🧡enjoy for reading🧡
“Woy Apin, baris yang rapi! Hobi banget lo ya ngeghibah!” nama yang dipanggil apin hanya nyengir tak berdosa. Sebenarnya namanya itu Alfin! Mau protes tapi ia takut. Karena Rafa sudah mode tegas, nakutin guys!
“Rose brand, jangan duduk! Ngerti gak lo!” namanya itu Bryan kenapa jadi Rose brand hadeuh! Bryan hanya menghembuskan nafas melihat tingkah kakak kelasnya itu.
“Yang cewek-cewek jangan dempet-dempet! Kalau nanti kulit kalian belang, biarin aja! Salahin tuh skincare gak usah salahin cowok mulu! Mandang fisik lah body shaming lah!”
“Wuuuuuuuu” Rafa mendapat serangan dari para cewek yang berbaris di bawah sinar matahari.
“Oh makasih, gue emang ganteng kok. Terima kasih sorakannya” santai Rafa sambil menyugar rambutnya.
Sementara Erland dan Ghavin sedang berdiri mengamati anak buahnya yaitu Rafa. Dia diperintahkan untuk tegas dan memberi nasihat pada siswa/i yang terlambat.
Sedangkan Rey sibuk mencatat buku harian anak-anak nakal yang melanggar peraturan. Udah kayak Malaikat Raqib gak tuh!
***
“Aduh gimana nih?” bingung seorang gadis didepan gerbang sekolah yang tertutup rapat. Satpam yang biasanya jaga pun tidak ada mungkin sedang sarapan pagi di kantin. Yah Aura namanya, sibuk berpikir dengan penderitaannya paginya ini.
“Mau apa lagi? Manjat lah” ucap gadis disampingnya yang memutar bola matanya malas.
“Yang benar aja lo Vanes! Gue aja gak jago manjat pohon apalagi ini!” protes bername tag Aaurel.
“Gue apa lagi” lesu Clariza.
“Emang lo pikir gue bisa?” pasrah Vanes.
“Woy! Telat juga?” tanya seseorang dari belakang. Mereka berempat kompak melihat kebelakang dan terkejut. Fena!
“Ayok manjat!” ajak Fena yang sudah memegang pintu gerbang dan melihat keempat gadis itu bergantian.
“Oh gue tahu, lo lo semua gak bisa manjat kan?” tanya lagi Fena diangguki keempat gadis itu.
“Oke gue ajarin, tapi lo semua harus maafin gue. Terutama lo Aura. Dan gue mau jadi sahabat lo juga. Gimana?” Fena pun menyesal karena ia selalu berbuat kasar. Orang tuanya mendadak tegas setelah ia diskors.
“Oke!” keempat gadis itu setuju-setuju saja. Karena mereka tidak suka mencari keributan, yang mereka inginkan adalah hidup damai dan tenang. Itu saja.
“Tapi lihat tuh ada OSIS di sana yang ngehukum yang lain. Gimana? Gue yakin sama lo. Karena lo itu jago kalau soal ginian” yakin Vanes yang diangguki ketiga temannya.
“Gampang itu mah. Kita berlima manjat dulu pelan-pelan terus kita lari sekencengnya! Gimana?”
“Sama aja ketauan ogeb!”
“Ya gak lah Vanes, kita tutupin wajah kita pakai tas. Lo kan ada ulangan bahasa inggris kan? Mau masuk gak? Gue juga ada ulangan nih. Mumpung masih jam segini, tuh guru-guru pasti belum masuk ke kelas”
Mereka berempat berpikir keras. Benar kata Fena, daripada ulangan harian mereka kosong kan? Bahaya nanti! Gass lah
Mereka pun memanjat gerbang sesuai dengan ajaran dari Fena. Vanes, Aura, Aurel, dan Clariza mendarat deng sempurna.
Brukk
Mereka berempat tercengang ditempat, bukannya lari untuk menyelamatkan diri. Fena jatuh! Bagaimana bisa? Padahal Fena yang mengajari mereka berempat memanjat malah dia yang terjatuh.
Fena meringis kesakitan. Bukannya dibantu malah keempat gadis ini bengong saja. “Hiks..” Fena mulai menangis karena siku nya berdarah.
Mendengar suara yang cukup keras, mereka yang ditengah-tengah halaman melihat beberapa gadis yang ada di belakang gerbang.
Para OSIS pun menghampiri mereka.
“Eh, lo jangan nangis dong Fen. Lo gak papa, Its okay” Vanes memegang pundak Fena berusaha menenangkannya. Begitupun dengan Aura, Aurel, dan Clariza berusaha membantu Fena berdiri.
“Kenapa ini?” tegas Erland membuat para gadis itu tegang. Fena yang tadinya menangis kini berhenti dengan mata yang sembab dengan suara kecil yang sesenggukan.
Keempat cowok itu memandang gadis didepannya dengan pandangan dingin dan tegas. Kalau sudah diposisi sebagai OSIS, mereka ini tak memandang bulu. Meskipun keempat gadis itu sangat akrab dengan mereka.
“Bisa juga adik-adik gue manjat gerbang. Kalau ada lomba manjat gerbang pasti kalian yang jadi juara” cibir Rafa tersenyum miris.
“Nonton Drakor lagi?” tebak Ghavin penyebab mereka telat kali ini.
“Nggak bang Ghavin, kita kemarin nonton film horor sampai larut malam. Vanes yang ngajak” tunjuk Aura mengarah pada Vanes. Vanes yang ditunjuk pun melotot tak terima. Sudah cukup ia difitnah dua kali.
Kejadian sebenarnya adalah Aura yang mengajak menonton film horor sampai mereka berempat tidak bisa tidur. Karena film yang mereka tonton terlalu menyeramkan.
“Gue muak tahu gak lo fitnah gue terus! Tanggung jawab dong, lo yang ngajak kemarin. Dan bukan gue aja yang disalahin disini” marah Vanes. Aura hanya tertawa puas melihat wajah kesal Vanes.
“Bersihin toilet sekarang!” tegas Erland.
Mereka tercengang mendengar hukuman yang dilontarkan pak ketua.
Wah gak bisa di biarin ini! Harus negoisasi dulu. Pikir mereka.
“Jangan dong bang kita ada ulangan nih” protes Clariza pada Erland.
“Nanti bisa kan ulangan susulan. Gue nanti yang ngomong sama gurunya” ujar Rey memberi solusi.
“Tap...” ucapan protes mereka terpotong.
“Aura aja gak protes, kenapa jadi kalian yang protes! Ya kan Aura?” potong Erland memandang gadis mungil didepannya.
“Ha ah, sekalian Aura juga belajar patuh sama calon suami” ucap Aura yang tersenyum malu-malu. Fena hanya menghembuskan nafas kasar tak habis pikir dengan jalan pikir Aura.
Erland menepuk-nepuk puncak kepala Aura. “Pinter”
****
“Bapake inyong kok masuk sih ini kan udah habis ulangan ne” ujar salah satu siswa yang protes dengan guru laki-laki bernama pak Rendi itu.
“La terus kepriwe iki?” tanya balik pak Rendi membalas dengan bahasa ngapak siswanya. Para siswa itu tertawa mendengar interaksi mereka berdua.
Pak Rendi menjelaskan bahwa akan ada ujian-ujian yang harus dihadapi oleh siswa/i kelas tiga ini yang akan datang.
Btw nih guys, pak Rendi ini kepala sekolah di SMA Taruna Bangsa. Beliau ini sangat humoris dan relationship lah istilahnya. Jadi pak Rendi sudah menganggap muridnya sebagai anaknya sendiri. Pak Rendi juga sangat pengertian dan perhatian lah sama anak didiknya. Apalagi beliau ini termasuk masih muda dan golongan cogan. Jadi jangan heran kalau beliau begitu disegani dari kalangan muridnya. Terutama para ciwi-ciwi yang tukang menggombali gurunya sendiri.
Kelas XII-IPA 1 adalah kelas yang hanya dipenuhi para laki-laki. Di setiap kelasnya perempuan sendiri dan laki-laki sendiri. Memang sengaja dilakukan pak Rendi agar mereka fokus dengan pelajarannya. Bukan kerjaannya lirik kanan-kiri dan ujung-ujungnya cinta lokasi.
“Ada yang mau pantun ndak? Biar gak tegang-tegang amat mengatasi ujian hidup” canda pak Rendi.
“Saya pak!” ujar Rafa mengangkat tangan.
“Iya langsung saja most wanted kita” sahut pak Rendi dibarengi tepuk tangan dari siswanya.
“Buah duren, buah kedondong”
“Cakep” ucap serempak siswa.
“Abang keren, gandeng aku dong”
Sontak seisi kelas tertawa mendengar pantun Rafa. Pak Rendi hanya menggelengkan kepalanya, sudah terbiasa dengan sikap Rafa.
🧡thank you for reading🧡
Vote & comment 💅🏻
Open saran & kritikan 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Love {SELESAI}
Acak🏅#2 bestclass 🏅#3 praktikbwc Ketika cinta tak terbalas dan yang memperjuangkan hanya satu orang. Akankah selamanya begitu? Kadang kita harus menyimpan ego dan beralih untuk berusaha mendapatkannya, tapi siapa yang tahu takdir? Ku gapai malah semak...