Thirty-fourth Verse

36 6 1
                                    

"YES!!"

Ale nyaris terlonjak dari kursinya. Ia begitu terkejut saat mendengar Edgar yang berteriak sangat kencang di depannya.

"Apaan sih? Bikin orang jantungan aja!" seru Ale.

Edgar mengangkat wajahnya dari laptop, "Pemodelan gue udah beres 100%. Gue bisa sidang bulan ini!"

Ale melotot, "No way."

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Edgar untuk melihat laptopnya. Dan benar saja di layar laptop Edgar tertulis tulisan hijau besar "COMPLETED".

"I'm happy for you!" Ale memeluk Edgar dari belakang.

"Akhirnya perjuangan gue 6 bulan ini beres juga." ujar Edgar. Ale melepaskan pelukannya dan kembali ke kursinya.

"Huh, gue beneran ditinggal lulus duluan dong." cibirnya. Edgar tertawa.

"Abis gue sidang gue bantuin lo deh. I will dedicate my days for you." ujarnya. Ale tertawa.

"Lebay banget!"

Mereka kini tengah berada di sebuah cafe untuk mengerjakan skripsi bersama. Hampir setiap hari selama beberapa bulan terakhir ini mereka selalu janjian untuk mengerjakan skripsi bersama. Alasannya, agar mereka bisa jauh lebih produktif ketimbang mengerjakan sendiri-sendiri.

Sementara Edgar sudah memasuki tahap finishing skripsinya, Ale sendiri baru hendak memulai analisis nya. Hampir setiap hari Edgar harus mendengarkan keluh kesah Ale saat ia kesulitan mengerjakan skripsinya.

"Gar gue mau udahan buat hari ini, udah capek." ujar Ale sambil menutup laptopnya. Ia meletakkan kepalanya diatas meja.

Edgar menoleh dan tersenyum geli. Ia mengelus rambut Ale, "Mau pulang?" tanyanya. Ale mengangguk.

"Yaudah ayo."

Edgar pun bangkit dari kursinya dan membereskan laptop serta buku-bukunya. Ia juga membereskan laptop dan buku-buku Ale.

"Get up, sleepyhead."

Ale mengangkat wajahnya yang sudah kusut. Rambutnya yang panjang menjuntai ke depan wajahnya. Ia bangkit dan berjalan gontai mengekori Edgar.

Di mobil, Ale pun hanya menyandarkan kepalanya sambil melihat keluar jendela. Edgar sudah paham bahwa Ale sedang badmood. Ia pun membelokkan mobilnya ke drive-thru McD.

Melihat mobil Edgar yang berbelok masuk ke McD, wajah Ale langsung berubah sumringah. Ia menoleh ke arah Edgar yang kini sudah siap memesan makanan.

"Mba, mau big mac nya 2, mc flurry oreo nya 2, cola nya 2, sama french fries nya 2 ya." Edgar memesan makanan kemudian langsung membayarnya.

Ia menoleh ke arah Ale yang kini sudah tampak lebih cerah. Ale berkali-kali melongok keluar jendela untuk mengecek apakah pesanannya sudah selesai atau belum.

"Makasih ya mba." ujar Edgar sambil mengambil pesanan mereka.

Ale yang sedari tadi sudah tersenyum girang pun langsung mengambil pesanannya. Edgar hanya tersenyum melihatnya.

Sepanjang perjalanan menuju kosan Ale, mereka berdua sibuk membicarakan apa saja yang akan mereka lakukan setelah lulus kuliah nanti. Ale cenderung lebih banyak mendengarkan karena ia sendiri belum tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini.

"Maybe this year i will go straight to Germany dan ambil gelar bachelor di bidang pariwisata. It's always been my dream since......i dont know maybe high school?" ujar Edgar.

"Gue udah pernah bilang kan kalo gue pengen banget punya some kind of tour and travel agent?" tanya Edgar. Ale mengangguk.

"I will make it come true, at least sebelum umur gue 25." ujar Edgar.

Ale memandang temannya ini dengan kagum. Edgar memang tipe orang yang rajin dan pekerja keras, and he always know what he wants. Tidak seperti Ale yang cenderung mengalir seperti air.

"Tungguin gue ya." ujar Ale setelah mobil Edgar sampai di depan kosan nya.

Edgar menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. Ale memandangnya.

"Tungguin gue di Jerman." jawabnya. Edgar tertawa lalu mengangguk.

Tepat 3 minggu setelah hari itu, Edgar pun akhirnya resmi menyandang gelar sarjana teknik setelah sidang yang ia lalui berjalan dengan lancar. Predikat cumlaude pun dengan mudah diraihnya.

"How does it feel to be a fresh graduate?" tanya Ale saat Edgar tengah berkunjung ke kosannya.

Edgar terkekeh, "It's only been a week tho." jawabnya. Ale mencibir.

"Revisi gue masih banyak nih. Kayanya baru bisa maju sidang 2 bulan lagi." ujarnya lesu. Edgar tersenyum lebar dan mengelus kepala Ale pelan.

"Gapapa, it's your pace kok. Ikutin aja, Le." ujarnya. Ale hanya mengangguk.

Ale kembali sibuk dengan laptopnya mengerjakan skripsinya. Sementara Edgar menemaninya sambil bermain ponsel di sebelahnya.

"Le."

"Ya?" jawab Ale tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

"2 bulan lagi gue berangkat ke Jerman." ujar Edgar sambil masih asyik bermain game di ponselnya.

Ale seketika langsung menoleh dan mengernyitkan dahinya.

"You kidding?"

Edgar menggeleng. Ia mengangkat wajahnya bersamaan dengan kemenangan game yang baru saja ia mainkan.

"I haven't told you before, kalo gue sebenernya udah apply scholarship dari 6 bulan yang lalu. and i just received their reply 3 days ago." jawabnya.

"Dimana?" tanya Ale lagi.

"Berlin School of Business and Innovation." jawabnya.

Ale terdiam. So, it's really happening, isn't it?

"Jadi kemungkinan pas gue sidang lo udah berangkat dong?" tanya Ale.

Edgar mengangguk, "Mungkin."

Ale terdiam lagi. Ia hanya memandang lurus ke arah Edgar yang kini juga tengah menatapnya. Mereka berdua bertatapan selama beberapa menit dalam diam.

Entah apa yang merasuki dirinya, Ale bergerak mendekat ke arah Edgar dan melingkarkan tangannya di pinggang kurus milik Edgar. Kepalanya ia sandarkan di dada Edgar.

"Can't you just stay?" kata-kata itu mengalir dengan lancar dari mulut Ale.

Edgar yang awalnya sedikit terkejut melihat Ale yang kini tengah memeluknya pun menghela napasnya. Tangannya kini merengkuh Ale untuk mendekat ke arahnya.

"It's only 3 years, i swear." jawabnya.

"3 years without you feels like a hundred." ujar Ale. Edgar tergelak.

"Lebay." Ia menjitak kepala Ale pelan.

"I'll make sure to make everything better once i come back." ujarnya lagi.

Ale melepas pelukannya. Ia kembali menatap wajah Edgar yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

"Lo takut kangen gue ya?" ledek Edgar. Ale mengangguk tanpa ragu.

Edgar terkekeh. Tangannya tergerak untuk menyingkirkan anak rambut Ale yang terurai di wajahnya. Matanya menatap lurus ke manik mata Ale yang berwarna kecoklatan.

Suasana Bandung sore itu sangat sejuk. Ditambah lagi dengan suara tetesan hujan gerimis yang jatuh diatas genting. Mereka yang sedang duduk di taman belakang kosan Ale pun merasakan hawa dingin yang kian terasa diantara mereka.

Edgar pulls Ale closer to him as he slowly put his lips on hers, and with no hesitations, Ale closes her eyes, as suddenly the rain falls from the sky.

She finally admits that all these time, she's just being denial about her feelings towards this guy.

-give it lots of love!xo❤️

Once Upon A Time in Bandung | nct jungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang