Thirty-first Verse

34 5 2
                                    

Ale kini tengah duduk di salah satu cafe yang berada di pusat kota Bandung. Tangannya sibuk mengaduk matcha latte yang ada di depannya sambil matanya bolak-balik mengawasi pintu masuk cafe. Live music yang menemaninya pun seolah tak menarik baginya.

Setelah 15 menit, pintu akhirnya terbuka. Sosok yang sejak tadi Ale tunggu kehadirannya akhirnya datang juga. Ale melambaikan tangannya pelan sementara sosok tersebut tesenyum lebar sambil menghampirinya.

Sesampainya di meja Ale, Fabian tidak langsung duduk. Ia justru berdiri menjulang di hadapan Ale sambil menatap lurus ke arahnya.

"God, I miss you so much, can I hug you?" tanyanya.

Ale diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. Fabian merengkuh tubuhnya ke dalam pelukannya. Ale menenggelamkan wajahnya di bahu lebar Fabian dan menghirup aroma lelaki itu dalam-dalam. Tak terasa sudah berbulan-bulan ia lewati tanpa bisa menghirup aroma favoritnya.

Fabian kemudian melepas pelukannya dan menarik bangku di hadapan Ale kemudian mendudukinya. Ia menopang dagunya di atas meja sembari menatap Ale lekat-lekat.

"You're still gorgeous." ujarnya. Ale tersenyum kecil.

"Kamu gimana kabarnya?" tanya Ale.

"Not as good as you think." jawab Fabian. Ale tertawa pahit.

"Same here."

Fabian menggigit bibir bawahya, tampak bingung harus darimana untuk memulai pembicaraan.

"I'm sorry, for everything." ujarnya. Ale diam tidak menjawab.

"Aku tau mama pasti udah cerita semuanya sama kamu, and i'm really sorry for not telling you the truth."

"Kepulanganku hari ini cuma buat beberapa hari aja karena emang kemarin ada yang harus aku urus di kantor pusat di Jakarta. Besok aku harus balik lagi ke Kalimantan because i still have some unfinished business there." ujarnya. Ale masih diam tidak menjawab.

"Are you not gonna yell at me or something? Aku udah pasang badan siap nerima semua kemarahan kamu." ujar Fabian lagi.

Ale menghela napas, "Buat apa? Will it make you feel better? Will it make me feel better?" ujarnya.

"All i need is an explanation and now i'm all ears to hear it directly from you." ujar Ale lagi.

Fabian memajukan kursinya menjadi lebih dekat ke arah meja. Ia menatap lurus ke manik mata Ale.

"Sebelumnya aku mau tanya dulu sama kamu and i want you to be honest. Real answer from your deepest heart." ujar Fabian.

"Go ahead."

"Do you still love me?" tanya Fabian.

"Yes." jawab Ale tanpa ragu.

"Do you still love me like you used to?" tanyanya lagi.

"Yes." jawab Ale lagi.

"Do you miss my presence around you?"

"Yes."

"But why do i feel like you don't?" jawab Fabian.

"Maksud kamu?"

Fabian tersenyum kecil dan ia menghela napasnya, "I'm not defending myself or anything. This is purely just my hunch 3 months ago and i started to believe that it's the truth all along."

"Kamu ngomong apa sih?"

"Kamu sadar gak most of the time kita telfonan, setiap aku tanya kegiatan kamu sehari-hari apa aja yang kamu ceritain?"

"Well...my activities?" Ale mengernyit.

Fabian mengangguk, "Yes, and what else?"

"Ya aku ngapain aja seharian." ujar Ale lagi.

"With who?" kali ini pertanyaan Fabian kembali mengerucut.

"Maksud kamu apa sih?"

Fabian menghela napasnya, "Mungkin kalo kamu inget setelah denger penjelasan ini, kamu bakal sadar kalo apa yang kamu denger dari aku ini mungkin bener adanya." ujar Fabian.

"Setiap aku tanya keseharian kamu, kegiatan kamu, kamu abis darimana, kamu abis makan apa, kamu di kantor gimana, that one name always comes from your mouth. That one name that always appear on your story everyday."

Ale diam mendengarkan. Sepertinya ia sudah mulai paham kemana arah pembicaraan ini akan berjalan.

"At first, aku pikir kamu cuma bareng dia di kantor aja. But i started to hear more about him each day. Aku mulai sadar sejak kamu bilang mau nemenin dia pas dia sakit."

"I'm not mad. I swear to God, i never mad at you, or him. I mad at myself. For not being there to be a part of your story each day. Aku yang dulu selalu bisa jadi bagian dari cerita kamu setiap hari, sekarang aku cuma bisa dengerin aja. I'm totally mad at myself."

"Mungkin kamu gasadar, Le. Mungkin kamu selama ini masih percaya bahwa kamu masih sayang sama aku. But i don't feel it anymore. Everytime i received your messages, i feel like there's no sparks in it. I guess all this time you're just missing my presence around, that's what keeping you stay."

"I always feel the excitement comes from your mouth everytime you tell a story about him. Kayak selalu ada cerita baru kamu yang menyenangkan bareng dia. Cerita yang bahkan aku sendiri belum pernah bikin sama kamu sebelumnya."

Ale menggigit bibir bawahnya keras. Ia mulai merasa semua yang diucapkan oleh Fabian benar adanya, dan semakin jelas 'him' yang dimaksud oleh Fabian.

"I'm not blaming you for everything that happened. It was totally make sense since i know your love language is quality time and i can't be there for you all the time. I know he always makes you happy and i'm also happy to hear that. But i guess that situation won't be good for the sake of our relationship."

"At first i want to make it up to you once i go back here. Aku mau nebus semuanya, semua waktu yang terbuang yang harus kamu habisin sendirian tanpa aku. But the news came up last minute, they told me to stay, permanently. I thought about it a lot, Le. Not only for myself, but also for us. Aku mikir apakah dengan kepulanganku bakal bikin hubungan kita kembali kaya dulu lagi? Apa akan beda jadinya dengan kalo aku ga pulang?"

"After a long thoughts, i decided to stay. Except for me, it's for us too. I realized that i can't work it out by myself. Rasanya aku agak egois kalo aku memaksakan kehendak aku disaat kamu udah dapat kebahagiaan dari orang lain. So, i just made myself a bad person here. Let me be the one who hurt you instead of you hurting me. Because i can't stand seeing you getting blamed by everyone for our breakup." ujarnya.

Ale menelan ludahnya dengan susah payah. Matanya sudah terasa panas. Dadanya juga semakin terasa sesak, seolah banyak sekali kata yang ingin ia ucapkan namun tak bisa ia keluarkan saat itu juga.

"So, is there any objection to what i said earlier? I'm not accusing you of anything, it's just totally what's on my mind. That's all i want you to hear." ujar Fabian.

Ale membuka mulutnya, kemudian memejamkan matanya. Without realizing it, all Fabian said was a hundred percent true.

"I'm sorry."

Hanya kata itu yang akhirnya keluar dari mulut Ale.


*******

give it lots of love!xo.

Once Upon A Time in Bandung | nct jungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang