Nineteenth Verse

29 9 1
                                    

"Hello sweetheart!"

Wajah yang sudah hampir seminggu ini Ale tunggu akhirnya muncul. Fabian menampilkan senyum lebarnya.

"Kamu lagi ngapain?"

"Aku baru mandi nih baru pulang dari site." ujarnya. "Kamu seharian ini ngapain aja?"

"Aku tadi abis ketemu klien aja sih." Ale terdiam. Ia berpikir apakah ia harus memberi tahu Fabian bahwa ia baru saja dari Taman Safari bersama Edgar.

"Ketemu klien aja?"

Ale mengangguk. Keputusannya akhirnya ia tidak memberi tahu Fabian.

"Kok pulangnya sampe sore?"

"Iya tadi makan dulu soalnya sambil ngomongin kerjaan bareng Edgar." ujar Ale. "Kamu sendiri ngapain aja hari ini?"

"Hmmm aku tadi pagi ke site, terus makan siang bareng kak Reza, terus abis itu ke site lagi sampe sore." jawab Fabian. "Hariku repetitif banget, sih. Agak jenuh juga."

Ale mendekatkan wajahnya, "Are you tired?"

Fabin menggeleng, "Gak capek sih, cuma bosen aja. Sekarang kan enak apa-apa aku masih dibantu sama kak Reza. Nanti kalo udah kerja beneran kan aku harus serba sendiri."

Ale mengangguk, "Dunia kerja jauh lebih keras sih bener." ujarnya.

Fabian hanya tertawa kecil, "Aku kangen kamu, Le."

Ale terdiam. Ia akhirnya mendengar kalimat itu keluar langsung dari mulut Fabian.

"Aku juga." jawab Ale. "Can you text me more often? I mean i kinda miss your words of affection."

Fabian tertawa, "I really want to, but the signal is too bad here, you know? Aku baru bisa dapet sinyal banget tuh kalo udah di camp."

Ale menghela napas, "Ya i know i'm being selfish. Tapi aku bener-bener pengen tau kabar kamu, Fab. Just say 'hi' or any short words i'm okay with that."

Fabian tertawa. Ia mengangguk kemudian mendekatkan wajahnya ke layar. "Maaf ya kalo aku suka lupa chat kamu. This old habit kinda creeps in me again. Kebiasaan terlalu sering ketemu sampe akhirnya jarang chat. I'll make sure to text you a lottt like these past 2 months." Fabian mengangkat 2 jarinya.

Ale tersenyum. He doesn't know that she really missed him like crazy. She really wants to hug him tight right now, lay her head on his shoulder, and feel him rubbing his hair when she's hugging him.

"Sabar ya, 3 bulan lagi. I'm sure we can go through this." ujar Fabian.

Ale mengangguk. Sometimes all they need is just some deep talk. Ale terlalu banyak memikirkan segalanya sendirian until sometimes it makes her suffer.

"So what else did i miss about your days?" tanya Fabian.

Ale kemudian dengan senang hati menceritakan segalanya kepada Fabian. Mulai dari hari-harinya di kantor, teman-teman baru nya, dan masih banyak lagi. Begitu pula Fabian yang terus menerus menceritakan tentang sulitnya bekerja di site, betapa baiknya senior-seniornya disini terutama yang bernama Reza, dan lain-lain. They really talked like they've been away for years.

"Le, kayanya i have to go somewhere dulu deh. Nanti malem ku chat lagi, okay?" ujar Fabian.

"Oh, okay. Jangan capek-capek ya. See you!"

"Iya, kamu juga ya. I love you."

Video call mereka pun akhirnya terputus. Ale bernapas lega. Finally their problem is solved. Those overthinking nights is finally over.

Ale melirik jam dindingnya. Jam baru saja menunjukkan pukul 9. Ale merasa tubuhnya lelah namun ia tidak bisa tidur.

Ale keluar dari kamarnya dan berjalan menuju balkon. Sebelumnya ia mengambil sekotak susu dan sebatang coklat dari dapurnya.

Ale duduk disana sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Untungnya angin di Jakarta tidak terlalu dingin seperti di Bandung. Ale menyedot susu coklat nya sambil mengunyah coklat yang juga ia pegang.

"Belom tidur, Le?"

Ale menoleh dan melihat Edgar keluar dari kamar Erwin. Ale menggeleng.

"Belom ngantuk." Edgar meraih kursi di sebelah Ale dan mendudukinya.

"Erwin lagi ngapain?"

"Video call sama Vania. Gue gamau jadi nyamuk." ujar Edgar sambil menyulut rokoknya.

Ale hanya tertawa. Ia kembali mengunyah coklatnya yang kini tinggal setengah.

"Mau?" tawar Ale. Edgar menggeleng.

"Gue ga terlalu suka makanan manis." ujarnya.

"Wow! Tapi lo suka minum matcha latte?"

Edgar tertawa, "Did i say sweet drinks?"

"Bener juga."

Mereka kembali diam menikmati hembusan angin malam. Asap rokok terus mengepul dari mulut Edgar.

"So i guess everything's good?" tanya Edgar. Ale menaikkan kedua alisnya.

"Sorry gue gamaksud nguping tapi tadi gue denger semuanya dari kamar Erwin." ujar Edgar.

"Ugh i know kamar sebelahan sama dia tuh is a bad idea." ujar Ale. "Yeah we're good btw."

"Glad to hear that." ujar Edgar sambil membuang abu rokoknya ke dalam gelas plastik yang ia bawa.

"Kayanya gue emang harus sering-sering ngomongin apa yang gue rasain sama dia deh, Gar. Overthinking really sucks you know." ujar Ale.

"Told you. Gue yakin cowok lo ngerti kok." ujar Edgar.

"Yeah i hope so." Ale menoleh ke arah Edgar. "Thanks for encouraging me ya, Gar. It means a lot."

"Anytime." ujarnya.

Ale tertawa kecil, "Lo percaya ga kalo gue bilang gue gapernah punya temen? I mean a really close one."

Edgar mengangguk, "Percaya aja. Emang apa yang salah dengan gapunya temen? Ga semua orang suka terikat sama 1 atau 2 orang aja kan?"

Ale menepuk pahanya, "Exactly! I have some friends but not a close one. Bener-bener cuma sekedar buat berbagi hal-hal menyenangkan aja. I never told them about my family or Fabian. Literally just college-related."

Edgar tertawa, "Paham kok. I used to be like that in high school. Dan percaya atau ngga, all of my friends now, know nothing about my life. Persis kayak lo. I never talked about my ex in front of them. Kecuali lo." ujarnya.

"Wow what an honor!" seru Ale. "Kayanya lo juga orang pertama yang gue curhatin tentang Fabian deh."

"Wow what an honor too!" ledek Edgar. Ale tertawa.

"I kinda have a trust issues after my bestfriend stole my girflriend incident, gue agak males sahabatan yang bener-bener deket lagi sama orang. Gue sama Erwin pun sama sekali gapernah curhat-curhatan."

Ale mengangguk, "Percaya sih. 20 tahun gue hidup bareng dia juga dia gapernah curhat sama gue." Edgar tergelak.

"But seriously, sometimes people need at least 1 person who they can share their own thoughts. Siapapun sih ga harus temen atau sodara atau pacar. Someone that makes you feel comfortable telling about everything." ujarnya.

"Setuju. Setelah beberapa hari ini gue akhirnya bisa setuju sama pernyataan itu. I'm the type of person yang gasuka cerita tentang masalah pribadi gue ke orang-orang until I met you."

Edgar menoleh. Ale kini tengah menatap lurus ke depan sambil terus mengunyah coklatnya. Diam-diam Edgar tersenyum.

"Glad to be that person." ujarnya.

Ale menoleh, "Is it okay that i consider you my bestfriend since now? Kalo gamau juga gapapa sih." tanyanya.

Edgar tersenyum miring, "Yeah bestfriend sounds cool."

*********

-give it lots of love!xo.

Once Upon A Time in Bandung | nct jungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang