chapter 15

6.8K 621 33
                                    

"Kok gak ditungguin adiknya, Mas?" tanya Dinar yang membawa nampan yang terdapat bubur dan air hangat.

"Lagi istirahat dulu, aku kedepan dulu ya," izinya. Yang dimaksud Andra untuk kedepan adalah kekantor yang berhadapan dengan rumahnya.

"Yaudah. Aku mau nyuruh adik kamu makan dulu. Ade tuh keras kepala banget, udah aku larang gak usah sekolah malah maksa, gini kan jadinya," jelas Dinar.

Tentu saja Dinar panik ketika Andra mendapat telpon dari Cio memberitahu bahwa Alvan sakit disekolah. Hingga berujung Rifki yang menjemputnya.

"Enggak apa-apa. Nanti bisa dibicarain baik-baik sama anaknya, biar gak keulang lagi."

"Iya, Mas. Aku permisi dulu, kalau kamu nyari aku, aku dikamar Ade."

Andra mengangguk dan membiarkan istrinya itu menghampiri adiknya yang jatuh sakit. Andra tahu alasan Dinar belum mau mempunyai anak, Dinar ingin fokus memgurusi adiknya minimal sampai anak itu lulus SMA. Sangat baik hati bukan? Padahal Andra tak menuntut apapun.

Melihat bahwa istrinya itu sudah masuk kekamar Alvan, Andra melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, iya akan melihat kantor dan melihat konten-konten yang akan di upload hari ini.

"Ndra, ada tawaran iklan." Perkataaan Gilang langsung menarik rasa penasaran Andra.

"Yang mana?"

"Ini yang baru sih, baru aja tawarannya lo bisa lihat-lihat dulu."

Andra mengambil laptop Gilang dan mengamati produk yang akan iya bintangi.

"Atur aja, setuju."

"Okey. Lo setuju ya?" tanya balik Gilang memastikan.

"Untuk besok, jadwal gua kosongin full sampe malem. Ade gua sakit, gak bisa gua ninggalin dia dul-

"Besok jam 10 ada meeting buat film itu loh, Ndra."

"Itu yang udah gua tanda tangani kontraknya?"

Pasalnya Andra suka lupa sendiri dengan kontrak-kontrak kerja yang sudah ia tanda tangani. Saking banyaknya, mungkin.

"Udah. Jadwal meetingnya memang udah direncanain jauh-jauh hari, mungkin lo lupa. Dan gak mungkin lo gak datang, kan?" tanya Gilang tahu menahu tentang projek film yang akan dibintangi Andra.

Andra menghela nafas, bingung. Disatu lain, Andra harus memenuhi tanggung jawabnya dalam pekerjaan dan Alvan yang sedang jatuh sakit.

"Gua lihat dulu kondisi Alvan, kalau membaik gua tinggal."

"Kalau lo sekhawatirnya gak bisa ninggalin Alvan, inget, kan ada Dinar. Ada anak-anak juga, orang dirumah ini banyak, Ndra. Jangan parnoan-

"Iya, Pak. Kita siap ko, memastikan De Alvan baik-baik aja," ucap Rifki juga.

Andra mengangguk paham. "Okey, Lang. Besok jam 10 kita otw, setelah itu gua gak nerima apa-apa lagi."

"Siap."

"Rifki, soal konten kemarin sudah diedit?" Rifki mengangguk.

"Udah, Pak. Namun, masih setengah. Barusan saya mengedit yang lain dulu."

Andra mengangguk. "Yasudah. Yang lainnya, mau makan apa? Pesen aja ya, ntar saya yang bayar!"

***

Dinar membuka pintu kamar Alvan. Dinar tersenyum manis, nampaknya kesayangan Andra itu sudah terlelap.

Dinar menyimpan nampan itu diatas nakas samping tempat tidur Alvan. Dinar sedikit menaikan selimut yang dipake Alvan.

Terlihat wajah tampan Alvan terlihat pucat, dan tidurnya yang nampak gelisah.

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang