi yang berhadapan dengan pemimpin baru Nash.

"Nama kamu Navya Arushi?" Tanya Nash dengan aksen inggrisnya.

"Betul pak." Mendengar suara yang kini ia cari ia mendongakkan kepala karena sedari tadi ia sibuk mencari data.

Tatapan Nash menatap Yaya yang menunduk. Suaranya begitu mirip apakah dia orang yang dia cari.

"Tunjukkan wajahmu." Perintah Nash.

Dengan ragu-ragu Yaya menunjukkan wajahnya, tatapan mereka bertemu beberapa detik tapi dengan cepat Yaya memutuskan kontak mata. Mata itu sama pada warna matanya hanya lebih gelap pekat. Yaya benci warna mata itu.

"Navya ini kamu?" Nash mengubah bahasanya menjadi bahasa Indonesia. Wajahnya berubah menjadi sendu entah hanya dibuat-buat atau nyata tapi bagi Navya semuanya hanya tipu daya semuanya hanya kebohongan.

"Maaf pak, saya ada pekerjaan lagi. Permisi." Navya atau yang dipanggil Yaya segera pergi dari tempat itu. Tapi belum sempat meraih gagang pintu, tangan Navya dicekal.

"Saya mohon dengerin saya dulu."

"Gak ada yang perlu kita bahas semuanya sudah selesai."Pungkas Navya datar. Walau tersirat banyak kemarahan dan kekecewaan. Ia harus menelan pahit-pahit hidupnya tak seindah dunia fantasi.

Navya berusaha melepaskan tapi dengan cepat Nash memojokkan Navya hingga kedinding, tatapan nya begitu berbeda. Satu kalimat membuat Navya menegang ia hampir melupakannya karena sibuk dengan sakit hatinya.

"El membutuhkan kamu."

"Bapak sudah bebas sekarang. Bisa memilih orang yang bapak cinta. Sudah gak ada lagi kan PELAKOR nya. Bapak bisa hidup bahagia sama dia." Lirih Navya begitu pelan tapi masih datar.

"..." Nash terdiam, apa yang dikatakan Navya memang benar ia hanya ingin segera cerai dengan Navya. Tapi itu dulu, sekarang

Sebelum Navya ingin beranjak pergi, Nash segera memeluk tubuh Navya dari belakang.

"Kalau kamu gak mau kembali karena saya, tapi tolong pikirkan El, dia butuh ibunya."

"Aku bukan ibunya! Kita sudah gak ada hubungan lagi Pak! Tolong mengerti saya." Tak sadarkan Nash, isteri mana yang mau dimadu. Luka itu masih membekas dihati Navya.

"Maaf."

"Saya mohon lepaskan saya Pak." Navya berusaha melepaskan pelukan Nash,

"Please Navya, orang tua saya masih berharap sama kamu." Mohon Nash,

"Itu urusan bapak bukan urusan saya." Ketus Navya.

"Bapak pikir saya itu apa? Seenaknya bisa ambil buang gitu aja! Saya juga manusia pak! Saya juga punya perasaan! Perasaan saya udah hancur! Takdir kita memang hanya sampai sini."

Mendengar penolakan Navya, Nash begitu mulai gencar untuk memulainya dari awal.

"Tolong, kasih saya kesempatan. Saya gak akan mengulanginya, saya janji." Janji seorang yang sudah mengecewakan orang apakah bisa dipercaya?

"Huft, bapak selalu bilang seperti itu pada banyak wanita ya? Keputusan saya udah bulat."

"Apa yang saya harus lakukan agar kamu bisa memaafkan saya? Saya bisa saja memberikan apa yang kamu minta."

"Saya cuman minta satu Pak, pergi dari kehidupan saya."

Setelah itu keadaaan menjadi hening, tak ada yang berani mengucapkan sepatah kata. Nash menghembuskan napas kasar.

"Baik jika itu yang kamu mau, saya akan menuruti tapi dengan satu syarat."

Hal itu membuat Navya menegang, firasatnya mengatakan sebaliknya. Hatinya mulai takut—

"Penuhi hak saya."

I Loathed Wedding  END✅🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang