6

620 123 3
                                    

***

Rasanya seperti mencari sehelai benang di dalam tumpukan jerami. Bahkan magnet tidak lagi bisa membantu. Sudah tiga hari Jisoo dan Mino menginap di kantor polisi, menyusun bukti, mencari informasi, menonton rekaman CCTV berjam-jam lamanya. Ini kali pertama sejak satu tahun terakhir Mino tidak menemui Lisa untuk makan siang. Pria itu dibuat sangat sibuk oleh perintah Ketua Tim barunya, Kapten barunya.

Ini hari ketiga sejak mayat kedua ditemukan. Nama korbannya Kim Jisoo, membuat Jisoo sering merasa bergidik setiap kali melihat fotonya. Bagaimana kalau ia yang ada di foto itu? Dengan leher tergantung dan tangan terjahit? Jisoo bergidik ngeri setiap kali membayangkannya.

Di tengah lelahnya menonton rekaman CCTV di sekitaran lokasi kejadian, dua orang pria melangkah masuk ke dalam kantor polisi daerah itu. Mereka melihat sekeliling ruang kerja yang dipakai oleh tiga tim kejahatan dan kekerasan- tim Jatrantas- lantas bertanya, "aku dari Kepolisian Metro, bisa aku bertemu dengan Detektif Kwon?" ucapnya.

Mino menyenggol Jisoo yang duduk di sebelahnya. Menyuruh Jisoo untuk bangun melayani para tamu sementara Detektif Kwon yang mereka cari sedang pergi- sibuk dengan beberapa wanita.

"Detektif Kwon tidak ada di tempat, kalau ada pesan aku bisa menyampaikannya," jawab Jisoo, setelah ia menundukkan kepalanya untuk memberi salam pada dua senior di sana. Dong Yongbae dan Kang Daesung- Jisoo melihat nama itu di masing-masing kartu karyawan yang mengalung di leher masing-masing tamunya.

"Jiyong hyung bilang dia ada di toko buku," bisik seorang tamu pada tamu lain yang datang bersamanya. "Toko buku 365&7, apa kau tahu dimana toko itu?"

"Tokonya ada di-"

"Aku akan mengantar kalian ke sana," potong Mino, yang langsung berdiri, mematikan monitor komputernya lantas mengambil jaket juga kunci mobilnya. Pria yang sebelumnya lelah dengan semua rekaman CCTV, kini bersemangat untuk mengantar tamu mereka ke toko buku milik Lisa, di pusat bisnis lokal.

"Lagi-lagi Lisa! Kenapa semua orang lebih sibuk dengan urusan pribadi mereka daripada bekerja?! Augh! Menjengkelkan!" keluh Jisoo, tepat setelah Mino pergi dengan tamu-tamu tadi.

"Tenang lah Jisoo-ya," ucap seorang detektif dari tim lain. "Begitu mereka menikah, mereka akan senang berada di sini setiap hari, tanpa libur. Karena tidak ingin bertemu istri cerewet di rumah. Bersabar saja, dukung mereka agar segera menikah lalu jadi gila kerja," susulnya, melontarkan candaan yang terinspirasi dari hidupnya sendiri.

"Tapi, masalahnya, mereka berdua selalu di tolak," jawab Jisoo. "Pemilik toko buku yang mereka suka itu, selalu menolak mereka. Mino oppa mungkin punya sedikit peluang karena pemilik toko itu masih mau makan bersamanya. Tapi Ketua Tim Kwon sedikit aneh. Dia tidak mencoba mendekati wanita itu pelan-pelan. Dia langsung mengungkapkan perasaannya dan langsung di tolak. Aku tidak mau, pergilah! hanya itu yang pemilik tokonya katakan setiap kali melihat Ketua Tim Kwon mendekatinya."

"Dia ditolak sekeras itu dan tidak menyerah? Wahh... Orang dari Metro itu punya nyali."

"Iya! Dia ditolak seperti itu dan terus mengikuti pemilik toko buku itu. Oppaku berteman dengan pemilik toko buku itu, dan oppaku bilang, si pemilik toko buku sampai kesal karena terus diikuti. Ketua Tim Kwon pasti sudah gila," cibir Jisoo, mengomentari hidup atasannya seperti sebagian besar bawahan lainnya. "Padahal ada seorang wanita cantik lain yang sering mencarinya ke sini," susul gadis itu, dalam upaya untuk membantu kepalanya agar tetap waras.

Pagi ini, Lisa keluar dari rumahnya bersamaan dengan Jiyong yang turun dari lantai dua. Tidak, itu bukan kebetulan. Jiyong sudah menunggu di ujung tangga untuk menciptakan situasi yang seolah-olah kebetulan itu. Pria itu berlari turun, tepat setelah mendengar pintu rumah Lisa kembali di tutup.

"Tidak, aku tidak mau," sapa Lisa, mengantikan kalimat 'selamat pagi' yang normalnya dipakai untuk menyapa.

"Aku belum bilang apapun," gumam Jiyong, yang selanjutnya justru menawarkan diri untuk mengantar Lisa ke tokonya.

Gadis itu menolak. Apapun yang Jiyong tawarkan, termasuk memberi tumpangan dengan mobilnya, Lisa menolak. Gadis itu membuat Jiyong ikut berjalan, mengikutinya dari belakang sembari melontarkan tawaran-tawaran yang selalu di tolak.

"Timku membutuhkanmu, sungguh."

"Tidak."

"Kau tidak ingin menangkap pembunuh keji itu?"

"Tidak."

"Ayolah, bagaimana kalau keluargamu yang jadi korbannya?"

"Keluarga korban tidak boleh bergabung dalam penyelidikan."

"Ah iya juga. Tapi Lisa, kau bukan keluarga korban. Kau tidak kasihan pada korbannya?"

"Kasihan tapi itu tugasmu, oppa. Berhenti mengangguku! Kau bahkan tidak begini saat kita putus, ada apa denganmu?!" kesal Lisa, berbalik di jalannya menuju tempat kerjanya.

"Kalau aku begini saat kita putus, apa kau akan tetap tinggal? Kau justru akan lebih marah," tanya Jiyong kemudian, membuat Lisa menghela nafasnya dan kembali berbalik, meninggalkan Jiyong yang tetap berdiri di tempatnya. "Hubungi aku kalau kau berubah pikiran. Aku tidak pernah mengganti nomor teleponku!" teriak Jiyong.

Dengan langkahnya yang terasa berat, pria itu kembali ke rumahnya. Ia ambil mobilnya, lalu pergi ke kantor polisi seperti biasanya. Jiyong mulai bekerja begitu tiba di kantor. Ia pelajari semua hasil autopsi sampai detail-detailnya. Ia cari celah dalam berkas-berkas itu, untuk menemukan sosok yang mendalangi segalanya.

Tapi baru dua jam Jiyong duduk di kursinya, pria itu sudah kembali pergi. Berpamitan untuk mencari bukti lain namun justru berakhir di toko buku Lisa. Ia datang ke sana, lantas membujuk lagi mantan rekan kerjanya itu. Meski usahanya itu tetap sia-sia, Lisa tetap menolak, apapun yang ia katakan.

"Haruskah aku berlutut agar kau bersedia?" tanya Jiyong, mengganggu gadis yang tengah merapikan beberapa bukunya. Di saat yang sama, lonceng di pintu berdenting. Dengan tenang Lisa menghampiri pelanggan yang baru saja masuk itu, namun semua langkah berhenti begitu mereka mengenali wajah satu sama lain.

"Selamat datang-"

Lisa berhenti karena melihat tiga pria yang dikenalnya. Melihat Mino yang selalu ia tolak, menatapnya dengan resah. Sedang Yongbae juga Daesung terlihat kaget di tempat mereka berdiri, beberapa sentimeter di belakang Mino. Mereka pasti salah paham- yakin Lisa. Sedang Jiyong, yang berdiri di belakang Lisa, sangat dekat hingga hampir bersentuhan dengan punggung gadis itu, juga terkejut. Seolah baru saja tertangkap basah. Jiyong tidak menduga dua temannya itu, akan datang sangat cepat bersama Mino. Ia tidak memperhitungkan bahwa Mino mau mengantar tamu-tamunya.

"Harus kah kami kembali nanti?" tanya Yongbae, memecah suasana.

"Tidak, ayo kita pergi," jawab Jiyong, melangkah mendahului Lisa kemudian meraih bahu dua temannya, mengajak semua orang pergi sebelum ia harus menjawab berbagai pertanyaan di depan Lisa. "Kalian datang untuk membicarakan kasus penjahit kan?" susulnya, mencoba membawa arah pembicaraan mereka ketempat yang benar.

"Baiklah. Aku mau. Tapi dengan beberapa syarat," ucap Lisa, masih di tempatnya berdiri. "Syarat pertama, aku tidak mau pergi ke kantor polisi. Syarat lainnya kita bicarakan nanti," tambah gadis itu. Sengaja melangkah kembali ke balik rak buku, memilih beberapa buku di depannya lantas meremas buku-buku itu. Ia berharap, ia telah membuat sebuah pilihan yang tepat kali ini.

***

Life DisorderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang