Tiga🌵

18 2 0
                                    

🌻🌻🌻

"Apa ini Alin ha apa? Tiap hari nilai kamu turun." Ressa merobek hasil ulangan matematika Alin yang menampilkan angka 80.

"Maaf pa." Cicit Alin sambil menundukkan kepalanya.

"Kapan sih kamu berubah? Papa malu, papa malu punya anak bodoh kayak kamu. Harusnya yang jadi anak papa itu Alen bukan kamu."

Dunia Alin sekarang runtuh mendengar perkataan Ressa yang berhasil mencabik cabik hatinya. Tak terasa satu tetes air mata berhasil meluruh dari pelupuk matanya. Alin mengusapnya dengan kasar menggunakan punggung tangan.

"Kapan kamu berubah Alin, kapaan??. Berapa kali papa katakan sama kamu? Tinggalin geng motor gak jelas itu. Kamu mau jadi kayak alm Farel iya??. Dia itu beda sama kamu. Dia pinter gak kayak kamu." Makian demi makian selalu Alin terima. Sejak kakaknya meninggal 1 tahun yang lalu membuat papa dan mamanya semakin menjadi jadi untuk membandingkannya dengan alen.

Alenia Zidny Mahendra. Seorang gadis yatim piatu yang ditinggal oleh kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Kedua orang tua Alin mengangkatnya sebagai anak karena orang tua Alen masih bersahabat dengan Ressa dan arumi.

"Hiks hiks." Alin sudah tidak bisa menahan isakannya. Air mata terus membanjiri kedua pipinya. Tangannya terkepal menahan amarah.

"Alen alen alen alen terus. Emang pa. Aku sama Alen itu beda. Emang selalu Alen yang menang. Alin capek pa. Alin capek." Alin mengeluarkan segala isi hati yang sedari tadi ia tahan.

Plakkk. Satu tamparan mengenai pipi Alin. Bukan, bukan Ressa yang menampar, melainkan Arumi. Rasa panas menjalar ke seluruh pipi Alin. Ia kembali menunduk menahan air mata agar tak meluruh kembali.

"Ya emang. Karena kamu gak ada yang bisa di banggain." Arumi menatap tajam Alin. Kedua sorot matanya menunjukan amarah yang sangat dalam.

"Maaf." Cicit Alin sekali lagi. Ressa mengacak rambutnya frustasi. Namun sorot matanya nampak menginterogasi.

Alin berlari menahan tangis dari Ressa dan Arumi. Ia butuh sandaran namun pada siapa?. Alin sangat jarang menceritakan masalah pribadinya ke siapapun. Dahulu ada Farel yang senantiasa menghiburnya bahkan membela Alin di depan Ressa dan Arumi. Namun kini ia telah tiada dan menjadikan luka yang sulit untuk di obati walau dengan beribu P3K.

🌻🌻🌻

Barisan dan kawan kawan sedang bersantai di kantin dengan menikmati mie ayam mang otoy langganan mereka. Ini masih sangat pagi namun kantin sudah di penuhi para siswa yang sedang bersarapan seperti halnya Barisan dan komplotannya yang kini sudah nangkring di pojok kantin.

"Si Alin cantik juga ya kalo di liat liat." Ucap Angga sambil menstalking sosial media seorang Alinea Paragrafi.

"Etdah gak bakal mungkin dia naksir sama lo. Naksirnya sama noh nohh si manusia es." Arvi menunjuk Barisan yang sedang menengguk es teh tawarnya. Namun sang empu hanya mengangkat satu alisnya lalu melanjutkan aktifitasnya.

Di lain tempat Alin dan intan sedang berada di perpustakaan. Jangan ada yang bilang rajin. Karena ini malah sebaliknya. Mereka hanya mau membobol wifi di perpustakaan karena terkenal dengan singal yang lancar jaya.

"Yehhh bisa. Nyambung kagak lin?." Tanya Intan sambil melirik lirik ponsel milik Alin.

"Dari tadi." Jawab Alin singkat. Dan membuat Intan menggembungkan pipinya kesal.

"Eh gue punya sesuatu buat lo."

"Paan?." Tanya Alin dengan singkat namun matanya berbinar menatap Intan.

Drtt drttt. Ponsel Alin kembali bergetar dan menemukan notif dari manusia di sebelahnya.

Manusia gak jelas(intan)
Online

087575******
No. nya kak Barisan.

Mata Alin berbinar dengan raut muka senang. Tanpa sepatah katapun ia memeluk Intan yang berada di sebelahnya. Intan hanya tersenyum sambil membalas pelukan itu dengan tulus.

Tanpa pikir panjang Alin menyimpan nomor tersebut ke akun google miliknya. Dan dengan antusias mengirim chat "save" untuk sang pemilih nomor. Matanya tak berpaling sedikitpun dari ponsel. Ia terus mengamati last seen yang tertera di bawah nama kontak tersebut.

"Last seennya 5 menit yang lalu." Ungkap Alin dengan muka di melas melaskan.

"Ya elu sabar pe'a. Ntar juga di balas. Palingaan." Jawab Intan dengan sorot mata tetap pada novel yang ia baca. Dan jawabannya membuahkan satu geplakkan di kepalanya dan membuat sang empu mengaduh karena sakit.

"Jangan runtuhin harapan gue gitu dong. Semangatin kek. Doain kek." Gerutu Alin dan membuahkan gelak tawa dari sahabatnya itu.

Bugh. Satu tinjuan tak cukup keras mendarat di lengan Intan. Meskipun tidak keras mampu membuat sang empu meringis kesakitan.

🌻🌻🌻

Di lain tempat Barisan dan komplotannya yang masih berada di kantin di kejutkan dengan guru BK yang membawa parang di tangannya. Kumis yang tebal menambah kesan Garang guru yang bernama Pak Bambang itu.

"Ini udah bel. Ngapain masih di sini ha?." Ucap pak Bambang dengan menodongkan parang ke arah Barisan dan komplotannya. Barisan dan kawan kawannya hanya bisa bergidik ngeri dengan ulah guru BK Rajawali Utama ini.

"A-anu pak , ituu-." Ucap Angga namun terpotong karena todongan Parang dari Pak Bambank membuatnya kicep.

"Masuk kelas cepaat." Perintah Pak Bambang tak bisa di ganggu gugat.

Satu persatu murid berdiri dan menyalimi guru paruh baya yang terkenal sangat killer itu. Dan berjalan menuju kelas masing masing.  Angga, Arvi dan Barisan sama sama berasal dari kelas yang sama, yaitu 12 Bahasa 4. Personil dari circle Barisan harusnya berisikan 5 orang. Namun karena hari ini Fajar dan Axel tidak masuk, hanya tersisa 3 orang.

"Gue kepo deh senjata yang pak Bambang simpen di ruangannya apa aja sih. Tiap hari kayaknya beda beda yang di bawa. Kemarin gunting tanaman. Kemarinnya lagi clurit. Trus kemarinnya lagi gergaji. Kemarinnya lagi gergaji mesin. Nah sekarang bawa parang." Celoteh Angga dengan bibir di monyong monyongkan.

"Mau keruangan saya?." Suara itu tiba tiba menggelegar dan berhasil membuat ketiga orang menoleh dan seketika merinding. Iya itu adalah suara guru paruh baya yang di maksut Angga. Pak Bambang, guru Bk yang selalu membawa benda benda tajam seperti bukan guru BK.

🌻🌻🌻

______________________________________

BARISAN ALINEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang