chapter 5

8.7K 718 23
                                    

"A Andra," panggil Alvan ketika sang kakak terlihat akan kembali bekerja.

"Ia?"

"Kenapa Ayah sulit banget dihubungi?" tanya Alvan langsung.

Andra menghela nafas."Ayah sibuk Van, kamu tau sendiri pekerjaanya seperti apa, kamu harus ngerti," jelas Andra mencoba memberikan pengertian pada sang adik.

Alvan mengigit bibir bawahnya."Maaf," lirih Alvan dengan pelan.

"Kalau Ayah gak sibuk, Ayah pasti menghubungi kamu. Stop bersikap kekanak-kanakkan, kamu udah gede. Mau sampai kapan bergantungan sama orang tua?"

"Ia A maaf."

"Aa berangkat, jangan kemana-mana jika tidak izin pada Tetehmu," ucap Andra dan mengusap puncak kepala Alvan.

Alvan menatap nanar kepergian sang kakak, Alvan tersenyum tipis.

"Siapa yang bergantungan sama orang tua? Bahkan gua jarang ketemu Ayah gua sendiri," lirih Alvan berdialog.

Alvan menghampiri Dinar yang sedang berkutik didapur."Teteh," panggil Alvan.

Dinar yang sedang menggoreng ayam menoleh pada adik iparnya itu.

"Teteh kira kamu main, De." Alvan menggelengkan kepalanya.

"Lihat Teteh masak kayak gini, Alvan selalu membayangkan bagaimana jika Bunda yang sedang memasak," tutur Alvan.

"Kangen ya sama Bunda?" Alvan mengangguk tanpa menyembunyikan rasa kangenya, karena pada dasarnya Alvan lebih terbuka dengan Dinar.

Dinar mematikan kompor dan menghampiri Alvan yang duduk dikursi meja makan.

"Kirim doa buat Bunda, Bunda pasti seneng punya anak sholeh kayak kamu."

Alvan terdiam. Diamnya Alvan membuat Dinar khawatir, selalu tidak tega melihat wajah kesedihan Alvan.

"Ade," panggil Dinar membuyarkan diamnya Alvan.

Alvan tersenyum tipis, bahkan sangat tipis."Teh, aku mau ramen. Boleh?"

Dinar menggelengkan kepalanya."Aa tau kamu dimarahin, Teteh juga pasti kena marah. Jangan ya? Makan yang lain aja, Teteh udah masak ayam goreng, bentar." Dinar kembali bangkit dan mengambil ayam goreng.

"Mau sosis nya gak?" Alvan menggelengkan kepalanya.

"Teteh, Bunda Alvan pasti cantik ya?"

Dinar tersenyum."Putra-putranya ganteng-ganteng, pasti Bunda sangat cantik."

"Teteh juga makan, temenin aku."

Dinar mengangguk."Tentu saja, Teteh pasti nemenin kamu makan."

Setelah makan malam bersama Dinar, Alvan berniat meminta izin untuk menginap dirumah Akwan. Akwan pasti sedih setelah kehilangan Mamahnya, sebisa mungkin Alvan ingin menemani Akwan.

"Teh aku mau nginap dirumah Akwan," izinya.

"Ko nginep? Teteh sendiri dong, Aa kamu pasti subuh pulangnya."

"Teh aku ngerasain gimana kehilangan Bunda, itu juga pasti dirasain oleh Akwan."

"Yasudah, boleh. Nanti biar Teteh yang izin sama Aa, ya?" Alvan mengangguk.

"Makasih Teh."

***

Seperti biasa Andra berangkat bersama Gilang ke lokasi syuting. Sejak Andra masuk mobil, Gilang sudah merasa bahwa Andra sedang tidak baik-baik saja. Seperti orang yang banyak pikiran.

"Lo kenapa Ndra?" tanya Gilang.

"Enggak, fokus aja nyetir. Gua gak apa-apa-

"Ade lo lagi? Kenapa dia?" Seakan tau permasalahan yang menimpa Andra, padahal hanya permasalahan kecil.

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang