A Andra
Rob, Alpan masuk rumah sakit lagi.
Izinin yaRobbi melirik Cio yang nampak sibuk dengan laptopnya, juga melirik Akwan yang sedang bermain game dihpnya.
"Alvan masuk rumah sakit.." ucap Robbi membuat aktivitas keduanya terhenti.
"Beneran?" tanya Akwan dengan wajah cengonya. Robbi mengangguk.
"A Andra hubungin gua tadi.. gua bingung kenapa akhir-akhir ini tuh anak sering sakit sampe sering banget masuk rumah sakit," jelas Robbi membeberkan kekhawatiran dan kebingungannya.
"Kayak gak tau dia aja, dari dulu juga kan si Alvan kayak gitu," tukas Akwan..
"Iya sih, ya tapi dulu sama sekarang beda.."
"Kenapa gak lo tanyain aja ke A Andra, Alvan sakit apanya," ucap Cio memberi solusi.
"Udah beberapa kali gua nanya, jawabannya tetap sama, kecapeanlah, demam doang lah. Lama-lama gua juga gak percaya," jelas Robbi.
"Lo mah gak percayaaan jadi orang."
"Serius, emang lo gak liat ada yang beda dari Alvan?" Cio dan Akwan terdiam sejenak.
"Ya... ada sih tapi gua mah positif tinking aja lah," balas Cio tidak mau membebani pikirannya dengan hal-hal yang belum tentu jelas.
"Lo mah idup kebanyakan positif tinking," dumel Akwan.
"Hemm..." acuh Cio.
"Tapi serius gua takut ada apa apa sama tuh bocah," tukas Robbi menyandarkan badannya dikursi miliknya.
"Udahlah, Rob. Alvan gak pernah ngeluh soal apa-apa, yakin aja dia gak papa," jelas Cio.
"Nah heeh tuh bener.." balas Akwan juga.
"Ta-
"Udah bicit! Ada bu Guru tuh," tukas Akwan.
Robbi menghela nafas, Robbi benar-benar mengkhawatirkan tentang kondisi Alvan.
***
Diruangan rawat Andra menahan tangis tak tega melihat Alvan yang terlihat sangat kesakitan. Beberapa kali jiga Alvan mengingatkan pada Andra bahwa dirinya tidak apa-apa.
Kemoterafi ini belum apa-apa ketimbang pengorbanan Andra selama ini.
Alvan mengenggam tangan Andra dengan sisa-sisa tenaganya. "A.. kalau Aa mau nangis, nangis aja.." lirih Alvan. Alvan tak akan melarang seseorang menangis karenanya, asal orang itu berjanji untuk tidak menangis kedua kali karenanya.
Andra mencodongkan tubuhnya, hingga dapat melihat jelas wajah lelah Alvan. "Hem kenapa? Aa gak akan nangis, Aa udah janji sama diri Aa untuk kuat," balas Andra.
Dinar yang duduk disopa hanya bisa menyimpan haru dengan tangisan kecilnya. Sebagai orang yang sudah lama dengan Andra, Dinar tahu bertapa kuat dan tegarnya lelaki itu.
"Nak.. Ayahmu sangat kuat. Tetap sehat dan beri kebahagiaan untuknya," lirih Dinar mengusap perutnya. Berharap anaknya akan lebih kuat dari Ayahnya dan bisa tumbuh dengan sehat dan memberikan kebahagiaan.
"Alvan takut ngecewain Aa.."
Andra menggelengkan kepalanya. "Ade Aa udah kuat banget, udah berhasil kemoterafi pertamanya loh. Ade mau apa dari Aa, hem?" tanya Andra.
Alvan mendengar suara Andra yang sedikit bergetar, Alvan tahu Andra tak tega melihatnyaa seperti ini.
"Mau dipeluk sama Aa aja.."
Hanya itu keinginan kecilnya. "Siap.. Aa ngobrol dulu sama Teh Dinar ya."
"Iya.."
Andrapun menghampiri Dinar yang sedikit terisak. "Kenapa sayang? Gak papa, Alvan kuat.." Andra merangkul Dinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvanka Zafran || END
Teenfikce"Perihal siapa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan, tak perlu cemas, semua ada takarannya." Start25Julii2021 Finish10November2021