Tiga Puluh Tiga

10.2K 2.8K 91
                                        

Ketika pertama kencan dengan Abi setelah jadian, aku tidak sempat memikirkan padu padan pakaian karena Abi menjemputku di kantor. Aku hanya sempat memperbaiki riasan supaya terlihat segar dan enak dilihat oleh pacar baru. Kencan itu benar-benar minim persiapan dari aspek fesyen.

Keadaannya tentu saja berbeda ketika aku bersiap untuk bertemu keluarga Abi. Apalagi aku akan langsung bertemu dengan keluarganya besarnya, bukan sekadar keluarga inti. Jujur, aku tidak benar-benar siap dengan apa yang akan kuhadapi nanti, jadi aku memilih imej perempuan manis, feminin, dan sopan. Itu penampilan paling aman untuk bertemu dengan keluarga pasangan, kan? Seandainya keluarga Abi termasuk konservatif, mereka pasti akan terkejut kalau Abi yang tenang dan kalem itu menggandeng seseorang yang penampilannya provokatif. Yang pemilihan gaya fesyennya berani dan makeup-nya menggunakan warna mencolok. Bukan berarti aku tipe yang seperti itu sih.

Pilihan pakaianku sehari-hari untuk ke kantor biasanya adalah two pieces yang semiformal, karena penampilan seperti itu terlihat profesional dan kompeten saat berhadapan yang pelanggan royal yang bersedia mentransfer dalam jumlah besar untuk furnitur yang mereka pesan khusus. Kedatangan mereka tidak bisa diprediksi, karena mereka tidak selalu membuat janji terlebih dahulu, jadi aku harus siap setiap saat. Aku juga selalu menyiapkan blazer untuk kondisi khusus yang lain yang akan mempertegas kesan formal.

Penampilan seperti itu memang tidak senyaman memakai jeans dan kaus seperti seragam nasional ala Widy, tapi mau bagaimana lagi? Pembagian tugas kami sudah jelas. Ada harga yang harus dibayar untuk setiap tujuan yang hendak dicapai.

Jadi, untuk ke rumah baru Abi, aku memilih blus putih beraksen truffles yang kupadukan dengan rok sebetis bermotif bunga-bunga kecil. Aku memilih wedges yang tidak terlalu tinggi. Kalau kami akan menghabiskan banyak waktu di luar ruangan, seperti yang kuprediksi, betisku tidak akan kelelahan. Aku harus selalu bersiap untuk semua kondisi.

Gaya makeup minimalis. Hanya cushion, blush on tipis dan bedak tabur di atas rangkaian skincare. Saat memandang cermin, aku yakin sudah terlihat segar dan manis. Tidak akan memalukan untuk digandeng bertemu keluarga pasangan. Penampilan oke. Tinggal memantapkan mental saja.

Mama sedang keluar saat Abi menjemputku. Katanya sih mau pergi cari kompos bersama Pandu. Tadi, saat mendengar Mama menyebut nama Pandu, aku segera membawa teh panasku masuk ke kamar untuk menghindari pertemuan. Ya, kami belum pernah terlibat percakapan sejak berpisah di restoran Jepang beberapa hari lalu. Pandu sepertinya memberiku ruang seperti yang aku minta karena dia juga menghindar.

Senyum yang menghias bibir Abi saat melihatku mengonfirmasi keyakinanku bahwa penampilanku sesuai dengan harapannya.

"Cantik banget," pujinya. "Aku jadi iri sama keluargaku. Biasanya penampilan kamu nggak semaksimal ini kalau kita keluar berdua."

"Kamu kan gampang dibikin terkesan," kataku membela diri. Aku mengerling, mengoda Abi. "Aku tahu kok kamu lebih suka lihat aku pegang kunci pas dan kunci ring daripada pegang lipstik. Kemampuanku jadi montir itu kan yang bikin kamu tertarik sama aku?"

Abi meringis diingatkan pada pertemuan kami saat mobilnya mogok. "Sudah hukum alam kalau kita gampang tertarik pada seseorang yang ahli dalam melakukan sesuatu yang kita nggak bisa. Menurutku, perempuan dan mesin mobil itu kombinasi yang seksi."

"Untung kamu bilang mesin mobil, bukan perempuan dan mobil, karena aku akan merasa jadi umbrella girl. Mereka memang sangat seksi, tapi aku nggak bisa bergabung dalam kelompok itu, karena memayungi laki-laki sangat merusak egoku."

Abi tertawa kecil. "Jangan tertarik sama kakakku ya. Dia jauh lebih menarik karena lebih supel daripada aku yang nggak pintar basa-basi. Dia juga masih single, dan aku yakin kamu termasuk dalam kategori tipe dia. Dia terlalu banyak dikelilingi perempuan, jadi bingung mau pilih yang mana."

Pilih Siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang