Thirty-second verse

36 6 4
                                    

Fabian sudah kembali ke Kalimantan. Semenjak pertemuan Ale dengan Fabian tempo hari di cafe, they finally ended up everything on a good term. Ending yang mereka dapatkan akhirnya, they decided to part ways since they started to think that their realtionship is not healthy anymore.

They remain friends. Ale membawakan Fabian banyak oleh-oleh dari Bandung untuk Fabian bawa ke Kalimantan, begitupun dengan Fabian yang membawakan Ale banyak sekali cinderamata dari Kalimantan. Sesekali, Ale juga masih menanyakan kabar Fabian dan begitupun sebaliknya. She's happy that she didn't really lost him.

Mulanya, Ale sempat merasa agak canggung berada di dekat Edgar, karna secara tidak langsung, kedekatannya dengan Edgar lah yang membuat hubungannya dengan Fabian menjadi renggang. Namun, seperti biasa, kehadiran Edgar lah yang justru membuat hari-hari Ale selepas kepergian Fabian menjadi lebih baik.

Seperti contohnya hari ini, sepulang kuliah tadi, secara impulsif Edgar mengajak Ale pergi ke Bukit Moko. Tempat terkenal di Bandung untuk melihat indahnya bintang malam dan citylights.

"Lo gila? Lo pikir Bukit Moko kayak dari kampus kita ke McD jauhnya?" tanya Ale saat mendengar ajakan Edgar.

"Gue lagi suntuk banget, Le. Kejaran skripsi gue udah sampe bab 3 sekarang. Gue lagi pengen liat yang bagus-bagus." ujar Edgar.

"Tapi kenapa dadakan banget sih?" protes Ale lagi.

"Karna sesuatu yang dadakan tuh biasanya jadi." Edgar nyengir lebar sambil mengacungkan jempolnya.

Ale mendecak kesal, namun akhirnya ia mengikuti Edgar berjalan ke parkiran motor. Sejujurnya, Ale belum pernah datang ke Bukit Moko meskipun ia sudah hampir 4 tahun tinggal di Bandung.

Perjalanan sejauh hampir 1 jam mereka tempuh. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam yang artinya mereka kira-kira akan sampai pukul 7 nanti.

Sepanjang perjalanan, Ale terus menerus menggosokkan telapak tangannya ke pahanya karena dingin mulai menusuk. Meskipun hari ini ia memakai hoodie yang cukup tebal, namun telapak tangannya yang terekspos masih harus menerjang dinginnya malam.

"Kebiasaan banget gapernah mau bilang." ujar Edgar. Ia menarik sebelah tangan Ale dan memasukkannya ke dalam saku hoodienya. Tangan Ale berada di dalam genggaman Edgar.

Ale tidak bergerak sama sekali. Ia tidak menarik tangannya, ataupun memasukkan tangannya yang satu lagi. Ia diam pada posisinya seraya merasakan tangan kirinya yang mulai menghangat.

Sesampainya di Bukit Moko, Edgar lagsung memarkirkan motornya. Ale buru-buru menarik tangannya dari dalam kantong hoodie Edgar dan langsung turun dari motor. Ia merasakan kehangatan menjalar di pipinya meskipun tangan Edgar kini sudah tidak lagi menggengam tangannya.

"Mau pesen susu anget dulu gak?" tanya Edgar.

"Boleh deh."

Mereka pun memesan 2 gelas susu cokelat dan langsung memilih tempat untuk duduk yang langsung menghadap ke pemandangan di bawah sana. Ale seperti merasa dejavu. Sewaktu di Bogor, ia juga duduk di tepi puncak sambil melihat pemandangan bersama Edgar.

"Inget pas di Bogor gak sih?" tanya Edgar. Ale mengangguk.

"Kenapa sama lo lagi sih?" tanya Ale. Edgar tergelak.

"Karna cuma gue yang mau nemenin lo jalan-jalan." ujar Edgar yang dibalas cubitan oleh Ale.

Susu hangat yang dipesan oleh mereka pun akhirnya datang. Ale menghangatkan tangannya seraya meniup susu cokelat tersebut.

"Gakerasa ya tahun ini kita udah tahun terakhir kuliah." ujar Edgar.

"Banget. Tau-tau udah 4 tahun aja gak sih?" ujar Ale. Edgar mengangguk.

Once Upon A Time in Bandung | nct jungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang