28

413 107 12
                                    

***

"Aku ingin bertemu dengan Detektif Kwon Jiyong," ucap Lisa, kepada seorang petugas berseragam di pintu utama kantor polisi. "Dimana dia sekarang? Harusnya dia ada di sini," tuturnya, sebab saat melangkah masuk tadi, ia melihat mobil Jiyong terparkir rapi di depan kantor polisi.

"Boleh aku tahu siapa dan apa keperluan anda-"

"Namaku Lisa dan ada hal penting tentang kasus pembunuhan penjahit yang ingin aku beritahu padanya. Haruskah aku meneleponnya agar diizinkan masuk?" potong Lisa, membuat si petugas berseragam lantas mengantar Lisa masuk ke dalam kantor polisi, ke meja tempat Jiyong duduk dan bekerja, tempat pria itu bertemu dengan rekan-rekannya.

Lisa di antar masuk, di perkenalkan dan tentu saja mengejutkan Jiyong. Meski pria itu, juga Mino dan Jisoo senang karena melihatnya. "Lisa! Kenapa kau datang? Mengantar makanan untuk kekasihmu? Sarapan?" goda Jisoo, sebab melihat sebuah bungkusan di tangan Lisa. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung satu porsi bekal makan pagi.

"Siapa kekasihnya?" tanya Jiyong, yang tidak pernah berani melabeli dirinya sendiri sebagai kekasih Lisa meski akhir-akhir ini mereka luar biasa dekat. Cukup dekat untuk satu kali tidur bersama— benar-benar tidur, sama-sama tidak sengaja terlelap saat menonton film di rumah Lisa.

"Tidak," geleng Lisa. "Aku datang untuk menyerahkan diri," tuturnya kemudian.

"Menyerahkan diri? Menyerahkan diri untuk Detektif Kwon? Whoa... Adegan romantis apa ini?" goda Jisoo. "Jangan bermesraan di sini, kasihan Mino oppa," susulnya kemudian, menggoda Mino yang kini benar-benar menyerah akan perasannya. Bisa apa ia ketika gadis yang disukainya ternyata menyukai orang lain?

"Ya! Kim Jisoo, hentikan!" protes Mino, memilih untuk bangkit, mengatakan kalau ia akan pergi membeli kopi untuk melarikan diri dari suasana canggung yang Jisoo ciptakan.

"Mino-ya, maaf-"

"Maaf? Kau membuatku terlihat semakin menyedihkan, hyung. Lupakan saja," protes Mino, menyela ucapan Jiyong sedang Lisa hanya mengigit bibirnya, menahan diri.

Mino membatalkan langkahnya, sedang Jiyong yang justru menghampiri Lisa. Ia ajak gadis itu untuk bicara di luar, hanya berdua, sebab enggan membuat Mino jadi bahan candaan orang-orang di kantor polisi. Meski Mino sebenarnya tidak begitu terganggu dengan semua candaan itu. Ia kecewa karena cintanya tidak berbalas, namun memutuskan untuk menghargai keputusan wanita itu dengan bersikap seolah penolakannya bukan hal besar.

Sayangnya, hari itu Lisa tidak datang untuk menyatakan perasaannya. Ia tidak datang untuk menyerahkan dirinya pada Jiyong dalam artian romantis seperti adegan-adegan di drama. Gadis itu benar-benar datang untuk menyerahkan dirinya sebagai si penjahit. "Bukan Jin yang membunuh tiga orang, tapi aku," tegas Lisa, tentu dengan menghindari tatapan Jiyong. Gadis itu hanya berani menatap dinding di belakang Jiyong.

"Kau tahu kan ini tidak lucu?" tanya Jiyong.

"Apa aku kelihatan sedang melucu?" balas Lisa, yang dengan cepat meraih borgol di saku belakang celana Jiyong, memakai sendiri borgol itu kemudian mengulurkan tangan terikatnya pada Jiyong, menyerahkan bungkusan yang ia bawa— barang bukti yang ia sembunyikan.

Menyerahkan diri tidak pernah ada dalam rencana Lisa sebelumnya. Sampai ia menemui Jin di kantor polisi, ia tidak pernah berencana mengakui kejahatannya. Ia bahkan tidak pernah berencana mengirim Jin ke penjara untuk dihukum. Semua rencananya, berubah karena seorang pria. Pria yang tidak mengatakan apapun setelah melihat semua obat-obatan miliknya. Pria yang tidak pernah memberi saran maupun kata-kata penyemangat setelah mengetahui tentang depresinya. Pria yang hanya memeluknya, kemudian rutin menghitung pil tidur yang disimpannya. Pria yang tidak berusaha membantunya cepat terlelap saat ia bilang tidak bisa tidur.

Kantor polisi, ruang kerja yang awalnya berisik penuh candaan menggoda Mino, kini senyap. Luar biasa sepi seolah semua tubuh membeku, seolah waktu baru saja berhenti. Siapa yang tidak terkejut mendengar pengakuan Lisa? Wajah seriusnya, membuat semua orang bimbang, memilih antara harus mempercayai Lisa atau menganggap pengakuan itu sebagai candaan April mop yang tidak dilakukan di bulan April.

"Alice, Kim Jisoo dan Nancy, aku yang membunuhnya," tegas Lisa, sekali lagi mengejutkan Jiyong juga rekan-rekannya. "Narkoba, jarum suntik, gloves, semua yang ku pakai ada di sini, oppa- kau tidak akan menerimanya?" susul Lisa, membuat Jiyong meraih bungkusan yang ia berikan, membukanya kemudian sekali lagi membeku saat melihat isinya.

Saat itu, dunia berhenti berputar. Bagi Jiyong, bagi Mino juga bagi Jisoo. Ketiganya melihat isi bungkusan yang Lisa bawa, menatap kosong pada bungkusan itu sementara Lisa hanya menundukkan kepalanya, melihat kilau bercahaya pantulan dari lampu pada borgol besi di tangannya. Ia perlu mematahkan ibu jarinya kalau ingin melepaskan diri dari borgol kuat itu.

"Tidak," tolak Jiyong, melangkah ke mejanya, mengambil kunci borgolnya. Dengan kasar ia tarik tangan Lisa. Dan masih dengan kasar ia buka borgol itu. Lisa menolak. Ia tarik tangannya agar Jiyong tidak melepaskan borgolnya, namun mereka justru bertengkar di sana. "Jangan main-main! Ini sama sekali tidak masuk akal! Leluconmu sama sekali tidak menyenangkan!" bentak Jiyong, sangat marah.

"Aku tidak bercanda! Aku benar-benar membunuh mereka! Aku membunuh mereka!" balas Lisa, tidak kalah keras.

Mino juga beberapa petugas lainnya memisahkan mereka. Mereka jauhkan Lisa dari Jiyong yang kelihatan luar biasa marah. Memasukkan keduanya ke dalam ruangan berbeda lantas mencoba mencerna semuanya dengan hati-hati. Jiyong tidak akan bisa berfikir rasional sekarang. Pria itu hancur, teramat hancur sampai tidak lagi bisa menahan dirinya.

"Lisa pasti bercanda," tenang Mino, meski ia tidak pernah menduga Lisa akan memainkan lelucon seburuk ini. "Aku akan mengirim barang-barang tadi ke forensik. Hasil forensiknya akan membuktikan kalau Lisa bukan pelakunya, hyung, tunggu di sini, oke?" susul Mino, menenangkan Jiyong yang dikunci di ruang meeting.

"Kemarin, Lisa membicarakan Nicole dan Lucy yang bertukar tubuh. Dia bilang Lucy memakai tubuh Nicole untuk membebaskan diri dari kejahatannya," ucap Jiyong, menjambak sendiri rambutnya. Perlahan, ia menyadari pesan-pesan tersirat yang beberapa Lisa katakan. Namun alih-alih merasa lebih baik, pria itu justru semakin sakit.

"Hyung, aku juga tidak mempercayainya. Dia pasti berbohong," ucap Mino. "Tunggu di sini, kita buktikan dia bukan pelakunya," susulnya, bersikeras sementara Jiyong yang marah justru bangkit, hendak menghampiri Lisa di ruang interogasi. Jiyong yang kelihatannya begitu marah seolah mampu memukuli Lisa, membuat Mino semakin khawatir.

Takut Jiyong memukuli Lisa seperti beberapa kekasih berengsek, Mino berusaha keras menahan langkah Jiyong. Ia tarik, bahkan dorong tubuh Jiyong, menjauhi ruang tempat Lisa berada. Tapi tidak ada hal lain yang bisa mengalahkan amarah. Mino tidak bisa mengalahkan amarah Jiyong. Dengan emosinya, Jiyong mendorong Mino ke dinding, menahan tubuhnya di dinding, menekan leher pria itu dengan lengannya.

"Diam. Jangan ikut campur," ancam pria itu, dengan cekikannya. Kantor polisi riuh karena kehadiran Lisa, dan jadi semakin ramai karena emosi Jiyong. Namun bukan hanya Mino, tapi semua orang melarang Jiyong menemui Lisa. Semua orang mengkhawatirkan emosi Jiyong yang tiba-tiba saja meledak, seolah ia amat membenci Lisa.

Cinta pria itu berubah karena beberapa kata? Cinta pria itu hancur hanya dalam beberapa detik? Tidak ada yang sempat menanyakan itu. Semuanya terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, terlalu mengejutkan hingga mereka kehilangan garis pasti diantara kebenaran dan tipu muslihat. Seolah para detektif itu terhipnotis oleh sihir yang Lisa bawa bersama langkah kakinya.

"Hentikan Kwon Jiyong!" marah seorang senior, sebab emosi meledak-ledak yang Jiyong tunjukan.

"Aku harus bertemu dengannya! Aku harus bicara-"

"Bagaimana kau bisa bicara dengan emosimu sekarang?! Tidak! Kau tidak bisa bicara dengannya!" marah senior itu, yang bahkan tidak tahu detail kasus pembunuhan yang dilakukan si penjahit. "Tenangkan dulu dirimu. Baru temui dia," tenang sang senior, membuat tubuh Jiyong bergetar hebat menahan amarahnya.

Untuk sementara, Jiyong yang marah, Mino yang terus menolak pengakuan Lisa juga Jisoo yang hanya bisa membisu di meja kerjanya, di tahan di meja kerja masing-masing. Lisa ditahan di dalam ruang interogasi, sementara seorang detektif lainnya menghubungi Jaksa Jung Yoomi yang kini bertanggung jawab atas kasusnya.

***

Life DisorderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang