Enam🌵

20 2 0
                                    

🌻🌻🌻

"ALIN ,INTAN NGAPAIN KALIAANN?." Tanya pak Bambank dengan menodongkan gergajinya kearah Alin dan Intan bergantian.

"Itu pak anu." Coloteh Alin sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Satu tangannya masih berpegang pada pagar untuk menjaga keseimbangan.

"Anu anu anu apaa haa?."

"Anu pak ituu."

"Udah tau manjat pagar masih nanya bapak ini." Ujar Intan dengan percaya diri seperti tidak ada dosa.

"Diajarin siapa kamu manjat pagar kayak gini haa?."

"Bapak saya lah. Bapak saya kan Mafia terkenal se antero nusantara." Ujar Intan dengan pedenya. Bahkan menampilkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.

Alin hanya menundukkan wajahnya menahan malu akibat kalimat yang di lontarkan Intan. Walaupun yang di katakannya itu memang benar adanya. Ia adalah anak dari seorang mafia terkenal seantero nusantara.

"Turun kalian dan bapak tunggu di ruangan bapak." Perintah Pak Bambang tidak bisa di protes.

Bukannya turun dari jalan yang sama mereka malah melanjutkan acara memanjat pagar hingga ia turun di area sekolah tanpa harus membuka gembok di gerbang tersebut.

Alin dan Intan mengekori pak Bambang dari belakang seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Sesampainya di ruangan pak Bambank Alin dan Intan mempersiapkan mental untuk mendengarkan siraman rohani yang akan di lontarkan oleh guru BKnya tersebut.

"Hadehhhhh kalian ini bikin bapak pusing tau gak." Ucap pak Bambang dengan mengambil sebuah parang dari balik laci mejanya. Hal itu membuat merinding Intan dan juga Alin.

"Bapak ini guru BK apa psikopat sih sebenernya." Tanya intan mengalihkan topik.

"Kalo bisa 2 2 nya kenapa harus milih salah satu?." Ujar pak bambang sengaja menakut nakut i Alin dan Intan yang sudah mematung dengan wajah yang pucat pasi.

"Udah ya pak kita damai apa bapak mau saya bantai?." Ucap Intan menjadi jadi. Dan menjadikan pak Bambang membeku di tempat.

"Kita damai setelah kalian menulis surat pernyataan tidak akan terlambat dan melompat pagar lagi dengan materai 6000." Jawab pak Bambang dengan mengalihkan muka tegangnya menjadi muka garang seperti biasanya.

"Mana ada lompat Bapak. Orang kita manjat ya gak lin?." Lagi lagi apa yang di lontarkan Intan membuat Alin ingin menampol sahabatnya ini.

"Iya pak iya janji , kita janji bakal buat surat pernyataannya. Kita pamit dulu ya pak bye byee pak bambankkkkkkk." Alin menyeret Intan dengan satu tangan dan tangan satunya melambai kearah pak Bambank yang menatapnya garang.

🌻🌻🌻

Akibat telat tadi , dan di tambah di sidang pak Bambang di ruangannya, menjadikan Alin dan Intan kehilangan jam pelajaran pertama. Dan berakhir di ruang perpustakaan dengan untuk menyelesaikan resume buku paket.

Namun saat Alin akan mengambil buku paket, ia melihat orang yang sama sekali tidak asing di matanya. Barisan. Itu adalah barisan. Matanya tak pernah berpaling dari Barisan yang duduk tidak jauh dari bangkunya dan intan.

Alin menutupi wajahnya dengan buku paket, menyisakan bagian matanya untuk melihat objek tak asing tak jauh darinya. Mata Alin menatap sengit seseorang di samping Barisan. Seseorang yang menggelayut manja di lengan Barisan.

"Dia Nasya Lin." Ucap Intan saat sadar Alin tengah menatap seseorang di samping Barisan.

"Siapanya Barisan?." Tanya Alin namun matanya tak beralih dari objek yang ia pandang.

"Sahabat."

~dih sahabat dari mana. Nggelayut kek ulet gitu di lengannya Barbar gue.~ cerocos Alin dalam hati.

Alin menatap 2 orang di hadapannya dengan sengit. Menatap gerakan demi gerakan Nasya yang bermanja manja dengan Barisan dan berhasil membuat Alin terbakar api cemburu.

Kesabaran Alin kian terkikis melihat ulah Nasya dan Barisan. Ia menggebrakkan bukunya di atas meja lalu berjalan menuju bangku Barisan. Berniat mengganggu dua insan yang berada tak jauh dari bangkunya itu.

"Eh ada kak Barbar. Kenalin kak Alinea Paragrafi, kelas 11 bahasa satu, eh bukannya kemaren udah kenalan ya. Ups maap lupa hihi." Celetuk Alin pada Barisan dan dengan sengaja duduk di samping Barisan yang sibuk mengerjakan soal matematika.

"Loh Kak Barbar jago matematika?. Kalo gitu kebetulan dong, aku juga lagi ngerjain matematika, Ajarin ya??." Alin menopang dagunya dengan kedua tangannya, menampilkan puppy eyes dan muka yang dengan sengaja di melas melaskan. Namun manusia di sampingnya hanya diam sembari terus menghitung angka demi angka di buku tulisnya.

"Kak Barbaaarrrrrr." Sentak Alin manja.

"Gue gak bisa , gue sibuk."

"Cuma tiga nomor aja kok kak, bantuin ya ??."

"Lo budeg apa gimana sih ha?, Gak bisa ya gak bisa, Jangan maksa dong." Bukan , bukan Barisan yang melontarkan kalimat itu namun manusia di samping Barisan yang sedari tadi menggelayut di lengan Barisan.

"Kok lo nyolot sih?."

"Ya lo-nya aja yang tolol, Barisan udah bilang dia gak bisa. Lo gak liat dia lagi belajar sama gue?."

"Eh ulet bulu, gue dari tadi tau ya lo gelayutan muli di lengannya kak Barbar. Dasar Lont*." Sarkas Alin dengan senyuman miring.

Plakk. Satu tamparan itu mendarat mulus di pipi Alin. Namun tamparan itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia terima di hatinya kala tahu yang menamparnya adalah Barisan.

"Ka-kamu nampar aku?." Ucap Alin lirih sambil memegangi pipinya. Barisan hanya diam lalu menarik Alin dari perpustakaan. Langkahnya berhenti di depan sebuah kolam renang outdoor Rajawali Utama.

Barisan menatap Alin dari atas sampai bawah. Begitu kacau. Rambut terurai dengan headband di lehernya. Rok pendek yang hampir separuh pahanya dan juga seragam yang tidak di masukkan.

"Lo-."

Drttttt drtttttt.

Kalimat Barisan menggantung kala melihat raut Alin yang berubah seusai menoleh ke arah handphonenya. Alin berlari meninggalkan Barisan yang masih menatapnya hingga punggungnya menghilang tertelan jarak. "Aneh" gumam Barisan saat melihat Alin yang mulai menjauh dari pandangannya.

🌻🌻🌻
_________________________________________

BARISAN ALINEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang