Harus disebut berita buruk atau baik, Jihoon mendapat telfon pagi pagi sekali dari rumah sakit mengabarkan mereka akan melakukan operasi besok.
Apakah Nenek nya telah setuju?
Semoga saja bukan karena terpaksa.
Hasil pemeriksaan dari Dokter menegakkan neneknya didiagnosa lupus kronis. Entah sejak kapan penyakit itu menjangkiti nenek nya dan baru ini terungkap setelah tes sel darah dan ANA.
Penyakit seribu wajah itu disebabkan infeksi pada paru paru, makanya ketimbang kontrol membawa sang nenek ke rumah sakit, Jihoon memilih rawat inap agar dapat dipantau oleh dokter.
Awal nya Jihoon memergoki Nenek nya Sesak nafas dan beliau selalu mengelak dengan dalih kelelahan, namun kelamaan kondisi itu di perparah, tatkala untuk makan pun susah dan perlahan semakin kehilangan berat badan nya.
Tapi Nenek nya selalu menolak melakukan operasi mengingat resiko yang mengancam nyawa. Jihoon tau meski beliau tidak berucap.
Kematian adalah hal yang menakutkan, ia hanya berpura pura tidak.
Dan sekarang penyakit itu semakin ganas, Nenek nya tidak mampu berjalan, semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur itupun dengan bantuan orang lain. Selama itu Jihoon mengambil peran rutin demi mendapatkan kesembuhan.
Sepanjang kelas yang Jihoon lakukan adalah, melamun. Memikiran kemungkinan buruk terjadi. Bibir nya sedikit lecet karena digigit akibat merasa cemas.
Operasi masih besok, pasti Nenek juga tengah merasakan hal yang sama.
Bahkan ketika kelas berakhir, belum selesai lagi perang batin di kepala.
"Jihoon!" Suara melengking Jun ditambah tangan nya yang melambai di hadapan menyadarkan lamunan Jihoon.
"Jun.." Jihoon membasahi bibir yang terasa kering, ia tidak tau harus memulai semua darimana.
Akhirnya Jun duduk di bangku depan menghadap Jihoon dengan pandangan bingung.
"Besok operasi dilangsungkan"
".....gue takut"
Seorang pemuda pemarah yang omongan nya tidak pernah disaring terlihat sangat pendiam hari ini, melakukan kegiatan tanpa minat.
Pandangan kosong yang dilayangkan menjadi acuan kalau kondisi nya sedang tidak baik baik saja.
"Gue pinjem uang ke Kak Johnny aja kali ya" gumam nya menatap lantai.
Jun juga berkata akan membantu Jihoon, tabungan di rekening yang dikirim kan ayah nya di China mungkin bisa sedikit meringankan.
Tapi tidak memungkiri kalau selama beberapa waktu kedepan, ia harus menahan nafsu makan yang membeludak.
Jihoon juga menghubungi Ibu nya di Busan, yang ternyata tengah krisis ekonomi.
Belum lagi biaya Asrama bulanan nya yang sebentar lagi akan jatuh tempo, kalau bisa Jihoon ingin memelihara tuyul saja.
Uang darimana dia.
Berhutang demi kebaikan tidak apa, toh Jihoon juga bekerja nanti gaji nya bisa dipotong sebagai cicilan.
Jihoon sudah bertekad malam ini akan meminta bantuan pada bos nya, Johnny bilang tidak masalah. Jadi saat jam menunjukkan pukul tujuh Jihoon sudah stay di halte menunggu bus datang.
Sekitar lima belas menit berlalu seperti nya sebentar lagi, Jihoon masih sibuk mensearching platform kesehatan harap harap ada titik terang kesembuhan pasca operasi.
Saat Jihoon akan melihat apakah bus sudah tiba yang dia dapat malah sebuah siluet lelaki berjalan lemah kearah nya.
Oh ayolah, ini tidak lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PICKPOCKET
Fanfiction"Kalo jadi maling bisa bikin tajir ngapain cape cape kerja" -🐯