***
Ia menjatuhkan kepalanya ke atas meja setelah menonton rekaman pembicaraan Lisa dengan Jung Yoomi. Dengan tangannya, ia tekan kepalanya ke meja dingin di depannya. Berharap dingin dari meja itu bisa mengurangi sedikit rasa sakit di kepalanya. Ia benturkan dahinya di meja, sekali, dua kali, tiga kali, melawan rasa sakit dengan rasa sakit lainnya. Tapi tidak ada yang berguna. Kepalanya tetap sakit, tetap luar biasa nyeri, berdenyut seolah ada selusin D'splay si pemain drum di dalamnya.
"Detektif Kwon," tegur Jisoo, melangkah masuk ke dalam ruang kontrol, melihat Lisa yang duduk tenang di dalam ruang interogasi. Lisa bersandar pada kursinya, menatap pergelangan tangannya yang terikat borgol. Memperhatikan gores luka di sana, memar karena berebut borgol dengan Jiyong tadi pagi.
"Hm?" balas Jiyong, menoleh pada Jisoo, sembari melepaskan headphone yang ada di kepalanya.
"Lisa tidak bisa tinggal di penjara. Dia sakit, dia harus dirawat, bukan dipenjara," ucap Jisoo, sementara Jiyong hanya menundukkan kepalanya. "Aku sudah bicara pada Hanbin, aku juga sudah bicara dengan Bobby dan seorang profiler yang aku kenal. Lisa sakit. Setelah kematian orangtuanya, dia tidak bisa lagi mengatur emosinya, semua ini terjadi karena trauma. Lihat caranya memilih korbannya, semua korbannya pernah melakukan hal yang sama seperti yang Victoria lakukan padanya. Lisa melakukan kesalahan karena traumanya, kalau kita mengirimnya ke penjara, dia tidak akan sembuh. Karena itu, bisakah kau bicara pada Jaksa Jung agar melupakan interogasi hari ini? Aku akan bicara pada Lisa, aku akan membujuknya, jadi kita bisa mengulang interogasinya, ya? Hanya untuk menghapus beberapa bagian yang akan memberatkannya, ya? Lisa tidak lagi punya keluarga, hanya ada kita," bujuk Jisoo, sebab ia ingin Lisa dipenjara seumur hidupnya.
"Jisoo-ya," jawab Jiyong. "Kau tahu kan kalau itu tidak mungkin? Meski ia sakit, yang dilakukannya bukan hanya kesalahan, membunuh bukan kesalahan, itu kejahatan. Kau ingat nama unit kita? Kejahatan dan kekerasan, bukan kesalahan dan kekerasan."
"Lalu kita hanya akan diam? Membiarkan Lisa dipenjara karena traumanya?" tanya Jisoo. "Baiklah. Baik kalau aku harus diam saja, anggaplah aku harus tetap profesional. Aku bahkan tidak punya kuasa apapun di sini. Tapi bagaimana bisa anda melakukan itu pada Lisa? Lisa jadi seperti ini karenamu. Lisa jadi trauma seperti ini karena mantan kekasihmu. Anda akan diam saja? Mengatakan— oh ya? Kau sudah membunuh? Kalau begitu kau harus dihukum. Ayo tulis laporannya, agar hakim bisa segera menghukummu— anda hanya akan melakukan itu? Karena anda profesional? Karena anda bekerja di unit kejahatan dan kekerasan, bukan kesalahan dan kekerasan? Aku sangat kecewa padamu, Ketua Tim," kesal Jisoo, yang langsung pergi tanpa sudi mendengarkan penjelasan Jiyong.
Sore itu bukan hanya Jisoo yang kecewa pada Jiyong. Mino pun sama kecewanya, sebab menurutnya Jiyong tidak melakukan apapun untuk Lisa. "Aku tahu perbuatan Lisa tidak bisa dimaafkan. Tapi apa salahnya kita berusaha meringankan hukumannya? Kalau dipikir-pikir, Lisa tidak membunuh tiga orang. Kim Jisoo, dia ingin melukai Lisa. Lisa membunuhnya karena ingin menyelamatkan dirinya. Lalu Nancy, dia juga sudah melakukan kesalahan yang lebih kejam. Dia hanya memetik apa yang dia tabur," bela Mino, seperti seorang penembak jitu yang hanya menghambur-hamburkan pelurunya.
Jiyong pikir, isi kepalanya sudah yang paling bermasalah— karena ia tidak mampu memikirkan apapun. Namun cinta, ternyata membuat Jisoo juga Mino kehilangan logika mereka. Bukan hanya kedua detektif itu, bahkan Hanbin juga Bobby datang ke kantor polisi. Keduanya datang, keduanya juga meminta Jiyong untuk melakukan sesuatu agar Lisa bisa dibebaskan meski harus mendapat gelar gila di belakang namanya.
"Ini pengacara terbaik yang bisa aku dapatkan," ucap Bobby dalam kunjungannya. "Dia bisa membantu kita. Lisa tidak boleh dihukum seumur hidup. Kita bisa membuatnya jadi sakit keras lalu-"
"Aku belum bicara dengan Lisa," potong Jiyong. "Aku akan meminta seseorang mengantar pengacaranya untuk bertemu dengan Lisa, tapi kau tidak bisa bertemu dengannya sekarang," susulnya, enggan bicara lebih lama lagi.
Baik Jisoo, kakaknya, Mino sampai Bobby, tidak seorang pun yang ingin Lisa membusuk dipenjara. Semuanya bermaksud baik, semuanya menyayangi Lisa. Jiyong harus bersyukur karena Lisa dikelilingi orang-orang baik itu. Sebab sayangnya, hati nurani Jiyong tidak bisa membebaskan Lisa. Ada banyak keluarga yang hancur karena Lisa, Jiyong tidak bisa mengabaikan mereka. Ditambah ingatannya akan pembicaraannya dengan Lisa beberapa waktu lalu— saat Lisa bertanya tentang reaksi Jiyong kalau Lisa melakukan kesalahan— Jiyong tidak bisa melupakan jawabannya waktu itu.
Malam datang, Mino mengajak Jiyong untuk berunding, dengan Bobby, Hanbin, Jisoo juga seorang pengacara yang Bobby pekerjakan. Namun memilih untuk menolaknya. "Hyung, kau sudah memilih untuk jadi detektif kali ini? Bukan kekasihnya?" tanya Mino, setelah ia mendengar penolakan Jiyong. "Kau tidak akan mentransfer kasusnya ke tim lain? Kau akan tetap berada di posisimu? Kau tidak peduli pada nasibnya nanti?" desak pria itu, lagi-lagi membuat hati Jiyong tercabik. Hari ini, ada banyak sekali orang yang menusuk dada Jiyong, menyudutkannya.
"Kasusnya sudah di transfer ke kejaksaan," jawab Jiyong. "Jaksa Jung dan Kepala Kepolisian yang akan memutuskan, kita dikeluarkan dari penyelidikan atau tidak, untuk sementara kita masih bertanggung jawab untuk kasus ini, keputusannya lusa, setelah mereka menginterogasi Jin sekali lagi, setelah interogasi silang," susulnya, menjelaskan keadaan yang tentu sudah Mino ketahui.
"Lalu kau akan diam saja sampai saat itu? Bagaimana kalau saat itu, kita justru terlambat?" desaknya sekali lagi. "Kita harus menolong Lisa, iya kan? Meski tidak bisa membebaskannya, kita harus membantunya untuk dapat hukuman paling ringan, kau mencintainya, iya 'kan?"
"Aku tahu, sulit untukmu mengenyampingkan perasaanmu. Tapi kau detektif untuk kasus ini. Lisa penting, aku juga berharap dia bisa dapat hukuman paling ringan. Bebas bersyarat karena sakit? Aku akan sangat berterima kasih kalau Lisa bisa mendapatkannya. Tapi bagaimana dengan keluarga korban? Dengan orangtua Nancy yang menangis dan memohon padamu untuk menemukan pembunuhnya? Bagaimana dengan kekasih Kim Jisoo? Dengan keluarga Alice?"
"Dari semua orang, kenapa aku harus mendengar itu darimu, hyung?" kesal Mino, lagi-lagi meninggalkan Jiyong tanpa mau mendengarkan penjelasan ketua timnya.
Jiyong kehilangan kekuatannya. Ia kehilangan anak buahnya sebab kedua anak buahnya lebih mencintai Lisa dibanding dengan pekerjaan mereka. Namun alih-alih marah dan berteriak, Jiyong hanya menghela nafasnya. Ia memutuskan untuk memaklumi Mino juga Jisoo yang sama terkejutnya dengan dirinya.
Saat duduk di kursinya setelah ditinggalkan Mino, Jiyong bertemu tatap dengan seorang detektif senior yang tempo hari bertemu dengannya di restoran depan kantor polisi. Seadanya, Jiyong tersenyum, menyapa sang senior yang tengah memperhatikannya itu. "Hari ini, semua orang di timmu tidak waras," komentar senior itu, yang dengan sedikit senyum kecut Jiyong iyakan. "Tadi pagi aku pun terkejut mendengar apa yang terjadi pada tim kalian. Kalian pasti lebih terkejut lagi, apa lagi Song Mino yang sudah lama menyukai wanita itu. Bertahanlah, ini akan segera berakhir. Tapi, kalau kau tidak keberatan, aku ingin memberimu sedikit saran."
"Apa itu?"
"Keluarkan Mino dan Jisoo dari kasus ini. Mereka akan marah, pasti. Tapi keadaan bisa jadi lebih buruk kalau mereka terus mengerjakan kasus ini sebagai keluarga wanita itu. Penilaian subjektif mereka, justru akan membuat semuanya jadi bias. Kau tahu itu 'kan?"
"Apa menurutmu aku juga harus mengundurkan diri?"
"Kau sudah tahu jawabannya."
***