☀️10☀️

7.6K 898 89
                                    

Haechan sudah hampir 30 menit terus menerus bolak balik. membuat Jaemin yang kebetulan sedang tidak memiliki kerjaan -padahal sengaja- menemani Pemuda itu, jengah sendiri.

"Duduk, kau membuatku pusing." kata Jaemin. Haechan kaget, karena sedari tadi hening melanda mereka.

Haechan memberi isyarat, 'Maaf' pada Jaemin, Namun yang lebih muda tidak menggubris.

Haechan menghela nafas, dan akhirnya duduk tepat di samping Jaemin.

Acara akan dimulai 30 menit lagi, Haechan dan Jaemin masih di lobi menunggu sang Guru yang sedang mengambil undian.

"Haechan, Jaemin, ayok masuk" kata sang guru saat dirinya berhasil menemukan Haechan dan Jaemin.

Keduanya mengangguk, kemudian mengekori sang Guru masuk kedalam Ballroom yang sudah hampir terisi penuh.

"Haechan kamu urutan 14, masih banyak waktu jadi nikmati saja penampilan peserta lain, Okay?"

Haechan mengangguk paham, matanya sedari tadi mencari satu sosok yang ia harap dapat temui. Bahkan sampai duduk disalah satu kursi penonton pun Haechan belum menemukan orang yang ia car.

"Ayah telat, dia akan datang setelah rapat pentingnya selesai, berhenti mencarinya, cepat duduk" Kata Jaemin.

Haechan cemberut mendengar perkataan Jaemin. Ia khawatir rapat yang sedang Ayahnya lakukan akan memakan waktu yang lama.

Bagaimana jika Ayahnya tidak jadi datang?

Haechan duduk dengan Perasaan sedih, wajahnya cemberut.

"Dia pasti datang, Acara ini cukup penting" Kata Jaemin. Haechan menoleh memandang kearah Jaemin yang duduk disampingnya.

Pemuda itu memandang lurus kedepan, tepat kearah seorang pembawa acara yang sedang berbicara didepan sana.

Haechan semakin cemberut, merasa kesal dengan Jaemin yang terus saja memasang wajah datar. Renjun tidak bisa datang, jadinya hanya Jaemin yang menemaninya.

"Berhenti memasang wajah seperti itu, dia akan datang, percaya padaku" kata Jaemin lagi.

Haechan menghela nafas, kemudian mengangguk patuh.

Satu persatu peserta mulai tampil, tidak terasa sudah hampir 1jam Haechan duduk di kursi penonton, dan sebentar lagi adalah gilirannya. Ia sudah dipanggil untuk persiapan.

Setelah bersiap Haechan menunggu di samping panggung, menatap satu-satunya kursi kososng diantara banyaknya kursi.

Pemuda itu menghela nafas, sedih. Sebentar lagi gilirannya, dan sang Ayah belum juga menunjukkan batang hidungnya, membuat Pemuda tan itu memasang wajah lesunya, membuatnya tidak berani mengangkat wajahnya.

"Haechan, sebentar lagi giliranmu" Pemuda tan itu masih menunduk, membuat sang guru heran.

"Ada apa Haechan-ah?"Tanya sang guru, Haechan menggeleng pelan, memberi tanda bahwa tidak apa-apa.

Permainan peserta no.13 berakhir. Dan saatnya gilirannya.

Pemuda manis itu menghela nafas, ia menatap lurus kedepan, pada Piano hitam nan megah yang ada didepan sana.

Haechan bersiap naik diatas panggung, Manik hazelnut nya enggan menatap pada satu-satunya kursi kosong disana.

Ia berjalan dengan anggun, memasang senyuman tipis nan tampan.

Ia berjalan dengan anggun, memasang senyuman tipis nan tampan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Look At Me | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang