[5] Awal Kebohongan Azka

4.7K 1K 289
                                    

Satu bulan penuh Azka mempersiapkan untuk ujian masuk perguruan tinggi, dan akhirnya ia berhasil diterima di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Azka memilih masuk ke jurusan kedokteran karena ia ahli di bidang kimia dan biologi. Azka bertekad menjadi dokter agar bisa menjaga dan merawat keluarganya nanti. Dan juga, dia bisa merawat Ara dan menjaga kesehatannya.

Seperti sekarang, Azka tersenyum bahagia melihat Ara yang melompat-lompat kesenengan melihat hasil pengumuman tes masuknya.

"Wah, selamat ya Az! Aku seneng bangeett!!!" Ara memeluk erat tubuh Azka sampe nempel kayak koala

Ara melihat lagi tulisan 'SELAMAT ANDA DITERIMA' di kertas itu, lalu kembali memeluk Azka dengan pelukan yang makin erat.

Azka terlihat kewalahan namun tak bisa dipungkiri kalo bibirnya jadi senyum-senyum sendiri.

Ara pun turun dari pelukan Azka dan mulai menatap kedua matanya. "Jadi, kapan berangkat?"

"Besok."

Ara tersenyum begitu lebar, membuat pikiran Azka jadi bertanya-tanya penasaran.

"Kok kakak malah kelihatan seneng banget gitu aku tinggalin?"

"Hehehe." Ara menggenggam kedua tangan Azka. "Pak Dokter belajar rajin-rajin ya. Jaga kesehatan. Jangan lupa makan."

Azka tertawa kecil, lalu menunduk dan menggelengkan kepala. "Kebalik kak. Harusnya aku yang bilang gitu ke kakak."

"Hehehe." Ara nyengir lagi.

Azka menghela napas panjang lalu duduk di pinggiran kasurnya Ara. Azka menatap kardus berisi buku-buku bekas di ujung ruangan.

"Kak Ara kenapa gak ikutan kuliah aja? Kan enak kita bisa bareng," tutur Azka.

Ara langsung menunduk, tersenyum pelan. "Aku gak bisa ninggalin Mama sama Muna sendirian disini."

"Kan ada Bunda sama Ayah aku kak. Mereka kan bisa tinggal bareng-bareng."

"Gak semudah itu, Az. Mama juga gak bakal mau ninggalin rumah peninggalan Papa ini."

Azka hanya bisa terdiam mendengar penjelasan dari Ara barusan. Benar, Azka tak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Ara. Lelaki itu selalu hidup berkecukupan dengan Kirana dan Yuda, sementara Ara harus menanggung beban sebagai anak sulung yang ditinggal pergi oleh Sang Papa

"Az..."

"Hm?"

"Kamu beneran gak bakal ngelupain aku kan?"

Azka sontak menertawakan pertanyaan konyol Ara. "Hahaha, ya enggak lah kak. Mana mungkin aku ngelupain kakak."

"Yah... Aku takut aja kamu kepincut sama cewek-cewek disana."

"Makanya kakak ikut temenin aku. Jagain aku disana."

Ara langsung cemberut kesal. "Ish! Awas ya kalo kamu ketahuan selingkuh."

"Gak mungkin lah kak. Kan aku udah gak punya hati. Hatiku udah dicuri sama kakak semua."

Ara langsung memukul pelan bahu Azka. "Apaan sih. Gombal mulu."

"Hehehe..." Azka menirukan cara tertawa Ara.

Ara makin mencubit lengan Azka. "Ih! Jangan ditiruin!"

Drrrt Drrrt~

HP milik Azka bergetar. Panggilan masuk dari Yuda. Azka pun mengangkatnya.

"Bentar ya kak, aku angkat telfon Ayah dulu."

Ara mengangguk. Azka pun keluar dari kamar Ara dan turun ke lantai satu.

Kakak Tingkat ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang