Apa yang lebih dibutuhkan oleh seorang perempuan dalam sebuah hubungan selain kenyamanan? Cinta mungkin akan menjadi jawaban yang penting, tapi bukankah cinta bisa tumbuh dari rasa nyaman itu?
Aku tidak ingin serakah, jadi ketika menyadari bahwa aku merasa nyaman berada di dekat Abimana, aku tahu kalau aku tidak keberatan meningkatkan status hubungan kami dari PDKT ke arah komitmen yang lebih serius. Kalau kata anak alay, 'Aku dan kamu yang menjadi kita.' Iya, cieeee...
Setelah menjomlo lumayan lama, prospek perubahan status membuatku antusias. Aku sudah menyiapkan jawaban "iya" yang terdengar tegas dan yakin ketika ditembak Abimana. Seorang laki-laki tidak mungkin menyukai jawaban yang terkesan ragu-ragu dan setengah hati, kan?
Tetapi Abimana tampaknya santai saja. Sikap yang membuatku dilema. Apakah menurutnya kami masih butuh waktu untuk saling mengenal sebelum meminta kesediaanku menjadi pacarnya? ataukah menurutnya kedekatan kami sudah otomatis menaikkan level hubungan, tanpa perlu pernyataan dan main tembak-tembakan lagi?
Sekali lagi, karena sudah terlalu lama tidak punya hubungan asmara, aku seperti butuh peta supaya tidak tersesat saat masuk area itu lagi. Mungkin saja hubungan orang dewasa sudah lebih mengutamakan sikap daripada sekadar kata-kata. Tapi sebagai perempuan, aku tetap saja merasa butuh penegasan. Hubungan terakhirku dengan si vokalis berengsek itu terjadi saat aku masih dalam fase young adult.
"Hubungan kamu dan Abimana sudah nggak masuk dalam level PDKT lagi," kata Salwa yang kujadikan tempat curhat. "Pertemuan kalian lebih dari sekali seminggu."
"Memangnya ada landasan teori yang mematok waktu pertemuan lebih dari sekali seminggu untuk masuk dalam kategori pacaran?" tanyaku ragu. Jangan-jangan itu teori ngawur Salwa saja. Dia adalah tipe sahabat yang bisa mendadak punya definisi operasional tentang pacaran hanya untuk membuatku merasa mantap dengan Abimana.
"Selain frekuensi pertemuan, skinship juga bisa jadi indikator." Rautnya mendadak jail. "Tentu saja hal itu tidak berlaku untuk orang yang sudah menyetujui hubungan teman tapi mesra. Mereka akan melakukan interaksi fisik, tanpa perlu komitmen. Dan aku yakin hubungan kalian tidak mengarah ke sana."
"Hubungan TTM itu hanya untuk orang yang tidak menghargai dirinya sendiri," omelku. Bisa-bisanya Salwa sampai membuat perbandingan seperti itu.
Daripada punya hubungan teman tapi mesra, aku lebih baik menjomlo saja. Bodoh sekali menyetujui hubungan seperti itu. Aku tidak mengerti pertimbangan perempuan yang mau main fisik, tapi tidak melibatkan hati untuk berkomitmen dalam hubungan serius.
"Tidak juga," bantah Salwa. "Jangan menghakimi pilihan orang dalam menjalani hubungan yang dia inginkan dong. Setiap orang punya alasan sendiri untuk keputusan yang diambilnya. Bisa jadi komitmen terlalu memberatkan, tetapi mereka tetap merasa butuh interaksi fisik. Kebutuhan orang kan beda-beda, Mbar."
Aku hanya mengedikkan bahu tidak setuju. Kalau menyangkut hubungan asmara, aku tipe konservatif. Komitmen dulu sebelum aku mulai menginvestasikan waktu dan perhatian. Mungkin karena itulah aku menunggu Abimana membuka percakapan tentang hubungan kami setelah kesepakatan untuk penjajakan. Aku perlu tahu apakah menurutnya kami masih berada di tahap itu, ataukah sudah menapak level yang lebih tinggi, sehingga aku bisa mengambil keputusan bagaimana harus bersikap menghadapinya. Sikap sebagai gebetan dan pacar resmi tentu saja berbeda, kan?
"Menurutku, Abimana itu tipe orang serius yang nggak akan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting," sambung Salwa sambil menunjuk dinding kaca showroom. Aku bisa melihat mobil Abimana memasuki pelataran parkir. "Dia nggak akan datang ke sini untuk mengajak kamu makan siang kalau kamu nggak sepenting itu untuknya. Kamu saja tuh yang kebanyakan mikir dan berprasangka."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilih Siapa?
Ficción GeneralPilih Siapa ya? Memang belum pasti sih kalau kedua sasaran tembak Ambar mempunyai perasaan tertarik padanya, tapi nggak salah dong kalau Ambar mengamati, menimbang, dan membaca perasaannya sendiri lebih awal, jadi dia tidak akan salah seandainya d...