Aku jadi benci isi kepalaku gara-gara Salwa. Sekarang aku mulai memikirkan kemungkinan bahwa Abimana memang sedang mendekatiku setiap kali dia menghubungiku. Apalagi frekuensinya jadi lebih sering daripada biasanya.
Walaupun terkesan ge-er (Salwa berengsek!), aku berada dalam dilema kalau Abimana benar-benar tertarik padaku, apalagi kalau dia sampai mengutarakan perasaannya.
Pertama, aku bingung cara menolaknya tanpa harus merusak hubungan kerja sama kami yang sedemikian baik. Maksudku, aku tidak punya perasaan istimewa padanya, dan itu berarti bahwa aku harus menolaknya, kan?
Aku bukan tipe orang yang akan menjual cinta atas nama investasi. Ya, meskipun investasi usaha kami berasal dari Ibu Joyo, tetapi karena Abimana yang lebih banyak mengurusnya, aku tetap saja merasa berutang budi. Apalagi dia sangat berperan dalam kemajuan usaha kami. Ide-idenya tentang strategi pemasaran, terutama promosi sangat membantu kami menggaet pelanggan baru. Tapi berhubungan dengannya atas dasar terima kasih sangat tidak ideal. Itu berlawanan dengan prinsip hidupku tentang cara memilih pasangan. Konyol sekali kalau setuju menjalin hubungan saat tidak ada cinta dan perasaan terikat.
Iya, Abimana tampan. Dia juga terlihat sudah sangat mapan. Bagi Sebagian orang, dua hal itu mungkin sudah cukup untuk dijadikan syarat menjalin komitmen, tapi tidak bagiku. Salahkan saja Disney yang telah meracuniku dengan dongeng putri-putrinya yang romantis. Aku juga tumbuh bersama manga Jepang yang kemudian mempengaruhi perspektifku tentang cinta dan pasangan sejati.
Sekarang aku mungkin sudah terlalu tua untuk dibohongi dongeng dan komik, tetapi apa yang sudah telanjur menempel dan berkerak di otak sangat sulit untuk dihilangkan. Dalam pikiranku, orang-orang yang beruntung dan diberkati adalah orang-orang yang setia dan akhirnya akan bersatu dengan cinta pertamanya.
Aku tidak seberuntung putri Disney karena cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Pacar pertamaku juga tidak memorable. Tapi aku tetap yakin dan percaya sepenuh hati kalau pada akhirnya, aku akan memilih seseorang yang aku cintai untuk menghabiskan sisa hidup bersama.
Di umur seperti sekarang, sistem trial and error sudah kekanakan. Memiliki pacar hanya karena tidak mau dikatakan jomlo bukan opsi dewasa, terutama untukku. Aku bukan lagi remaja tanggung seperti dulu, yang langsung mengiyakan ajakan pacaran seseorang hanya karena patah hati akibat cinta yang terpendam dan patah sebelum tersampaikan.
"Melamun saja!" tepukan Salwa di bahu mengagetkanku. "Tidak usah mikirin kerja sampai segitunya. Semuanya berjalan mulus, seperti kulit Song Hye Kyo saat baru keluar dari salon. Nyamuk yang lihat saja langsung kabur, karena tahu bakal tergelincir kalau nekad hinggap."
Aku menyingkirkan laptop dan fokus pada Salwa yang duduk di depanku. "Bagaimana cara menolak seseorang tanpa merusak hubungan baik?" tembakku langsung. Salwa sangat kompeten soal asmara. Di antara kami bertiga, dia yang punya cukup banyak kisah asmara. Sebelum settle dengan Delon, aku dan Widi adalah tim hore-hore yang akan membantu Salwa memutuskan harus menerima dan menolak siapa dari beberapa orang kandidat yang menaksirnya. Salwa sudah kenyang mencicipi asam, garam, gula, sampai racun pahit yang disuguhkan oleh cinta.
"Kamu mau menolak Abimana?" Alih-alih menjawab, Salwa malah balik bertanya. Sebelum aku sempat merespons, dia sudah melanjutkan, "Jangan buru-buru memutuskan. Pikirkan dulu baik-baik. Resapi. Cari tahu bagaimana perasaanmu yang sesungguhnya. Jangan sampai menyesal. Dua bulan terakhir kalian sudah lumayan dekat, kan? Masa sih nggak ada setruman-setrumannya? Kalau kamu baru sadar bahwa sebenarnya memang ada aliran listrik di antara kalian setelah kamu menolak dia, kan konyol. Apalagi kamu tipe yang nggak punya kemampuan mendekati orang lebih dulu. Kamu tidak mungkin datang ke Abimana untuk mencabut penolakanmu pas sadar kamu juga suka dia." Salwa mengangkat tangan untuk mencegahku menjawab. " Jangan membantah. Kalau kamu dulu punya nyali untuk nembak Pandu duluan, mungkin kalian bisa jadian sebelum dia keburu disambar pacarnya tempo hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilih Siapa?
Fiksi UmumPilih Siapa ya? Memang belum pasti sih kalau kedua sasaran tembak Ambar mempunyai perasaan tertarik padanya, tapi nggak salah dong kalau Ambar mengamati, menimbang, dan membaca perasaannya sendiri lebih awal, jadi dia tidak akan salah seandainya d...