empat🌵

20 2 0
                                        

🌻🌻🌻

Hufffttt.

Alin menghela nafas panjang tatkala melihat roomchat dengan Barisan. Chatnya tak kunjung di read padahal ia online. Ia membuang ponselnya di sembarang arah. Ia menarik selimutnya dan membenarkan posisi bantalnya.

Drttt drttt.

Getaran ponsel Alin membuatnya tak jadi tidur. Dengan perasaan kepo yang sudah sampai di ubun ubun ia memungut ponsel yang tadi ia lempar ke sembarang Arah.

Kak Barbar
Online

Ok.

Alin mengucek matanya sambil melihat sebuah roomchat yang bernamakan "kak Barbar." Itu. Alin mengerjapkan matanya berkali kali. Lalu menampar pipinya sendiri karena masih belum percaya dengan notif yang ia lihat. Saat merasakan sakit di pipinya, Alin berseru gembira. Ia melompat lompat di atas kasurnya lalu mengirim stiker jempol di room chat tersebut.

Namun saat ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Dering ponselnya membuyarkan halu yang ia susun sedemikian rupa di fikirannya.

"Hall-."

"Lin Rendi di serang sama anak Meilan. Dia masuk rumah sakit." Ucap orang di seberang sana memotong kalimat Alin.

Tanpa pikir panjang Alin segera mengganti celananya dan meraih jaket kulit kesayangnnya. Ia menenteng sepatu boot dan berjalan mengendap endap layaknya maling di tengah keheningan.

Setelah mencapai garasi. Ia mendorong motornya keluar dari gerbang dan menjauhi rumahnya. Ia segera melajukan motor besarnya dan tidak lebih dari 2 menit sudah berbaur dengan kendaraan lainnya. Hari ini adalah hari sabtu jadi wajar jikalau jalanan lebih ramai dibanding hari hari biasanya, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 11.32 WIB.

Tibalah ia di rumah sakit merpati putih. Ia segera berlari menuju kamar Rendi yang sudah di beritahukan oleh Sigit. Ia membeku di tempat, melihat Rendi yang tak sadarkan diri di atas Brankar dengan beberapa memar di beberapa bagian tubuhnya.

"Dia di apain?." Tanya Alin to the point.

"Di tusuk pake belati." Ucap Arfan yang sibuk membaca majalah di sofa ruangan Rendi.

"Gue harus kasih pelajaran buat Fera." Alin mengepalkan tangannya menandakan ia benar benar marah.

"Jangan dulu queen. Lo gak boleh gegabah. Bisa bisa lo yang kenapa napa." Ucap Sigit menenangkan.

Kali ini Alin setuju dengan ucapan Sigit. Ia tidak boleh gegabah. Ia harus menyusun rencana untuk membalas perbuatan Meilan.

🌻🌻🌻

Seperti pagi pagi sebelumnya. Barisan dan komplotannya sudah nangkring di pojok kantin dengan mangkuk mie ayam yang sudah kosong dan juga minuman yang sudah tandas. Kali ini personil circle Barisan lengkap karena Fajar sudah kembali masuk sekolah.

Tida tiba seorang gadis muncul dari balik pintu kantin. Seseorang yang sama namun dengan 2 penampilan yang berbeda. Alinea. Ia berjalan mendekati Barisan dan menyeret Angga yang duduk di depan Barisan untuk pindah tempat duduk. Alin menyunggingkan senyum manis lalu mendudukan pantatnya di kursi hasil jarahannya dari Angga.

Ia mulai memasang kunci gitar dengan jari jemarinya. Dan melantunkan lagu yang sangat merdu.
Bahkan suaranya mampu menghipnotis seluruh makhluk di kantin itu.

🎶 Lama sudah ku menanti. Banyak cinta datang dan pergi. Tapi tak pernah aku senyaman iniiii. Mungkin dirimu lah cinta sejati. 🎶

🎶Tak akan ku ragu lagi. Ku jaga sampai ke ujung nadi. Tak kan ku sia sia kan lagi. Buat hidupku lebih berarti.🎶

"Tarik lin." Celetuk Fajar yang mulai terhipnotis dengan suara merdu Alin.

"Ho a ho e. Yok semuanyaaa." Tambah Angga dengan menepuk nepuk meja mengikuti irama gitar Alin.

🎶Cintamu senyaman mentari pagi. Seperti pelangi. Slalu ku nanti hooooo. Cintamu tak akan pernah terganti. Selamanya di hati. Aku bahagiaa.🎶

"Apaaa?." Ucap Alin melempar tanya pada semua makhluk kantin yang menikmati suara Alin.

"Milikimu seutuhnyaaaaaaaaaa." Kompak seluruh manusia yang berada di kantin terkecuali Barisan yang tetep fokus pada benda pipih yang ia pegang.

Alin tersenyum menatap Barisan yang memasang muka datar tanpa ekspresi. Membayangkan lelaki di hadapannya memberinya pujian karena suara merdunya.

"Udah?." Tanya Barisan dengan alis yang terangkat satu.

Alin mengangguk. Menyunggingkan senyum yang cukup manis dan membuat siapa saja jatuh hati padanya.

"Norak tau gak." Lanjut Barisan lalu beranjak pergi tanpa memperdulikan Alinea yang merubah raut mukanya menjadi raut muka kecewa.

Alin memperhatikan punggung Barisan yang mulai menjauh. Dan lama kelamaan menghilang dari pandangannya. Raut kecewa terpampang jelas di wajah Alinea. Ia beranjak dari duduknya. Menyambar teh kotak yang entah punya siapa, lalu meninggalkan kantin dengan lesu.

🌻🌻🌻

Udara sepoi sepoi menembus masuk dari jendela yang di buka. Bau obat yang menyengat juga berbaur dengan udara segar yang silih berganti. Alin menunggu sahabatnya yang masih terbaring lemah di atas brankarnya. Jari jemarinya mengusap lembut kepala pria yang kini sedang terbaring tak terdaya di hadapannya.

"A-aliin." Lirih pria itu mulai membuka matanya pelan.

"Gue di sini Ren gue disini." Ucap Alin antusias dan memencet tombol di sebelah brankar Rendi.

Setelah beberapa menit dokter dan beberapa perawat datang untuk melihat keadaan Rendi. 10 menit berlalu dokter itu tersenyum lega karena rendi sudah melewati masa kritisnya. Jadi yang tersisa hanya masa pemulihan luka.

"Ren lo kagak Amnesia kan?." Tanya Alin tiba tiba.

"Dok dia gak gagar otak kan dok?." Lanjut Alin lagi. Rendi menahan malu akibat ulah Alin yang menanyakan perihal itu.

"Luka tusukan itu tidak ada hubungannya dengan gagar otak dek. Dan untung saja lebamnya hanya di wajah dan tidak ada luka serius di kepalanya." Ucap dokter itu dengan sabar. Dan membuat Alin bernafas lega.

🌻🌻🌻
______________________________________

BARISAN ALINEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang