Twenty-ninth Verse

30 5 1
                                    

Ale dan Edgar sampai di sebuah cafe yang berada di daerah Punclut. Cafe yang cukup cozy dan sejuk karena berada di Bandung bagian atas. Terlihat tidak terlalu banyak pengunjung yang ada disana karena saat ini memang terbilang masih 'siang' untuk nongkrong di cafe.

Ale memilih satu tempat di pojok dekat jendela, sementara Edgar mampir sebentar ke counter untuk memesan minuman. Edgar menoleh ke arah Ale yang kini tengah memandang lurus keluar jendela.

"Baik, pesanannya 2 ice matcha latte, sama 1 cheese cake. Ada lagi tambahannya?" Edgar menggeleng.

"Payment nya pake apa, a?" tanya sang kasir.

"Oh, cash aja." Edgar langsung menyerahkan selembar uang seratus ribuan.

Setelah menerima kembalian, Edgar langsung berjalan menghampiri Ale dan duduk di hadapannya. Ia hanya diam menunggu Ale berbicara duluan.

"Eh udah pesen?" tanya Ale yang akhirnya sadar Edgar telah kembali.

"Udah." jawab Edgar. Ale hanya mengangguk.

Keheningan kembali terjadi diantara mereka sampai akhirnya waiter datang untuk mengantarkan pesanan mereka.

"Gar." Ale membuka pembicaraan.

"Ya?"

"He's not a bad person." ujar Ale.

"Who?"

"Fabian." Ale akhirnya mengalihkan pandangannya dari jendela.

"Why did you say so?"

Ale menghela napasnya. Ia menceritakan dari A - Z tentang pertemuannya dengan orangtua Fabian hari ini. Semua kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka.

"But it still doesn't give him the rights to dump you." jawab Edgar setelah selesai mendengarkan cerita Ale.

"But he never had the intentions to hurt me." ujar Ale.

Edgar menggeleng, "No, he's just a coward who couldn't handle his problem. Emang dengan dia putusin lo bakal makes everything better? It's a one-sided decision, Le. He's selfish."

Ale terdiam. Segala pemikiran positif nya tentang Fabian seketika meluntur akibat perkataan Edgar.

"Le, he should've fixed things up. If he left you just because he said that he doesn't want you to get hurt, he's just being irresponsible. I think you should've known that. Despite he's breaking up with you because all the distance shits, it still doesn't make him being the right one here." ujar Edgar lagi.

"Terus gue harus apa?" tanya Ale frustratsi.

"Ask for his explanations. Lo berhak dapet penjelasan langsung dari dia. No matter where it leads, you still deserve to know the truth."

Ale menggigit bibir bawahnya. Ia mengambil matcha latte nya yang sudah mulai mencair dan meminumnya cepat.

Edgar menghela napasnya dan memajukan kursinya untuk lebih dekat ke arah Ale. Ia menatap gadis itu lurus tepat di manik matanya.

"Gue bukan bermaksud ikut campur di urusan kalian berdua. Gue sebagai temen cuma mau lo dapetin apa yang seharusnya lo dapet."

Ale mengangguk. Ia memahami semua apa yang Edgar katakan padanya. At least she's relieved that she had someone to talk to right now.

Edgar tersenyum. Ia menyodorkan sepiring cheesecake yang ada di depannya ke depan Ale. Ale mengangkat alisnya.

"Your source of serotonin." ujarnya.

Ale tersenyum lebar dan akhirnya mengambil sendok untuk memakan cheesecake tersebut. Ia langsung tersenyum saat kue tersebut masuk ke dalam mulutnya.

"Cheesecake never dissapoints." gumamnya. Edgar terkekeh.

"Soo...are you good now?" tanya Edgar. Ale mengangguk.

"Thanks for understanding." jawab Ale. Edgar terkekeh lagi.

"How about.......us?" tanya Edgar lagi. "I mean, are we good too?"

Ale tergelak mendengar pertanyaan Edgar. Ia baru menyadari bahwa sepulangnya dari mendaki Gunung Gede beberapa hari lalu, she hasn't talked 'properly' with Edgar.

"Totally." jawabnya akhirnya. Edgar menghela napas lega.

"I'm really sorry about what i did if it really made you feel uncomfy." ujarnya.

Ale menggeleng, "It's okay, we're cool now." Edgar manggut-manggut.

Mereka kembali masuk dalam keheningan untuk beberapa saat. Keduanya asyik menikmati minuman mereka masing-masing.

"Anyways, was it your first time?" tanya Ale tiba-tiba. Edgar yang sedang menyedot minumannya langsung tersedak.

"Maksud lo?"

"Don't play dumb." Ale tersenyum geli. Edgar menggaruk tengkuknya kikuk.

"With a girl i like, yes." jawabnya.

Ale membelalakkan matanya, "Whoa, did you just confess?" Edgar menggeleng.

"No, it's not a confession. It's a statement." ujarnya.

Ale tergelak. Edgar kini berusaha menghindari tatapan matanya sambil masih tersenyum kikuk.

"You really got the wrong person, Gar." ujar Ale di ujung tawanya.

Ale dan Edgar menghabiskan hampir setengah hari di cafe tersebut. Mereka kembali bertukar cerita seperti sediakala, seolah insiden ciuman mereka di puncak Gunung Gede beberapa hari lalu tidak pernah terjadi.

Edgar mengantar Ale kembali ke kosannya sekitar pukul 7 malam. Mobil Edgar berhenti tepat di depan pagar kosan Ale, namun Ale tidak kunjung turun dari mobil.

"Gar, thanks for always being there at my lowest point ya. Gue pikir-pikir selama ini lo selalu ada pas gue down karna cowok gue." Ale menoleh ke arah Edgar. "Maaf ya kalo lo harus liat sisi cengeng gue terus."

Edgar terkekeh. Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Ale, "That's what's bestfriend supposed to do gak sih?"

Ale mengangkat bahunya, "I don't know, i never have one." jawabnya. Edgar tergelak.

"But seriously i feel like i owe you a lot. Padahal kita baru kenal berapa bulan." ujar Ale lagi.

"If you feel like you owe me, bayar gue pake bubur ayam besok and we're cool." jawab Edgar. Ale tertawa.

"Makan lo besok seharian gue bayarin gimana?" tanya Ale.

"Deal. Gue mau makan siang crisbar 2 porsi gapapa kan?" tanya Edgar yang disambut dengan cubitan di lengannya. Ia tertawa lagi.

"Besok lo kelas jam berapa?"

"Jam 9 sih." jawab Ale.

"Ih, gue juga. Mau bareng?" tawar Edgar.

"Nope, thanks. Gue besok bareng Erwin." tolak Ale.

"Yah terus sarapan barengnya gimana?" tanya Edgar sambil memonyongkan bibirnya. Ale terkekeh.

"Besok pagi-pagi sebelum ke kampus makan bubur depan gang kosan gue aja mau?" tanya Ale. Edgar mengangguk senang.

"Deal! Besok gue kesini jam 7 pagi ya." ujar Edgar.

"Lo mau bantuin abangnya nyuci piring dulu apa gimana?" tanya Ale.

"Loh katanya pagi-pagi?"

"Ya itu kepagian! Jam 8 aja gimana?"

"Deal!"

Ale tersenyum sebelum ia turun dari mobil Edgar. Ia melambaikan tangannya sampai mobil Edgar berbelok di ujung jalan kosannya.

Tanpa Ale sadari, kehadiran Edgar hari ini membuat perasaaannya jauh lebih baik.

*********

-give it lots of love!xo.

Once Upon A Time in Bandung | nct jungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang