chapter 17

6K 612 40
                                    

Sejak pulangnya Andra dari meeting soal projek filmnya, Alvan tak lepas dari Andra. Entah karena apa.

"Aa mau mandi van," ucap Andra seakan meminta izin untuk diizinkan keluar kamar Alvab dan akan membersihkan badannya.

"Nanti. Aa kenapa, sih? Gak mau banget ya nemenin aku," balas Alvan sedikit sewot.

Andra hanya menghela nafas. "Aa belum mandi, udah mau magrib. Apalagi Aa habis dari luar, bau, banyak kuman," jelas Andra.

"Gak usah mandi, diem aja disini."

"Al-

"Yaudahlah terserahlah, sana. Awas aja kalau masuk kamar aku lagi, gak aku kasih izin."

"Kok gitu??"

Andra juga sebenarnya tidak tahu, mengapa Alvan menjadi sangat manja padanya. Biasanya juga cuek-cuek aja dan lebih dominan manja ke Dinar.

"Tadi udah bohong, katanya gak kemana-mana hari ini. Tapi ko ngambil, janji pulang jam dua kenapa pulang jam 5, sama aja itu ngambil kerja," cerocos Alvan. Sedikit kesal dengan Andra yang malah menerima kerjaan live ditv. Yang alhasil pulang telat dan melupakan adiknya yang sedang sakit.

"Tadi darurat, bukan apa-

"Udahlah. Aa emang lebih sayang sama kerjaan dari pada sama aku."

Ceklek

"Ade? Kenapa sih, ko marah-marah?" tanya Dinar. Dinarlah yang membuka pintu kamar Alvan.

"Tanyain aja tuh suami Teteh," semprot Alvan hingga Dinar menoleh.

"Kenapa, Mas?"

"Mas mau mandi gak mau ditinggal bocahnya," balas Andra dengan melas.

"Biarin Aa nya mandi dulu, kamu sama Teteh."

Alvan menggelengkan kepalanya. "Ngambil kerjaan dadakan bisa, nemenin aku yang cuma diem aja gak bisa," lirih Alvan.

"Gini ya rasanya gak ada Bunda gak ada Ayah, sendiri te-

"Alvan, bukan gitu," potong Andra.

"Terus gimana? Kan emang iya," lirih Alvan.

Dinar menatap Andra, mengisyaratkan bahwa lebih baik Andra menunda niat mandinya dan temani Alvan dulu.

"Yaudah, Aa temenin tapi jangan ngomong ngelantur," ucap Andra.

"Mas, De. Teteh kebawah dulu, ya." Andra mengangguk.

"Kalau mau kesini lagi, ambilin susu biasa, buat Alvan," ucap Andra dan Dinar mengangguk. Setelah itu Dinarpun keluar.

Andra yang melihat Alvan melamunpun, heran. Apalagi yang terjadi dengan adik kesayangannya ini.

"Kenapa?" tanya Andra.

"A," ringis Alvan.

"Kenapa?" tanya Andra sedikit panik.

"Kepalanya sakit." Alvan sedikit menjambak rambutnya.

Dengan sigap Andra menahan tangan itu, Andra tak mau Alvan terluka karena jambakannya sendiri.

"Jangan dijambak, ya. Udah, tenang," ucap Andra membawa tubuh lemas Alvan untuk bersandra didadanya. Dengan tangan kanan Andra mengusap titik sakit Alvan.

"Sa-kit tadi, kayak ada yang gebugin," lirih Alvan.

"Iya, udah enggak. Tidur lagi, ya. Makanya, jangan mikirin apa-apa," jelas Andra dengan lembut.

"Pusing gak?" Alvan tak menjawab, Alvan memejamkan matanya. Sakit yang menyerang kepalanya, membuat Alvan takut jika sakit itu akan kembali.

"Al-

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang